Waktu berlalu dengan cepat, tidak terasa musim dingin telah tiba dan pewaris tanah barat itu masih saja terperangkap di istana tanah selatan. Dia duduk menatap keluar dari jendela di kamarnya, dia masih belum bisa kembali ke istana tanah barat meski dia merasa dirinya sudah cukup kuat dibanding musim semi lalu. Tidak ada tanda-tanda sedikitpun dari ayahandanya akan memintanya pulang, dia masih belum dapat meninggalkan istana tanah selatan.
Istana tanah selatan bukanlah tempat yang buruk, Shura mengakui itu. Di istana ini, dia tetap diperlakukan dengan sangat baik, begitu juga dengan Akihiko yang selalu menemaninya latihan, walau kadang agak menjengkelkan karena penguasa tanah selatan itu selalu menggodanya. Bahkan boleh dikatakan, di mata semua penghuni istana selatan sekarang, Shura adalah tuan muda mereka, sosok yang paling dihormati setelah Akihiko.
Hubungan pewaris tanah barat dan penguasa tanah selatan sebenarnya cukup membingungkan. Tidak ada yang dapat mempungkiri bahwa penguasa tanah selatan itu sangat menyayangi Shura, anak dari rivalnya selama ini. Dari cara dia melatih dan mengajari Shura akan semua yang diketahuinya. Dari ilmu beladiri, penggunaan youki, tradisi youkai hingga kesastraan, politik dan taktik perang, semua yang ada berpendapat bahwa Akihiko sedang melatih penerusnya; melatih seorang pewaris tanah selatan, dan ditambah lagi dengan kenyataan Akihiko yang belum memiliki anak, berita yang bertiup itu semakin menyebar dan dipercayai semua yang ada, baik itu youkai dalam istana selatan maupun youkai luar istana yang kadang datang menemui Akihiko untuk keperluan politik.
Shura tidak pernah mempedulikan itu. Dia tidak tahu apa yang ada di dalam kepala Akihiko saat mendengar berita yang beredar itu. Namun, pewaris tanah barat itu bisa merasakan bahwa berita yang beredar tidak sepenuhnya salah, sebab dia masih ingat pembicaraan mereka pada malam musim semi lalu—malam di mana Akihiko meminta dirinya menjadi anaknya.
Apakah Akihiko benar-benar ingin mengangkatnya menjadi anak dan mewariskan semua yang dimiliki pada dirinya? Atau apakah penguasa tanah selatan ini berkeinginan membuatnya berdiri berseberangan dengan ayahandanya? Membuatnya melawan ayahandanya sendiri?
Shura hanya berpikir betapa bodohnya Akihiko jika itulah tujuannya, sebab, dia tidak akan pernah menghianati ayahandanya walau apa pun yang terjadi. Darah yang mengalir di dalam nadinya adalah darah dari penguasa tanah barat-darah Sesshoumaru. Itu adalah sebuah ikatan yang menghubungkan mereka berdua, kenyataan yang tidak akan pernah berubah. Meski ayahandanya tidak penah bersikap lembut terhadapanya, meski bagi ayahandanya, dirinya hanyalah alat, lalu, meski ayahandanya tidak pernah bertanya sedikit pun akan kabarnya semenjak dia hidup di istana tanah selatan. Pandangannya terhadap beliau tidak akan pernah berubah, dia tetap sangat menghormati dan mengaguminya.
Satu-satunya hal yang membuat Shura ingin pulang ke istana barat sebenarnya hanyalah lukisan yang dilihatnya di sisi timur istana tanah barat. Dia ingin sekali melihat lukisan itu lagi, melihat senyum musim semi yang sudah lama sekali tidak dilihat dan selalu diingatnya. Perasaan itu telah menumpuk dalam hatinya, perasaan yang akhirnya disadarinya merupakan kerinduan. Hanya obi gadis itu yang dimilikinyalah yang bisa menahan dirinya untuk berlari pulang ke istana tanah barat, walau pewaris tanah barat itu juga sudah mulai ragu, berapa lama obi itu bisa menahannya jika perasaan ini terus menumpuk?
"Shura-sama, Akihiko-sama meminta anda untuk menemuinya di ruangannya." Ujar Seorang pelayan tiba-tiba sambil membuka pintu kamar Shura sambil menundukkan kepalanya memberi hormat.
