Madel pamit pulang setelah memastikan tugasnya di mansion Alfindra selesai.
Alfindra menaiki tangga tanpa berniat mengajak Almira. Gadis itu mengekor layaknya pelayan pada majikannya, padahal sudah jelas sikap Alfin menunjukan ketidak sukaan. Saat meraih handle pintu, sesaat Alfin menoleh mendapati Almira mendongkak menatapnya.
"Ngapain kamu ngikutin?" serunya datar.
"Aku juga mau istirahat, Mas!" cicitnya takut.
"Haha istirahat? mimpi kamu, lebih baik kamu di kamar bawah, disana ada dua kamar pelayan, terserah kamu pilih yang mana!" seru Alfindra tanpa hati.
"Tapi, Mas? aku ini istrimu." Almira kekeh ingin ikut Alfindra, laki-laki itu sontak menatapnya lebih tajam dan sinis, sejurus kemudian terbahak karena tingkat pede Almira di atas rata-rata.
"Istri? Hahaha... Mulai sekarang, kamu cukup layani aku sebagai pelayan di rumah ini."
Alfindra melengos masuk tanpa menoleh lagi,
Glek...
Almira menelan ludahnya susah, ia tak menyangka kehidupan peliknya dimulai setelah menjadi istri seorang Alfindra.
Dengan sangat terpaksa kembali turun, ia menuju lorong yang bersebelahan dengan dapur. Dua kamar yang lebih mirip kamar kos seharga dibawah lima ratus ribu, miris. Ada kasur busa tipis disana dengan bantal dan guling masing-masing satu buah. Meski terlihat bersih dan rapi tetap saja hal itu berhasil membuat lubuk hati seorang Almira sakit.
Didorong oleh papanya, menggantikan Hana menikah dengan Alfindra adalah sebuah kesalahan besar dalam hidup Almira. Sebagai sesama anak kandung tak sepantasnya Anton berpilih kasih dan memilih melindungi Hana dan mengorbankan dirinya masuk dalam jerat seorang pria sekejam Alfindra.
"Andai mama masih hidup," cicitnya pelan. Tak terasa bulir bening meleleh dari ujung mata. Salahkah ia mengharap paling tidak sedikit saja belas kasih Alfindra?
Tok tok tok, ketukan pintu terdengar memekakkan telinga. Almira mengernyit heran tapi langsung sadar kalau di mansion mewah itu hanya ada dirinya dan Alfin setelah tadi Madel memecat semua pelayan, sudah pasti laki-laki itu yang menggedor pintunya dan berteriak.
"Almira, keluar kamu!" teriak Alfin.
Almira membuka pintu langsung keluar, "iya Mas? Ada apa?"
"Masih tanya kamu ada apa, heh? Siapin makan!" perintahnya.
"Bisa masak kan? Aku mau kamu masak, awas saja kalau tidak enak," sinisnya kemudian berlalu.
Almira mengusap dadanya, menyabarkan diri sendiri agar lebih kuat.
"Bisa, Mas!" sahutnya pelan menatap punggung tegap Alfindra yang menjauh.
Alfindra mengetuk-ngetuk meja makan sambil memperhatikan Almira yang berkutat di dapur. Letak dapur yang bersebelahan dengan meja makan membuatnya leluasa melihat apa yang tengah dilakukan wanita itu. Bukan berempati pada nasib mengenaskan Almira, Alfin malah turut menyiksanya dengan hal-hal di luar nalar.
Almira menata makanan di meja, tak bisa Alfin pungkiri aroma lezat masakan istrinya menusuk-nusuk hidung melambai minta dimakan. Namun, Alfin adalah pria kejam dengan gengsi segunung. Ia menunggu Almira melayaninya.
"Mau lauk apa, Mas?" tanya Almira.
"Menurutmu?" Alfin menaikkan alisnya dengan bibir menyeringai seram.
Dengan gesit dan tanpa banyak tanya Almira melayani Alfin tanpa tanya lagi. Meletakkan di hadapan Alfin dengan takut-takut.
"Silahkan Mas!"
"Layani aku," perintah Alfin tanpa bantahan. Almira hanya mengernyit bingung, bukankah definisi melayani seperti ini? Mengambilkan makan?
"Maksudnya?"
"Masih tanya lagi, suapi aku!" membuat Almira menganga tak percaya, akan tetapi dengan segera ia meraih piring yang telah disiapkan tadi beserta sendoknya.
"Enak," batin Alfindra merasakan masakan istrinya itu. Namun, Alfin sekali lagi adalah orang yang memiliki gengsi tinggi. Ia tak akan mengakui satu hal yang akan membuat Almira besar kepala.
Tak banyak komentar, setelah makan malam. Alfin naik ke lantai atas, sementara Almira masih harus mencuci piring dan membereskan meja makan.
