Di kursi kebesarannya, Alfindra tengah menunggu Madel. Mempersiapkan meeting setengah jam lagi, Alfin masih punya sedikit waktu untuk bersantai sebelum meeting di ruang rapat.
Sesaat ia menatap layar pipih dengan penasaran, seharusnya Alfin bisa memantau apa yang tengah istrinya lakukan di mansion.
"Ck!" berdecak pelan, Alfin akhirnya membuka ponsel yang sudah terhubung dengan cctv mansionnya. Awalnya ia tersenyum puas melihat Almira membersihkan seluruh lantai bawah bahkan dengan cekatan mengepelnya.
"Benar-benar jackpot!" desisnya pelan tanpa sadar tersenyum. Namun, senyum itu tak bertahan lama saat melihat Almira naik ke lantai atas dan membuka kamar utama. Meski membawa alat bebersih, tetap saja gadis itu sudah berani diam-diam masuk ke ranah privasinya.
"Si al, aku lupa mengunci pintu kamar!" menggeram pelan lalu mengepal.
"Sepertinya aku harus menghukummu gadis kecil!"
Madel mengetuk pintu membuat kekesalan yang sudah di ubun-ubun seketika hilang karena ada hal yang lebih penting.
"Masuk," singkat Alfin membuat assistennya segera masuk ke dalam.
"Pagi Tuan, sebelum meeting saya akan melaporkan sesuatu. Nona Hana saat ini sedang berada di Seminyak- Bali bersama kekasihnya Tuan!"
"Oh, pantau terus keberadaannya. Pastikan kau memberitahuku jika gadis itu sudah tinggal bersama tua bangka Anton lagi. Aku akan membuat dia menyesali keputusannya," tegas Alfin datar.
"Siap Tuan. Oh ya, untuk dokumen yang akan digunakan rapat sudah saya siapkan."
"Kamu duluan saja, nanti aku menyusul."
Madel sekali lagi mengangguk lantas pamit.
"Sepertinya jika aku menyiksa Almira tak akan pernah memancing Hana kembali, apa aku harus memperlakukannya dengan baik?" pikir Alfin memikirkan segala siasat.
Beberapa menit kemudian Alfin kembali menyeringai dengan rencananya, "oke tapi aku tetap harus menghukummu Almira, karena sudah berani masuk ke kamarku!" gumamnya pelan.
Alfin keluar ruangan menuju ruang rapat dimana para staf kantor sudah menunggu.
"Pagi semuanya," sapa Alfin lalu duduk di kursi kebesaran, di sebelah kanannya ada Madel yang siap membuka jalannya rapat. Pertemuan para staf pagi ini adalah untuk membahas hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas kerja.
Setelah hampir dua jam, rapat usai dan mereka kembali ke ruangan masing-masing.
"Kau urus semuanya, aku akan pulang sebentar. Alfin melirik jam di pergelangan tangan. Masih pukul setengah sebelas, tapi ia sungguh tak tahan untuk pulang memarahi Almira. Gadis itu sudah seharusnya tahu batasan mana yang boleh disentuh atau tidak.
"Tuan mau kemana? Jam dua nanti ada pertemuan dengan wakil perusahaan Wilmark.
"Jika aku masih belum datang, kau bisa menggantikannya bukan?" Alfin menaikan alisnya. Selain kejam, ia juga bossy. Meski begitu, kinerjanya di Kingdom sangat bagus hingga perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan pangan itu berkembang pesat.
Madel mengangguk tak bersuara, apalagi CEO-nya itu langsung pergi.
***
"Almira!" teriaknya begitu turun dari mobil. Dua pengawal berjaga di depan pintu artinya gadis itu tak pergi sama sekali.
"Iya, Mas!" Almira masuk, ia habis dari berkebun di belakang mansion.
"Sut... Sut... Apa itu di tanganmu, ceroboh sekali. Biasakan cuci tangan setelah melakukan sesuatu," pekik Alfindra kala melihat Almira menyambutnya dengan tangan kotor.
"Wh, iya maaf Mas!"
Setelah mencuci bersih tangannya, gegas Almira mendekat pada Alfindra.
"Sini kamu," ajaknya ke lantai atas. Sesaat Almira mengernyit, sejurus kemudian tersenyum tipis meski tak terlihat.
"Jangan-jangan dia pulang hanya untuk bertemu denganku, kenapa aku jadi gugup gini," batin Almira berdebar. Ia segera mengikuti langkah Alfin ke lantai atas sebelum suami kejamnya itu naik pitam.
Brakk!
Almira menganga kala Alfin membuka pintu kamarnya dengan kasar.
Sesaat Alfin terdiam karena aroma apel menyeruak, membuatnya tiba-tiba merasa tenang.
"Ada apa, Mas! Maaf tadi aku lancang membersihkan kamarmu!"
Alfindra menoleh, menatap sinis Almira kemudian bersedekap dada.
"Siapa yang menyuruhmu!" bentaknya membuat Almira tersentak dan menunduk.