Mendengar itu, Shura hanya bisa menutup matanya. Dia tidak tahu apa yang diinginkan Akihiko darinya sekarang. Mengajaknya berburu? Bermain catur? Atau mendengar musik shamisen sambil meminum teh? Namun, karena, dia juga tidak memiliki kerjaan, tanpa berpikir banyak lagi, pewaris tanah barat itu langsung berdiri dan berjalan meninggalkan kamarnya menuju tempat dimana Akihiko telah menunggu.
Yang dilihat Shura saat pertama kali dia memasuki ruangan penguasa tanah selatan adalah penguasa itu sendiri serta seekor yokai katak kecil yang memegang sebuah tongkat berkepala seorang kakek dan wanita manusia-Jaken, bawahan ayahandanya.
"Shura-sama!" teriak Jaken keras sambil berlari mendekati Shura.
Shura hanya berdiri diam di tempatnya, ada kekesalan yang timbul dalam hatinya saat melihat Jaken, walau wajahnya tetap saja tanpa ekspresi, sebab tidak pernah telintas sedikit pun dalam hatinya bahwa dia akan melihat youkai cerewet dan pengecut ini di sini.
"Shura-sama, anda semakin mirip saja dengan Sesshoumaru-sama. Hamba bangga sekali!" ujar Jaken sambil menatap lekat-lekat Shura yang ada di depannya sambil menangis.
Wajah Shura tetap tidak berekspresi, Namun, saat pewaris tanah barat itu mendengar nama ayahandanya disebutkan, ada kegembiraaan yang memenuhi hatinya. Jaken adalah bawahan ayahandanya yang paling setia, meski tidak berguna, Shura tahu, ayahandanya mempercayai youkai kecil ini. Dan kini dia ada disini, tujuannya pasti hanya satu, "Apakah Ayahanda mengirimu untuk menjemputku pulang?" tanya Shura pelan.
Mendengar pertannyaan Shura, Jaken segera menggeleng kepalanya. "Bukan, Shura-sama. Shesshoumaru-sama mengirim hamba kemari untuk mengantarkan sebuah surat untuk Akihiko-sama."
Mendengar jawaban Jaken, kegembiraan yang ada dalam hati Shura langsung menghilang dan digantikan dengan kekecewaan. Ayahandanya bukan memintanya pulang, kedatangan Jaken hanyalah untuk keperluan politik semata, bukan untuk dirinya. Tanpa mengucapkan apa pun lagi, Shura langsung membalikkan dirinya dan berjalan keluar dari ruangan tersebut.
"Shura-sama! Mau ke mana anda? Tunggu!" teriak Jaken panik begitu melihat tuan mudanya berjalan keluar. Dia ingin mengejarnya, namun suara Akihiko menghentikannya.
"Katak kecil," panggil Akihiko sambil menatap Jaken. "Apa yang ingin disampaikan anjing itu padaku?"
"Namaku, Jaken. Dan beraninya kau memanggil Sesshoumaru-sama seperti itu!" balas Jaken penuh kemarahan. Namun saat dia melihat kedua mata biru langit Akihiko yang menatapnya dengan tajam, dia langsung terdiam, ada ketakutan dalam hatinya.
"I-ini.. Sesshoumaru-sama meminta hamba menyerahkan ini pada anda.." ujar Jaken terbata-bata sambil mengeluarkan sehelai surat dari dalam bajunya.
Akihiko mengambil surat itu dan segera membukanya. Sedetik kemudian penguasa tanah selatan itu langsung tertawa terbahak-bahak saat dia membaca surat itu, sedangkan Jaken hanya bisa diam membisu melihatnya. Dia tidak tahu apa yang tertulis, tapi apa pun itu, pasti bukanlah sesuatu yang lucu, sebab Sesshoumaru-sama tidak akan mungkin menulis sesuatu yang bisa membuat orang tertawa. Terlebih lagi, suara tawa ini sangat salah, suara tawa in terdengar sangat mengerikan.
"Sampaikan pada anjing itu, katak kecil," Ujar Akihiko tiba-tiba sambil menatap Jaken tajam. Mata biru langitnya telah brubah jadi merah darah karena amarah. "Aku tidak peduli dengan semuanya. Aku tidak peduli dengan perang antara barat dan utara."
Jaken hanya bisa menelan ludahnya dan membungkukkan kepalanya. "H-hamba mengerti, hamba akan menyampaikannya."
"Bagus. Sekarang keluar dari ruangan ini!" perintah Akihiko kemudian.
Jaken tidak mengucapkan apa pun lagi, dengan cepat dia segera berlari keluar meninggalkan Akihiko sendirian karena takut, sebab jika dia tetap di sana, nyawanya pasti akan melayang.
