Mungkin jalan takdir yang harus dihadapi oleh Almira harus seperti ini. Menghadapi suami yang kejam meski hidup dalam glimangan harta. Almira menatap nanar wajahnya yang berantakan, sehancur itu hatinya menghadapi hidup sendiri. Haruskah ia menyalahkan Anton? Dalang dari ini semua...
Bahkan sejak siang tadi, ia mengunci diri di dalam kamar. Berusaha menahan lapar sebagai bentuk protes dan marahnya pada Alfindra, akan tetapi seolah lupa jikalau Alfin sama sekali tak memperdulikannya, bahkan tak akan pernah memperdulikannya.
Melihat jam di layar ponsel sudah hampir larut membuatnya berfikir, tak ada yang salah jika ia mengendap ke dapur untuk makan barang sesuap. Perutnya melilit seolah tak ingin diajak bekerja sama, nyatanya definisi menahan lapar sampai pagi gagal di jam malam sekitar setengah satu. Hello, ini baru setengah satu dan perutnya sudah perih nan pedih, bagaimana kalau mau sampai pagi? bisa-bisa esoknya Almira tak memiliki tenaga bahkan tuk sekedar bernapas.
Sesial itu memang menyinggung Alfindra, maka mulai sekarang ia akan bersikap acuh tak acuh kalau perlu tak akan bicara bila tidak terlalu penting.
"Huffft!" dengan dada berdebar membuka pintu kamar. Lampu ruang tengah sudah mati bisa dipastikan kalau saat ini Alfindra sudah terlelap. Pengawal bahkan sudah beristirahat, tinggal Almira yang berjalan ke arah dapur, barangkali ada sesuatu yang bisa dimakan.
Almira menemukan bungkusan roti dalam kulkas, tanpa pikir panjang melahapnya saking rasa lapar yang mendera. Lampu temaram dapur tak terlalu kentara karena lampu yang paling terang sudah mati. Mungkin Alfindra benar-benar tak ingin membujuk Almira. Siapa dia? Mengharap belas kasih seorang Alfindra yang kejam.
"Ngomong-ngomong soal makan, suaminya tadi makan sama apa? Kenapa Alfin tak mencarinya? Apa dia ada wanita lain, yang mungkin dengan suka rela akan menyuapinya?" batin Almira.
Baru saja akan minum setelah menelan habis rotinya, ruang dapur mendadak terang benderang. Sejak kapan pria itu sudah berdiri disana? di bawah saklar lampu dapur.
"Kucing kecil yang malang," ledeknya tersenyum sinis. Bisa Almira lihat, senyum itu teramat mengerikan. Apakah ia akan dihukum lagi?
"M-mas, sejak kapan disana?" gagap Almira dengan tubuh bergerak mundur hingga membentur tembok.
"Sejak kamu mengendap ke dapur seperti ma*ling!" Alfin maju, lebih dekat ke arah Almira.
"Aku hanya sedikit lapar, apa mas sudah makan? Aku mengkhawatirkan mas Alfin karena tadi jam makan malam aku ketiduran dan ya, mas bahkan tak memanggilku!" Alibi Almira.
"Aku juga lapar. Kalau begitu kau buat lah makanan, aku tunggu." Alfin berbalik, seperti biasa ia akan menunggu di meja makan.
Almira menghela napas lega karena suaminya tak marah. Gegas ia mengecek bahan di dapur, karena belum sempat belanja Almira kembali menemui Alfin.
"Mas aku hanya bisa masak nasi goreng, Mas mau? Karena tadi belum sempat belanja, Mas belum kasih aku uang,--" Almira menjeda ucapannya.
"Is't oke. Masak yang ada!" potong Alfin membuat Almira mengangguk secepat kilat. Entah kenapa laki-laki itu tak lagi meninggi sejak memotong paksa rambutnya.
"Besok pagi-pagi ke kamarku, ketuk pintu sebelum aku ke kantor!" perintahnya seolah tanpa basa-basi Almira sudah paham apa maksud Alfindra.
"Ya, Mas!"
Almira berkutat di dapur. Sepiring nasi goreng ia sajikan di hadapan Alfin.
"Cuma satu?" Alfin menaikkan alisnya.
"Ah iya masih di dapur, nanti aku makan setelah Mas makan."
"Tubuhmu sudah jelek, jangan makan terlalu malam. Taruh semua di piringku!" perintahnya membuat Almira bimbang. Padahal tadi ia hanya menyisakan sedikit saja sebagai ganjal perut sampai pagi, sekarang? suami kejamnya itu malah meminta semuanya, apa dia sengaja.