"Ampun, Mas!"
"Ck! Lupakan, karena kau membuatku marah, aku harus memberimu hukuman. Kau melihat foto-foto kakakmu disini, dan sudah lancang masuk ranah pribadiku," sinisnya. Alfin mengambil gunting yang tersimpan di laci nakas lalu mendekat ke arah Almira berdiri.
Merasa terintimidasi, Almira mundur selangkah apalagi melihat gunting yang ada di genggaman Alfin membuat hati Almira mendadak ciut.
"Mas mau apa?"
"Mau apa? Haha tentu saja menghukummu!"
Almira memejamkan matanya sambil menunduk, semakin dekat semakin dekat ia tak lagi menghindar dari Alfin. Almira pasrah apa yang akan laki-laki itu lakukan padanya. Bahkan jika harus ma ti hari ini di tangan suaminya, Almira pasrah.
Tubuh Almira menegang, kulit tangan kaki dan lehernya meremang kala Alfindra menarik rambutnya meski tak kuat.
Kressss...
Bahkan dengan mudahnya ia memotong rambut panjang Almira yang terikat menggantung. Bukan beberapa centi, melainkan lebih dari separuh rambut panjangnya yang asli.
"Aku tidak suka melihat rambut panjangmu," bisik Alfin di telinga membuat Almira sontak meraba tengkuknya kemudian membuka mata. Rambut panjangnya telah Alfin rampas padahal susah payah selama ini Almira merawatnya.
"Aku hanya suka rambut panjang Hana!" tegas Alfin membuat Almira tersentak sekaligus sakit bersamaan.
"Hukuman selesai." dengan santainya Alfin mengatakan itu. "Kamu boleh keluar sekarang dari kamarku, sekali lagi kamu masuk! Habis rambutmu!"
Almira menunduk, bulir bening membasahi pipinya. Segera ia turun dan berlalu dari kamar itu tanpa melihat Alfin. Terus menuruni tangga sambil terisak tanpa suara.
Setelah masuk kamarnya, Almira merosot di sudut, menundukkan wajah diantara kaki dan menangis frustasi. Siapa yang harus ia salahkan atas semua ini? Papanya atau kakaknya?
Mungkin kalau kakaknya yang menikah dengan pria kejam itu, nasib Almira akan berbeda. Ia bisa bekerja dengan tenang dan hidup bahagia layaknya teman seusia.
"Mira..." teriak Alfin. Namun, setelah kejadian tadi suasana mansion itu hening. Tak ada tanda-tanda Almira menyautinya.
"Kemana gadis itu!" serunya sambil mengintari dapur, ruang tengah, dan belakang mansion. Nihil, sudah pasti Almira saat ini berada di kamarnya.
"Almira keluar kamu!" teriaknya menggedor pintu.
Masih diam, bertahan dalam hening. Almira memilih menutup telinganya dengan telapak tangan dan menunduk dalam di sudut tembok kamarnya.
"Kau menantangku Almira! Kau mau aku menghukum dirimu lebih, buka pintunya atau aku akan menendang pintu kamar ini sampai jebol," ancam Alfin.
Almira mengusap air matanya kasar, lantas membuka pintu. Yang dia lakukan tetap menunduk tanpa berniat menatap ke arah suaminya. Hah suami? Apa pria kejam itu pantas Almira anggap suami?
"Kau menangis, heh?" tanya Alfindra mencengram dagu Almira hingga wajah sembab itu mendongkak memaksa Almira menatap ke arahnya.
"Lemah!"
Detik berikutnya, entah keberanian dari mana Almira menghempas tangan Alfin agar berhenti mencengkram dagunya.
"Dasar breng sek, apa kau pantas melakukan ini padaku karena Kak Hana? Katakan! Aku memang tak secantik kakakku dalam semua hal, tapi kamu gak perlu melakukan ini hanya karena kamu terobsesi padanya. Lantas, wanita lain tak pantas memiliki rambut panjang!" katanya sambil menahan isak.
Alfin terdiam menatapnya datar.
"Kau mau membangkang? Kau tahu hidupmu disini atas kendaliku, jadi menurutlah."
Almira tak menjawab, ia mundur segera menutup pintu dan menguncinya dari dalam.
"Almira, kau--"
Kembali ke kantor dengan emosi, Alfindra akhirnya menjadikan Madel dan yang lain sasaran atas kemarahannya. Almira mulai membangkang dan sekarang? Gadis itu malah membuatnya pusing tujuh keliling karena kepikiran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Xoeman Diyah
jangan lemah Almira...
km kalau kayak gitu trs,km bakal ditindas trs...
berani dikit apa? km jngan baperan,jelas" alfin terobsesi sama Hana,,, bentengi hatimu?
2023-12-10
3
Tarmi Widodo
sinting paksu
2023-12-01
1
Nofarahin Mohd Kamel
dasar laki tak berguna..harap² menyesal nanti..jgn dimaafkan 🤣
2023-12-01
3