Sepeninggalan Jaken, Akihiko langsung meremas surat yang ada ditangannya. Kemarahan memenuhi hatinya. "Beraninya Anjing itu!" batinnya dalam hati.
Surat yang ada ditangannya hanya berisi satu kalimat, yakni.
...Jika kau membantu utara, Sesshoumaru ini akan menghancurkan selatan setelah utara hancur....
...Sesshoumaru....
Akihiko sudah lama mengetahui akan utara yang berusaha menyerang barat. Walau dia selalu merasa betapa bodohnya penguasa tanah utara, Takeru yang selalu beranggapan dia mampu menaklukkan barat. Utara tidak dapat dibandingkan dengan barat. Meski agak menjengkelkan, Akihiko mengakui, di jepang ini, baratlah yang paling kuat. Jumlah prajurit, kekuatan dan juga pendukung barat sama sekali tidak dapat dibandingkan dengan pihak mana pun.
Memang Takeru, sang penguasa tanah utara telah mengutusakan bawahannya ke istana tanah selatan untuk meminta bantuan. Takeru tidak dapat meminta bantuan timur, sebab Akiko, putri penguasa tanah timur merupakan selir dari Sesshoumaru, satu-satunya yang dapat diminta bantuan hanyalah selatan. Dan secara pribadi, Akihiko tidak pernah mempedulikan itu. Perang antara barat dan utara bukanlah perangnya.
Yang membuatnya sang penguasa tanah selatan ini marah sebenarnya hanyalah satu; apakah anjing itu sudah lupa bahwa anaknya ada di selatan? Apakah dia sudah lupa semenjak musim semi lalu, Shura telah tinggal di istana tanah selatan? Menghancurkan selatan? Begitu arogan. Tidak takutkah anjing itu, jika dia marah dan menggunakan Shura sebagai sandera? Tidak pernah sekali pun anjing itu menanyai keadaan Shura selama berada di sini. Dia yakin, berita akan dia yang menginginkan Shura menjadi penerusnya pasti sudah sampai pada telinga anjing itu, dan meneliti siapa Shura sebenarnya, Sesshoumaru pasti tahu bahwa ada kebenaran di dalam berita itu. Karena itu, mengapa Sesshoumaru tidak melakukan apapun? Mengapa dia tetap berdiam diri? Alat? Penerus? Memang itu sajakah arti Shura bagi Sesshoumaru? Begitu besarkah rasa bencinya pada anak kandungnya itu?
Sembilan tahun—tidak! Bahkan belum genap sembilan tahun.
Waktu yang sangat singkat bagi youkai yang memiliki batasan hidup yang lama, dan anjing itu telah melupakan 'Dia'. Anjing itu benar-benar telah kembali menjadi dirinya yang dulu, makhluk tidak berperasaan dan dingin. Telahkah anjing itu melupakan 'Dia'? Itu sajakah artinya 'Dia' bagi anjing itu?
....xOxOx....
Shura duduk di bawah sebatang pohon sakura yang telah tak berdaun dalam taman isatana tanah selatan. Mata emasnya terus menatap obi merah mudah yang ada di tangan kanannya, kekecewaan memenuhi hatinya, walau dia menolak untuk memperlihatkannya. Dia masih belum bisa pulang, ayahandanya masih belum mengijinkannya pulang, dia masih belum dapat melihat senyum musim semi yang dicintainya itu.
"Shura-sama!" teriak seseorang tiba-tiba.
Tanpa melihat pun, Shura tahu pemilik suara itu adalah Jaken, pengikut setia ayahandanya. Dia tidak memiliki suasana hati untuk meladeninya, karena itu, pewaris tanah barat itu tetap diam membisu ditempatnya.
"Shura-sama, ham—" Ujar Jaken. Namun ucapannya langsung terhenti saat dia melihat obi berwarna merah muda yang ada di tangan kanan Shura. Matanya terbelalak. "Shura-sama! Dari mana anda dapatkan obi itu?!" tanya Jaken panik.
"Bukan urusanmu." Balas Shura kalem walau ada keheranan dalam dirinya melihat kepanikkan Jaken. Jaken tidak mungkin tahu dari mana dia mendapatkan obi ini, kan?
"Shura-sama.." Ujar Jaken lagi dengan pelan, wajahnya memucat. "S-shura-sama.. Apakah anda menyusup ke dalam paviliun merah di sisi timur istana tanah barat?"