Almira mengangguk, ia lantas kembali ke dapur untuk menambahkan nasi goreng ke piring Alfin.
Aroma lezat jelas membuat Alfindra sangat tak sabaran, memanggil Almira yang menurutnya lambat ke dapur.
"Cepat Al, kau mau membuat perutku buncit karena menunggu terlalu lama, hah?"
"Iya, Mas. Sabar!" Seketika Almira merutuk bibirnya yang lancang menyuruh Alfin sabar, akankah pria itu marah lagi setelahnya. Namun, entah kenapa reaksi Alfindra membuat Almira memberanikan diri menatap suaminya lebih lama. Sepertinya Alfindra mulai jinak jika berhadapan dengan masakan Almira.
"Suapi aku!" belum juga duduk suara berat khas Alfindra menuntut Almira.
Dengan cekatan ia menyuapi Alfin layaknya ibu pada anaknya. Almira type manusia lembut, mungkin hal itu juga yang membuatnya sabar menghadapi orang seperti Alfin. Andai Kak Hana yang di posisinya entah bagaimana wanita itu akan bersadar.
Ck! Almira lupa jikalau Hana adalah wanita spesial di hati Alfin. Sudah pasti wanita itu akan diperlakukan spesial juga, bahkan mungkin tak akan dibiarkan menyentuh wajan dan kompor di dapur. Membandingkan dirinya dengan sang kakak membuat hati Almira mencelos sakit, membayangkan jika Hana tiba-tiba datang kesini menyerahkan diri, apakah Almira nantinya akan dibuang?
Almira sudah akan menyuapkan ke mulut Alfin, akan tetapi tangan kekar itu merebut sendoknya dan malah menyuapkan nasi goreng itu ke mulut Almira.
"Eumm..."
Tanpa mengindahkan mulut Almira yang penuh, Alfin kembali menyuapkan satu sendok ke arahnya.
"Sudah, cukup! Ini punyaku, sekarang suapi aku," perintahnya membuat Almira hampir tak percaya. Aneh, sangat aneh! Bagaimana pria menyebalkan ini terlihat perduli meski terbilang kasar.
Setelah selesai, Almira membawa piring kotor ke dapur dan mengambil air minum untuk Alfin. Laki-laki itu bahkan tak tergerak untuk mengambil sendiri.
"Aku pamit tidur, Mas!"
"Hm."
***
Pagi-pagi buta, Almira keluar rumah untuk ke pasar. Kebetulan, kata satpam ada pasar tradisional di sekitar sini. Tak sempat membangunkan Alfin untuk meminta uang. Dua lembar merah terakhir di dompet semoga cukup untuk belanja hari ini.
Almira membeli beberapa sayuran juga daging ayam, udang, sosis dan masih banyak lagi. Beruntung menemukan pasar tradisional jadi ia bisa menghemat belanja, toh di pasar sebenarnya juga terjamin kebersihannya.
"Dia gak akan gatal-gatal kan makan makanan pasar," batin Almira bergumam. Satu kantong penuh belanjaan ia bawa pulang.
Masih pukul setengah enam, biasanya Alfin akan turun sekitar jam tujuh lebih yang artinya Almira masih punya banyak waktu untuk memasak. Dan capcay udang sayur tersaji di meja makan, lengkap bersama teman-temannya.
Almira mandi, sedikit memoles wajahnya dan menggunakan lipteen warna kalem agar tak pucat. Lantas menaiki tangga menuju kamar utama. Pelan, ia memberanikan diri mengetuk pintu.
Ceklek...
"Masuk!" titahnya membuat Almira mematung.
Jika hari ini Almira diperbolehkan masuk, kenapa tidak kemarin? Batinnya bertanya-tanya. Ragu memasuki kamar yang membuat da da Almira mendadak sesak.
"Ini, pakai buat belanja dan kebutuhan kamu! Dan ini, sepulang aku dari kantor nanti harus sudah rapi. Pergi ke salon, rapikan rambutmu!"
Almira menerima kartu berwarna gold milik Alfindra.
"Pin-nya tanggal pernikahan kita!"
Glekkk...
Apa ini, kenapa mendadak suami kejamnya itu berubah?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
ᴍ֟፝ᴀʜ ᴇ •
hehehehe
2023-12-12
2
Xoeman Diyah
ini pasti ada udang dibalik bakwan deh...😄😄
mngkin ini siasat Alfin,biar nnti Hana mau pulang?
2023-12-10
2
🍁𝐀𝐑𝐀❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
pasti ada udang dibalik batu batu ini
2023-08-07
2