Alfin menghempas tubuh di ranjang king size miliknya. Terpampang banyak foto-foto Hana di kamar itu, bukti bahwa Alfin sangat terobsesi memiliki kakak dari istrinya.
"Awas aja Hana, aku akan bikin kamu datang dengan sendirinya dan memohon di kakiku," seru Alfin diiringi seringaian tipis.
"Apakah Almira menyusahkanmu? Tanya Antonio di sambungan telepon. Meski kasih sayangnya lebih condong ke Hana, ia tetap ingin tahu bagaimana nasib putrinya setelah masuk kediaman Alfindra.
"Menurutmu? Berhenti menggangguku pak tua! Urus saja anakmu yang hilang, jangan sampai aku menemukannya lebih dulu!"
Glekkk.
Anton terhenyak, segera ia mematikan telepon sepihak. Setelahnya gelak tawa Alfin memenuhi kamar.
"Hana sia lan!" makinya.
"Berani sekali menolakku, cih! Kamu pikir kamu siapa hah?" Alfin merasa tak terima, baru kali ini ada orang yang terang-terangan menolaknya bahkan sampai kabur.
Pagi harinya, Alfin turun dengan pakaian sudah rapi. Kemeja putih dengan jass hitam melekat di tubuhnya. Aura tampan dan kejam jelas terlihat di wajah pria berusia dua puluh delapan tahun itu.
Almira membuat susu dan sanwich untuk sarapan. Sesaat terpaku pada pria yang kini tengah menatapnya datar tanpa ekspresi di ujung tangga. Perasaan baru kemarin menikah, apa pria itu akan langsung pergi bekerja hari ini? Mendadak Almira sedih, penikahan impian yang harusnya jadi ikatan sehidup semati dalam bahagia kini sirna karena pada kenyataannya Almira sendiri ragu apakah ia bahagia menikah dengan Alfin?
"Hari ini aku ada urusan, kau bisa membersihkan rumah, belanja bulanan atau berkebun terserah! Tapi ingat, jangan pergi tanpa pengawal. Satu jam lagi mereka akan datang," ujar Alfindra membuat Almira hanya mengerjap di tempat.
"Paham kan?"
"Ah iya, Mas! Sarapan dulu, aku sudah membuat sarapan untukmu, tapi maaf hanya sanwich tuna dan susu."
Alfindra yang tadinya tak tertarik mendadak dengan gerakan impulsif mendekat dan duduk di meja makan.
"Suapi aku!" titahnya membuat Almira gegas mendekat. Alfin melirik ke arahnya sinis.
"Apa kau sudah mencuci tanganmu?"
"Ah iya, maaf." Almira kelabakan, ia beringsut ke dapur untuk mencuci tangan di wastafel dan mengeringkannya segera. Mendekat ke arah Alfin dan duduk di kursi sebelahnya.
Tangan Almira terulur meraih sanwich dan menyuapkannya ke mulut Alfindra. Detik berikutnya tak ada ekspresi protes yang laki-laki itu tunjukkan.
Almira bersorak dalam hati, sepertinya suami kejam itu sangat menyukai masakan yang ia buat dua kali ini.
"Susu!" pintanya membuat Almira terkesiap saat menyadari sanwich di tangan sudah tandas oleh Alfin.
Kembali Almira meraih susu dalam gelas, memeganginya disaat Alfin minum.
Namun, di luar duga karena tiba-tiba Alfin dengan gerakan cepat meraup bibir Almira dan memindahkan susu ke mulut gadis itu.
"Begini cara menyuapiku susu!" tegasnya tersenyum puas. Tentu saja senyum yang sangat mengerikan bagi Almira.
Kejadian itu tentu membuat Almira mematung di tempat. Alfin segera menyodorkan tangannya meminta Almira mencium punggung tangan layaknya suami istri yang saling mencintai.
"Aku berangkat!" tegasnya singkat diangguki Almira.
Sepeninggal Alfin, gadis itu mulai membereskan meja makan dan mencuci perabot kotor di dapur. Setelah selesai, Almira menyapu lantai bahkan mengepelnya sampai bersih. Aroma apel menguar membuat lantai mansion itu seketika wangi dan segar.
Ceklek,
Almira bermaksud membereskan kamar-kamar atas termasuk kamar utama yang ditempati Alfin.
Glekkk...
Entah kenapa, mata Almira memanas melihat foto-foto kakaknya terpampang disana. Bukan hanya satu bahkan mungkin hampir memenuhi seluruh dinding kamar Alfindra.
LIKE KOMEN GIFT DAN FAV😍🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Jutawan Tafonao
/Chuckle//Silent/
2024-05-12
1
Amir Hasan
sbbggg
2023-12-06
1
adindabey _
ia almira lama2 jadi cintaaa🥰
2023-12-02
4