Shura sangat terejut mendengar pertanyaan Jaken, namun dia tetap bersikap tenang, dan dia menolak untuk menjawab pertanyaan Jaken dengan jujur. "Aku tidak mengerti maksudmu, Jaken? Obi ini milikku."
Mendengar jawaban Shura, Jaken segera berteriak. "Anda bohong, Shura-sama. Obi itu milik wanita! Obiitu tidak mungkin milik anda!"
"Obi ini milik Ibundaku!" teriak Shura penuh kemarahan. Dia tidak suka dengan nada bicara Jaken padanya, sebab bagaimana pun juga, statusnya lebih tinggi dari youkai kecil di depannya. Dan meski dia tahu dia yang salah di sini, dia tidak akan mengakuinya. Dia akan mempertahankan obi di tangannya sampai akhir.
Jaken langsung terdiam, matanya kembali terbelalak seakan dia tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Obi ini milik ibundaku, Akiko, putri penguasa tanah timur, Jaken. Apa maksudmu aku berbohong?" Lanjut Shura membohongi Jaken lagi.
Mendengar ucapan Shura, kemarahan memenuhi hati Jaken. "Tidak!" teriaknya keras. "Obi itu tidak mungkin milik Rubah betina itu! Obi itu milik Rin! Obi itu adalah hadiah dari Sesshomaru-sama untuk Rin!"
Dunia Shura bagaikan saat terhenti saat dia mendengar apa yang dikatakan Jaken. Mata emasnya langsung terbelalak, hatinya berdebar dengan sangat cepat tanpa diketahui sebabnya.
"Aku yang pergi mencari Onimura, youkai laba-laba sang pemintal benang untuk membuat kimono bererta obi itu bersama Sesshoumaru-sama! Aku yang mengantar obi itu pada Rin! Aku tidak mungkin salah! Obi itu hanya ada satu di dunia, jadi itu tidak mungkin milik Rubah betina itu!"
Shura hanya diam membisu. Jantungnya bagaikan berhenti berdetak lagi saat dia mendengar nama itu meluncur keluar dari mulut Jaken.
"Kupikir Sesshoumaru-sama yang mengambil obi itu dari kamar Rin. Tapi, ternyata kaulah yang mengambilnya, Shura-sama!"
"K-kenapa kau tahu?" tanya Shura pelan, mulutnya terasa sangat kering dan membuat dirinya mengalami kesulitan untuk mengeluarkan suara.
"Tentu saja. Akulah yang membersihkan kamar itu setiap minggu. Kau pikir siapa aku?! Yang boleh memasuki kamar Rin hanya aku seorang saja!" jawab Jaken penuh kebanggan sambil memukul dada dengan tangannya.
Rin.
Rin.
Rin.
Nama itu terus berputar dalam kepala Shura. Itukah nama gadis dalam lukisan itu? Rin? Ayahandanya mengenalnya? Ayahandanya yang terkenal sangat membenci manusia mengenal dia? Dan tidak hanya itu, Ayahandanya secara langung mencari Onimura untuk membuat kimono serta obi yang ada ditangannya sekarang untuk gadis itu? Siapa sebenarnya gadis itu? Apa hubungan gadis itu dengan Ayahndanya?
"R-rin..." ujar Shura pelan seakan nama itu begitu sulit diucapkan. "Siapa dia? Siapa Rin itu, Jaken?"
Mendengar pertanyaan Shura, Jaken langsung diam membisu. Dia segera mengangkat tangannya menutup mulutnya karena menyadari kesalahan yang telah dia lakukan. Ketakutan memenuhi hatinya, apa yang telah dia lakukan? Apa yang telah dia katakannya pada Shura?
"T-Tidak... hamba tidak mengatakan apa pun." Jawab Jaken gugup.
Shura tahu Jaken berbohong. Pewaris tanah barat itu berjalan mendekati youkai kecil di depannya, menatapnya dengan tajam. Dia tidak mungkin membiarkan kesempatan untuk mengetahui siapa gadis itu sebenarnya hilang begitu saja. "Jaken! Jawab pertanyaanku, siapa Rin itu?" perintah Shura dingin.
Jaken hanya bisa diam membisu, melihat Shura sekarang, dia bagaikan melihat Sesshoumaru. "H-hamba tidak tahu maksud anda, Shura-sama.. Aku tida— " jawab Jaken kemudian, namun ucapannya itu segera terhenti karena Shura telah mencengkeram lehernya dan mengangkat badan kecil itu dari atas tanah dia berpijak.
"Jawab pertanyaanku! Siapa Rin itu sebenarnya?!" teriak Shura penuh kemarahan, mata emasnya kini telah berubah jadi merah darah.
Jaken tetap diam membisu. Dia takut melihat Shura yang ada di depannya. Namun, dia tetap diam membisu, sebab dia tidak akan mungkin menjelaskan siapa sebenarnya Rin itu pada pewaris tanah barat di depannya. Dia memang pengecut, hanya saja untuk hal ini, meski dia akan mati, dia tetap akan menrahasiakannya.
Melihat jaken yang tetap tidak menjawab, kemarahan dalam diri Shura semakin memuncak. Dia memperkuat cengkeraman leher Jaken. "Jawab pertanyaanku, Jaken. Siapa Rin itu?"
Jaken segera menutup matanya, dia tidak berani melihat mata merah darah Shura. Dia tahu, ajalnya pasti telah tiba, dia pasti akan mati di tangan pewaris tanah barat ini sekarang. Namun, tiba-tiba saja suara seseorang menghentikannya.
"Lepaskanlah katak kecil itu, Shura."
Shura tidak melepaskan cengkeraman tangannya. Dia tahu siapa itu, dia sudah bisa mencium bau dan merasakan aura kehadirannya sejak tadi, penguasa tanah selatan, pemilik istana ini; Akihiko.
"Lepaskan dia, Shura." Perintah Akihiko lagi.
Dengan pelan Shura akhirnya melepaskan cengkeraman tangannya dan menjatuhkan Jaken ke atas tanah. Jaken langsung terbatuk-batuk dan saat dia mengangkat kepala, matanya kembali bertemu dengan sepasang mata merah darah pewaris tanah barat.
"Jawab pertanyaanku, Jaken? Siapa Rin?" tanya Shura lagi untuk kesekian kalinya.
Jaken langsung menundukkan kepala ke bawah, menolak untuk menatap mata merah darah itu dan tetap diam membisu. Melihat itu, Shura tahu, Jaken tidak akan menjawab pertanyaannya tidak peduli berapa kali dia bertanya. Youkai kecil itu akan menjaga rahasia jati diri gadis dalam lukisan itu meski nyawanyalah bayarannya. Warna merah darahnya kembali menjadi emas, dan tanpa membuang waktu lagi, pewaris tanah barat itu langsung membalikkan diri, berjalan untuk meninggalkan taman istana tanah selatan.
"Ke mana kau akan pergi, Shura?" tanya Akihiko.
"Pulang," Jawab Shura tanpa menolehkan kepalanya sedikit pun pada Akihiko. "Aku akan pulang ke istana tanah barat. Aku akan bertanya langsung pada Ayahanda."
Mata Jaken terbelalak mendengar jawaban Shura, dia langsung bangkit dan menarik kaki pewaris tanah barat itu. "Jangan, Shura-sama! Jangan bertanya siapa Rin itu sesungguhnya pads Sesshoumaru-sama! Hamba mohon, jangan bertanya padanya!" pinta Jaken penuh ketakutan.
Shura tidak mempedulikan permintaan Jaken, dia terus berjalan menjauh tidak mempedulikan Jaken yang ada di kakinya. Dia tidak mengalami kesulitan sedikit pun untuk bergerak, Jaken tidak akan mungkin menghentikannya untuk mencari kebenaran akan siapa sebenarnya Rin itu.
"Kau tidak boleh meninggalkan tempat ini, Shura." Ujar Akihiko tiba-tiba.
Langkah kaki Shura langsung terhenti saat dia mendengar apa yang diucapkan Akihiko. Dengan pelan dan penuh kebingungan, dia membalikkan wajahnya menatap penguasa tanah selatan sekaligus gurunya itu.
"Kau pikir, kau bisa datang dan pergi sesuka hatimu?" tanya Akihiko lagi sambil menatap Shura dengan tajam. "Kau tidak boleh meninggalkan istanaku, Shura."
Kemarahan memenuhi hati Shura. Dia mengangkat bibirnya dan memperlihatkan seringai giginya yang tajam penuh amarah, matanya kembali berubah warna jadi merah darah. Apa maksud Akihiko? Tidak mengijinkannya meninggalkan istana selatan? Apa haknya menahan dirinya di tempat ini?
"Kau tidak punya hak untuk menghentikan aku, Akihiko-sama!" teriak Shura.
Ekspresi wajah Akihiko tetap tidak berubah saat melihat kemarahn Shura, tetap tenang. "Aku tidak memerlukan hak untuk menghentikanmu."
Shura tidak mempedulikan apa yang dikatakan Akihiko, dia kembali membalikkan badannya dan berjalan menjauh. Namun, baru selangkah dia melangkah, sebilah pedang telah menempel di lehernya.
"Kubilang kau tidak boleh meninggalkan istanaku, Shura." Ujar Akihiko yang memengang pedang itu dengan dingin. Ada nada memerintah dalam ucapannya itu.
Jaken yang melihat apa yang terjadi hanya bisa gemetar ketakutan. Mata youkainya sama sekali tidak bisa menangkap gerakan peguasa tanah selatan yang cepat itu. Namun, Shura tidak peduli, dia segera menepis pedang yang ada di lehernya dengan menggunakan tangannya.
"Minggir kau!" teriak Shura penuh kemarahan, mata merah darahnya langsung menatap tajam mata biru langit Akihiko.
"Kalahkan aku dulu jika kau benar-benar ingin kembali ke barat."
Mata Shura terbelalak karena terkejut mendengar ucapan Akihiko. Namun, sejenak kemudian, kemarahan kembali mengambil alih pikirannya. Dia tidak tahu apa dan mengapa Akihiko tidak mengijinkannya pulang, tapi dia tidak peduli. Dia ingin bertanya pada Ayahndanya sekarang, mengenai siapa Rin itu, mengenai apa hubunganya dengan Ayahandanya; mengenai apa hubungan Rin dengan dirinya.
"Jika itu maumu, kuterima tantanganmu." Balas Shura penuh kemarahan dan tiba-tiba saja angin bertiup kuat hingga mengangkat rambut perak panjang pewaris tanah barat itu ke atas. Asap berwarna merah pekat tiba-tiba muncul mengelilingi sosoknya.
Jaken langsung melepaskan tangannya yang memegang kaki Shura dan berlari menjauh. Dia tahu, Shura akan kembali ke sosok asli youkainya untuk meghadapi Akihiko, dan dia tidak ingin terlibat dalam pertarungan yang bisa saja mencabut nyawanya.
Saat asap merah itu menghilang, sosok Shura telah digantikan dengan seekor anjing putih besar dengan mata merah seperti darah. Ukurannya sekitar sepuluh meter dengan satu garis di pipi serta tanda bulan sabit di dahinya. Dia menggeram penuh kemarahan menatap Akihiko yang ada di depannya, air liurnya yang beracun mengalir menurun ke bawah dan kukunya yang tajam serta runcing telah bersiap-siap untuk menyerang.
Akihiko hanya berdiri diam di tempatnya menatap sosok asli Shura—seekor anjing putih besar. Melihat sosok ini, dia hanya dapat kembali berpikir, Shura benar-benar merupakan anak Sesshoumaru, sebab sosok aslinya benar-benar mirip sekali, tidak ada bedanya. Kemiripan yang sangat luar biasa, dan oleh sebab itulah dia tidak boleh membiarkan Shura pulang ke istana barat untuk menemui Sesshoumaru lagi. Jika Shura pulang ke istana barat, dia pasti akan tumbuh besar seperti Sesshoumaru yang kejam, dingin dan tidak berperasaan.
"Kau tidak akan kembali lagi ke istana tanah barat, Shura." Ujar Akihiko pelan dan sedetik kemudian, angin kembali bertiup mengelilingi badannya begitu juga dengan asap berwarna biru. Saat asap itu menghilang, sosoknya telah berubah menjadi seekor serigala putih besar. Ukurannya yang tiga kali lipat lebih besar dari pada Shura. Giginya sangat besar, runcing dan tajam, begitu juga dengan kuku kakinya.
Sosok asli penguasa tanah selatan tersebut pasti dapat membuat takut makhluk apapun yang melihatnya ketakutan. Namun, Shura tidak memperlihatkan ketakutan sedikit pun. Mata merah darahnya hanya memperlihakan kemarahan dan tekad untuk mengalahkan youkai di depannya. Dengan gerakan yang cepart tanpa ragu, pewaris tanah barat itu meloncat sambil membuka mulutnya untuk menikam leher Akihiko.
Akihiko yang melihat Shura menyerangnya pun membuka mulut besarnya tanpa untuk balas menyerang. Dia tidak akan segan-segan dalam menghadapi Shura sekarang. Dia tidak akan membiarkan Shura pulang ke barat lagi, dia tidak akan membiarkan Shura menjadi seperti Sesshoumaru.
Demi Shura dia akan melakukan itu.
Demi Rin.
....xOxOx....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments