"Angkat pedangmu lebih tinggi, pusatkankan youkimu dan salurkan pada pedangmu." Perintah Akihiko sambil menghindari serangan Shura.
Shura menuruti perintah Akihiko, dia mengangkat pedangnya lebih tinggi dan menyalurkan youkinya pada pedang tersebut. Akihiko tersenyum melihat apa yang dilakukan Shura. Pewaris tanah barat itu tidak pernah mengalami kesulitan besar dalam menjalankan setiap instruksinya, dan apa pun yang diajarkannya, pasti akan diserap dengan cepat.
"Kerahkan youki yang ada pada ujung pedangmu dan luncurkan keluar." Perintah Akihiko lagi. Mendengar ucapan Akihiko itu, tanpa membuang waktu yang ada, Shura langsung meloncat ke belakang dan melakukan apa yang diucapkan Akihiko.
Seberkas cahaya hijau meluncur keluar dari ujung pedang di tangan Shura mengincar Akihiko, dan penguasa tanah selatan itupun segera mengangkat pedangnya untuk menahan serangan tersebut. Serangan itu tidak melukai Akihiko sedikit pun, namun badannya jelas terdorong ke belakang beberapa sentimeter. Mau tidak mau, Akihiko harus mengakui, kekuatan Shura benar-benar mirip dengan Sesshoumaru. Di dunia ini sekarang, mungkin dialah youkai kecil terkuat yang ada.
"Bagus sekali. Shura. Jangan pernah lupakan apa yang baru saja kau lakukan." Puji Akihiko sambil tersenyum dan menurunkan pedangnya.
Shura hanya mengangguk kepala mendengar pujian Akihiko. Wajahnya tetap tidak berekspresi, seakan pujian tersebut sama sekali tidak ada artinya, dan hal itu langsung membuat senyum di wajah penguasa tanah selatan itu menghilang. "Setidaknya perlihatkanlah senyum atau sedikit ekspresi di wajahmu."
"Jangan menyuruhku melakukan hal yang tidak berguna seperti itu." Balas Shura pelan sambil menatap lurus Akihiko dengan wajah yang tetap tidak berekspresi.
Ucapan Shura kembali membuat Akihiko tersenyum, walau Shura juga tahu, itu adalah sebuah senyum mencemooh, "Sikap yang mirip dengan anjing itu, darah memang tidak bisa dilawan," ujar Akihiko sambil menyarungkan pedangnya dan membalikkan badan berjalan menjauh. "Latihan hari ini cukup sampai sini."
Shura tetap tidak mengatakan apa pun, namun, dia menundukkan kepalanya sedikit sebagai tanda hormat kepada penguasa tanah selatan yang telah menjadi gurunya sekarang. Mata emasnya terus mengikuti gerakan youkai di depannya. Lalu, saat Akihiko benar-benar telah menghilang dari pandangannya, dengan gerakan yang cepat tanpa ragu, Shura menyarungkan pedang dan berjalan meninggalkan tempat latihan itu menuju kamarnya.
Seminggu telah berlalu sejak pemburuan dan taruhan mereka—taruhan yang akhirnya dimenangkan Shura. Namun, pewaris tanah barat itu sendiri tidak pernah mengakui kemenangannya, sebab dia tahu, penguasa tanah selatan itu sengaja membiarkannya menang. Dalam pemburuan itu, Akihiko sama sekali tidak berburu, dia hanya mengikuti Shura dan melihatnya berburu hingga saat sore tiba. Saat pemburan mereka telah berakhir, penguasa tanah selatan itu bertepuk tangan mengatakan Shura menang dan latihan mereka akan dimulai besok.
Latihan dengan Akihiko tidaklah sepeti latihan dengan Ayahndanya. Dia mengakui, Akihiko adalah tipe seorang guru yang lumayan lembut jika dibandingkan Ayahndanya. Sebab, selama seminggu latihan mereka telah dimulai, dia tidak pernah mengalami sedikitpun luka atau memar, dan tidak hanya itu, Akihiko tidak hanya mengajarkannya cara menggunakan pedang dan kekuatannya, penguasa tanah selatan itu juga mengajarinya kesastraan, taktik perang, politik yang ada di dunia youkai—segala sesuatu yang juga dipelajarinya di istana tanah barat, dengan kata lain, penguasa tanah selatan itu sedang mengajarinya bagaimana cara menjadi seorang penguasa.
Shura tidak mengerti akan sikap Akhihiko. Penguasa tanah selatan tersebut dan Ayahndanya bukanlah sahabat, dan dari sikapnya yang selalu menatap dirinya dengan pandangan mencemoh sambil mengatakan betapa miripnya ia dengan ayahandanya, dia bisa merasa bahwa Akihiko tidak menyukai Ayahandanya. Karena itu dia tidak mengerti, kenapa dia mau melatihnya? Kenapa dia mau melatih pewaris tanah barat? Apa sesungguhnya hubungan Akihiko dengan Ayahandanya?
Dengan kepala yang masih berisi pertanyaan-pertanyaan tidak terjawab, kaki Shura yang sedang berjalan menuju kamarnya menyusuri koridor di samping taman istana tanah selatan yang dipenuhi pohon sakura yang sedang bermekaran.
"Shura-sama, apakah latihan anda telah selesai?" tanya suara lembut seorang wanita tiba-tiba.
Pewaris tanah barat itu segera membalikkan wajah menatap pemilik suara itu. Seorang youkai wanita, atau lebih tepatnya, Tsubasa, selir kesayangan penguasa tanah selatan sedang berdiri sambil tersenyum menatapnya dalam taman, "Apakah anda tidak keberatan menemani hamba, Shura-sama?" tanyanya lagi.
Shura hanya berdiri dengan wajah tanpa ekspresi mendengar undangan Tsubasa. Tsubasa adalah youkai burung. Wujud manusianya memiliki kulit putih dengan mata dan rambut berwarna merah. Diantara berpuluh-puluh selir yang dimiliki Akihiko, Tsubasa adalah yang tercantik, mungkin itulah yang membuatnya menjadi kesayangan Akihiko.
Selama berberapa minggu di istana ini, Shura sudah cukup mengenal sifat Akihiko. Penguasa tanah selatan ini cukup berbeda dengan Ayahandanya, dia adalah youkai yang sangat santai, suka seenaknya dan memiliki banyak selir. Namun, yang membuat bingung Shura adalah meski memiliki banyak selir, Akihiko tidak memiliki pasangan sah dan juga penerus.
"Bunga sakura yang bermekar akan gugur tidak lama lagi. Musim semi akan segera berakhir. Keberatankah anda menemani hamba menikmati keindahan ini, Shura-sama?" tanya Tsubasa kesekian kalinya lagi dengan lembut.
Apa yang diucapkan Tsubasa berhasil membuat pewaris tanah barat itu tersadar dari apa yang sedang dipikirkannya, dan dia mengakui, selir penguasa tanah selatan itu memang tidak salah, musim semi akan segera berakhir, bunga sakura yang bermekaran dengan indah ini akan segera berguguran. Bagi Shura yang sudah tidak memiliki kegiatan lagi, undangan tersebut tidaklah terdengar begitu buruk.
Tsubasa hanya kembali tersenyum saat melihat Shura melangkahkan kaki ke dalam taman menuju arahnya. Shura memang tidak menjawab udangannya, namun selir penguasa tanah selatan ini tahu, pewaris tanah barat itu telah menerima undangannya. Selalu tenang dan tanpa ekspresi, lebih mengutamakan aksi dari pada kata untuk menjawab pertanyaan seseorang—sesuai kata Akihiko, Shura benar-benar menwarisi semua sikap dan sifat Sesshoumaru, penguasa tanah barat.
"Mari." Ajak Tsubasa membimbing Shura menuju bagian terdalam dari taman itu.
Sebuah tempat telah disediakan di dalam taman itu. Di bawah sebatang pohon sakura yang sangat besar dan bermekaran dengan indah, kursi, teh telah disediakan, demikian juga dengan sebuah shamisen. Beberapa pelayan yang ada di sana segera bergerak menghampiri Tsubasa dan Shura saat melihat mereka berdua. Dengan gerakan yang penuh hormat dan hati-hati, para pelayan itu mempersilakan Tsubasa dan Shura menduduki tempat yang telah dipersiapkan. Seorang pelayan yang ada langsung memainkan shamisen yang ada, dan nada lembut shamisen yang dipetik pun langsung membuat suasana menjadi semakin damai dan tenang.
"Apakah anda cukup nyaman berada di sini, Shura-sama?" tanya Tsubasa tiba-tiba sambil menatap Shura yang duduk di sampingnya.
"Lumayan." Jawab Shura singkat.
"Syukurlah kalau begitu," senyum Tsubasa. "Jika ada yang tidak berkenaan dalam hati anda mengenai istana ini, dan jika pun anda memerlukan sesuatu, silakan sampaikan pada hamba. Hamba akan berusaha sebisa mungkin membantu anda."
"Kenapa kau selalu memperlakukanku dengan penuh hormat seperti itu?" tanya Shura tiba-tiba begitu mendengar ucapan Tsubasa. Selir kesayangan penguasa tanah selatan ini adalah youkai yang sangat aneh baginya. Meski sama dengan ibundanya, seorang selir dari seorang penguasa, dia tidak pernah tamak, penuh keirian dan kebencian. Selir ini sangat baik, rendah diri, dan yang paling penting selalu memperlakukan dirinya yang merupakan pewaris tanah barat dengan sangat hormat sejak pertemuan pertama mereka.
Mata merah Tsubasa terbelalak karena terkejut saat mendengar pertanyaan Shura, namun sejenak kemudian, senyum kembali terukir di wajahnya. "Karena ini ada hal yang sepatutnya hamba lakukan, Shura-sama."
"Apakah ini adalah perintah dari Akihiko-sama?"
"Tidak, Shura-sama. Akihiko-sama tidak pernah memerintahkan hamba bersikap seperti ini pada anda. Hamba melakukan ini, murni dari kehendak hamba sendiri, tanpa paksaan orang lain."
"Mengapa?"
Tsubasa tidak menjawab pertanyaan Shura itu, dia hanya tersenyum dan membuat pewaris tanah barat itu kebingungan, walau dia tidak menunjukkannya. Namun, pewaris tanah barat itu juga tahu, dia bisa merasakan youkai di depannya tidak akan menjawab pertanyaan itu. Dan jika selir ini tidak mau menjawab, dia juga tidak akan bertanya lebih lanjut lagi, sebab dia tidak begitu tertarik untuk mendengar jawabannya.
"Kau sama anehnya dnegan Akihiko-sama." Ujar Shura tiba-tiba sambil menolehkan padangannya pada bunga sakura di sekeliling mereka.
"Maafkan hamba, Shura-sama. Apa maksud ucapan anda, 'aneh'?" tanya Tsubasa kebingungan.
"Dia melatihku dan kau bersikap begitu hormat padaku. Aku tidak tahu apa yang ada dalam kepala kalian sekarang. Namun, jika kalian berpikir untuk membuatku berhutang budi dan berniat memanfaatkanku kelak, maka lupakan itu. Aku tidak akan sebodoh itu." Balas Shura sambil menolehkan kepala pada Tsubasa, sepasang matanya menatap tajam selir di depannya.
Mata Tsubasa terbelalak mendengar jawaban serta melihat tatapan mata Shura. Namun, sejenak kemudian, dia tertawa. "Akihiko-sama dan hamba tidak pernah berpikir demikian, Shura-sama. Akihiko-sama memang benar, anda memang mirip sekali dengan Sesshoumaru-sama."
Mendengar nama Ayahandanya di sebutkan, Shura kembali bertanya, "Kau mengenal Ayahandaku?"
Tawa Tsubasa terhenti, dengan senyum yang masih ada di wajahnya, dia mengangguk kepala. "Iya. Hamba mengenal Ayahanda anda, Sesshoumaru-sama."
Shura tetap menatap Tsubasa dengan wajah tanpa ekspresi, namun jauh di dalam hatinya, dia cukup terkejut. Dilihat dari tawa dan juga ucapan yang ada, pewaris tanah barat ini tahu, selir ini sepertinya cukup mengenal Ayahdanya dengan baik.
"Apakah kau mencintai Ayahandaku?" tanya Shura lagi dengan tenang, sebab dalam pikirannya, itulah satu-satunya kemungkinan mengapa selir ini bersikap penuh hormat kepadanya. Dia pasti ingin mencari informasi akan Ayahandanya. Banyak youkai wanita yang menginginkan ayahandanya dari dulu sampai sekarang, siapa yang tidak ingin menjadi pasangan sah dari penguasa barat? Menjadi ratu dari barat.
Mata Tsubasa kembali terbelalak, "Tidak, Shura-sama. Hamba tidak memiliki perasaan seperti itu pada Sesshoumaru-sama. Yang hamba cintai hanyalah Akihiko-sama, meskipun beliau tidak pernah mencintai hamba." jelasnya kumudian sambil tertawa.
"Tidak pernah mencintaimu?" tanya Shura lagi dengan kalem, walau dalam hatinya, dia kembali bingung, sebab dia tahu dengan jelas bahwa Tsubasa adalah selir kesayangan Akihiko. Namun sejenak kemudian, sebuah senyum menyeringai terlintas di wajah pewaris tanah barat itu. "Ternyata ada juga kemiripannya dnegan Ayahanda."
"Maksud anda?"
"Youkai adalah makhluk yang tidak berperasaan. Makhluk yang tidak mengenal cinta. Baginya, kau serta selir-selir lainnya sama pasti sama dengan artinya ibundaku, Akiko bagi Ayahandaku—alat. Ternyata dia cukup sama dengan Ayahanda dalam hal ini." Jawab Shura sambil tersenyum sinis.
Tsubasa tidak berkata apa pun, namun sejenak kemudian, sebuah senyum mengembang di wajahnya. "Anda salah, Shura-sama. Akihiko-sama bukanlah youkai yang tidak mengenal cinta."
Shura tidak mengucapkan sepatah katapun, dia hanya menatap Tsubasa dalam diam, dan Selir kesayangan penguasa tanah selatan ini tahu, pewaris tanah barat ini tidak mempercayai ucapannya.
Tsubasa kemudian membalikkan wajah menatap sakura-sakura yang ada di sekeliling mereka, "Taman ini sangat indah, bukan?" tanyanya pelan.
Shura mengangguk kepala untuk menjawab pertanyaan Tsubasa. Dia mengakui bahwa taman ini memang sangat indah, namun, seindah apapun taman ini, taman yang dilihatnya di sisi timur istana tanah barat jauh lebih indah—taman milik gadis dalam lukisan itu lebih indah.
"Percayakah anda, bahwa sampai sekitar sembilan tahun yang lalu, taman ini sama sekali tidak ada. Tanah taman ini hanyalah sebidang tanah tanpa sebatang rumput pun tempat Akihiko-sama berlatih pedang." Jelas Tsubasa sambil menolehkan wajah menatap Shura kembali
Shura hanya diam membisu mendengar penjelasan Tsubasa, sebab dia tidak mengerti maksud dari ucapan Tsubasa sekarang.
Tsubasa kemudian mengangkat kepala menatap bunga sakura di atas mereka. Sebuah senyum tipis terlintas di wajahnya. "Ada yang mengatakan pada Akihiko-sama. Jika ada bunga sakura yang tumbuh di sini, tempat ini pasti akan sangat indah. Pada musim semi, saat bunga sakura telah mekar dengan begitu indahnya, semua penghuni istana pasti bisa mengadakan hanami di sini. Lalu, dia pasti akan datang lagi untuk memainkan shamisen, bernyanyi dan menari untuk merayakan musim semi yang selalu dicintainya. Setelah itu, Akhiko-sama pun membuat taman sakura ini. Beliau membuatnya untuk dia, agar dia mengingat janjinya untuk kembali ke istana ini untuk memainkan shamisen, benyanyi dan menari. "
Shura tetap diam membisu, mendengar ucapan Tsubasa, pewaris tanah barat itu tidak tahu harus berkata apa.
"Dan benar. Saat musim semi, saat bunga sakura telah mekar, dia datang sesuai janjinya. Dalam hanami, dia memainkan shamisen, benyanyi dan menari. Tidak ada yang dapat melupakan suara shamisen yang dipetiknya, suara nyanyianya yang lembut serta tariannya yang memesonakan saat itu. Begitu indah, sangat memesonakan, tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Ekspresi wajah Akihiko-sama saat melihat dia begitu lembut, penuh dengan perasaan, dan detik itu juga aku tahu, beliau mengenal apa itu cinta. Dalam hidupnya, beliau pernah mencintai seorang. Akihiko-sama mencintainya, sungguh mencintainya, terus mencintainya hingga sekarang. Mencintainya walau Akihiko-sama sudah tahu dari awal hingga akhir, dia tidak akan pernah memilihnya."
"Apakah kau tidak membenci dia yang dicintai Akihiko-sama seperti itu?" tanya Shura tiba-tiba dengan pelan.
Tsubasa tersenyum dan kembali menurunkan kepala menatap Shura, "Bagaimana aku bisa membencinya? Siapa pun yang mengenalnya tidak akan mungkin dapat membencinya. Dia yang begitu bersih, begitu polos, suci dan murni. Makhluk yang sangat menakjukkan. Terlalu menakjukkan hingga membuat siapa yang melihatnya pasti akan berpikir keberadaannya di dunia adalah keajaiban. Ah, tidak. Dia memang keajaiban, wanita itu memang merupakan sebuah keajaian di dunia ini."
....xOxOx....
Shura tetap duduk di tempatnya menikmati bunga sakura meski matahari telah digantikan bulan, meski dia kini tinggal sendirian di taman istana tanah selatan, sebab Tsubasa yang tadi menemaninya telah mempermisikan diri untuk kembali ke kamarnya. Pewaris tanah barat itu mengosongkan kepala, dia tidak memikirkan apapun, sebab dia tidak akan mungkin menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepalanya sekarang. Semua yang ada sangat membingungkan.
"Kau masih di sini? Bagus sekali, temani aku melewati malam ini di sini." Ujar seseorang tiba-tiba.
Shura tidak membalas ucapan orang itu, sebab dia tahu siapa itu. Dia sudah tahu siapa yang mendekatinya sejak tadi. Aura yang dimilikinya sudah memberitahunya sejak tadi. Aura mengerikan milik pemilik istana ini, Akihiko-sama.
Akihiko langsung duduk di samping Shura dan mengangkat kepala menatap bunga sakura dan langit malam di atas. Tidak ada yang mengucapkan sepatah kata pun, mereka hanya duduk diam membisu membiarkan angin malam serta helaian kelopak bunga sakura yang gugur melewati badan mereka.
"Seperti apa dia?" tanya Shura tiba-tiba tanpa menolehkan kepala menatap Akihiko memecahkan keheningan yang ada.
Tidak mengerti maksud Shura, Akihiko menolehkan kepala menatap pewaris tanah barat itu.
"Dia—wanita yang kau cintai." lanjut Shura pelan sambil menolehkan kepala mentap Akihiko.
"Ah.. Tsubasa menceritakannnya padamu, ya?" tanya Akihiko sambil tersenyum.
Shura mengangguk kepala.
"Kenapa kau ingin tahu?" tanya Akihiko lagi.
"Tidak perlu menjawab jika anda tidak ingin." Balas Shura kalem.
Akihiko tertawa mendengar ucapan Shura, dan kemudian, dia menolehkan kepala kembali pada bunga sakura dan langit malam di atas. "Dia seorang wanita yang sangat bodoh, apa pun yang diucapkannya selalu tidak ada gunanya. Dia juga sangat cerewet, jika sudah berbicara, mulutnya sulit sekali disuruh diam. Dia terlalu berani, bahkan saat aku memperlihatkan wujud asliku dan mengancam akan membunuhnya, dia tertawa dan mengatakan wujud asliku sangat menawan..."
Sebuah senyum lembut tiba-tiba melintas di wajah Akihiko, demikian juga dengan mata biru langitnya; Sebuah ekspresi wajah yang tidak pernah disangka Shura dimiliki penguasa tanah selatan ini.
"Lalu, dia sangat polos, bahkan lebih polos dari anak kecil. Dia juga sangat lembut, sangat hangat, sangat baik... Selalu menyukuri segala yang ada, selalu tersenyum, penuh semangat dan sangat cantik... Sangat-sangat cantik..."
"Cantik? Apakah dia lebih cantik dari ibundaku?" tanya Shura tiba-tiba.
Akihiko kembali menolehkan kepala menatap Shura, terkejut dengan pertanyaan pewaris tanah barat itu yang tiba-tiba.
"Ibundaku, Akiko terkenal sebagai youkai tercantik di dunia, kan? Apakah wanita yang kau cintai itu lebih cantik darinya?
Akihiko tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan Shura. "Wanita itu? Youkai rubah itu? Youkai tercantik di dunia? Benar sekali! Rubah itu mungkin memang youkai tercantik di dunia setelah wajahnya ditutupi dengan bedak tebal dan riasan lainnya."
Shura hanya diam membisu, tidak ada kemarahan sedikitpun dalam hatinya mendengar Ibundanya dihina seperti itu, sebab, jauh di dalam hatinya, dia cukup setuju dengan apa yang diucapkan Akihiko.
Beberapa saat kemudian, Akihiko berhenti tertawa. Dan tiba-tiba saja, dia mengangkat tangan menepuk kepala Shura dengan pelan. "Makhluk tercantik di dunia. Itulah wanita yang aku cintai."
Shura mengangkat tangan untuk menjauhkan tangan Akihiko yang menepuk kepalanya. Dia tidak suka diperlakukan seperti anak kecil oleh penguasa tanah selatan ini, kejengkelan memenuhi hatinya. "Wanita yang kau cintai? Bodoh sekali anda, Akihiko-sama, sebab dari cerita yang aku dapatkan, wanita itu tidak pernah mencintaimu dari awal hingga akhir. Mencintai adalah kelemahan, bodoh sekali anda."
Akihiko tertegun mendengar ucapan Shura. Namun sejenak kemudian senyum kembali menghampiri wajah tampannya. "Ya. Aku tahu, aku cukup bodoh untuk hal itu. Tapi, aku tidak menyesal. Aku tidak pernah menyesal mencintainya sepenuh hati hingga sekarang. "
Mendengar ucapan Akihiko, Shura hanya bisa menatap Akihiko penuh kebingungan. Untuk hal ini, mencintai seseorang dengan sepenuh hati, Akihiko benar-benar berbeda dengan Ayahandanya, Sesshoumaru. "Kupikir kau mirip dengan Ayahandaku akan hal apa itu mencintai. Tapi, ternyata aku salah, kau berbeda sekali dengan beliau."
"Kau juga. Aku selalu berpikir kau adalah duplikat anjing itu. Namun, ternyata aku salah. Ada hal yang kau warisi dari wanita yang melahirkanmu. Mulutmu yang tidak dapat dihentikan jika sudah berbicara. Anjing itu tidak punya sikap ini, ternyata darah memang tidak dapat ditipu." Balas Akihiko sambil tersenyum menyeringai. Sikap yang terus bertanya tanpa henti Shura sekarang ini, penguasa tanah selatan ini yakin, dia pasti mewarisinya dari wanita yang melahirkannya, sebab Sesshoumaru tidak mungkin akan bertanya seperti ini—hanya wanita itu yang akan bertanya seperti ini.
"Jangan samakan aku dengan rubah itu." Ujar Shura jengkel dan membuat Akihiko kembali tertawa terbahak-bahak. "Kau memang perpaduan sempurna dari mereka berdua." Ujar penguasa tanah selatan lagi.
Shura tidak mengatakan apa pun lagi, sebab dia tahu, apapun yang diucapkannya sekarangpasti akan digunakan Akihiko sebagai senjata untuk mengolok-oloknya. Dia tidak ingin mendengar orang mengatakan dia mirip dengan Akiko, ibundanya. Dia membenci itu.
Saat Akihiko sudah berenti tertawa, dia kembali mengangkat tangan menepuk kepala Shura, tidak mempedulikan tatapan tidak suka dari youkai kecil di depannya. Matanya yang menatap Shura melembut dan tanpa disadarinya, mulutnya mengucapkan sesuatu yang mirip sekali dengan apa yang pernah diucapkannya pada seseorang dulu-dulu sekali.
"Shura... Tinggalkanlah anjing itu untuk selamanya dan jadilah anakku. Aku akan mengangkatmu sebagai pewaris tanah selatan ini. Aku akan memberikanmu cinta yang tidak pernah diberikan anjing itu padamu.."
Mata Shura terbelalak karena terkejut. Dia tidak percaya dengan apa yang didengarnya sekarang. Apa yang ada dipikiran penguasa tanah selatan ini? Akihiko memang tidak memiliki anak, tapi memintanya menjadi anaknya? Mewariskan tanah selatan ini padanya? Apakah dia sudah gila?
"Terima kasih, tapi aku tidak mau. Sebab dalam hidupku, aku hanya ditakdirkan untuk menjadi anak dari Ayahandanku seorang saja."
Mata Akihiko terbelalak mendengar jawaban Shura. Dia tidak menyangka akan mendengar jawab seperti itu dari mulut pewaris tanah barat di depannya, sebab jawaban ini adalah jawaban yang mirip sekali dengan jawaban yang dulu didapatkannya. Melihat mata tanpa ragu Shura yang menolak tawarannya, dia benar-benar tidak bisa meghentikan senyum dan tawa yang kini kembali menghampiri wajahnya, sebab dia akhirnya berhasil menemukan persamaan dari Shura dengan wanita itu sekarang—sikap yang akan selalu setia pada anjing itu dari awal hingga akhir tidak peduli apa pun yang terjadi.
Melihat tawa Akihiko, Shura segera berdiri dan berjalan menjauh, dia tidak ingin berada di samping penguasa tanah selatan ini sekarang, sebab, dia pasti akan terus menggoda dan mempermainkannya dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak masuk akal—sesuatu yang tidak disukainya. "Dasar bodoh." Ujar Shura pelan, walau dia yakin Akihiko bisa mendengarnya.
Tawa Akihiko semakin mengeras saat mendengar ucapan Shura yang mengatainya. Dia benar-benar tidak bisa menahan tawanya, sudah lama sekali dia tidak pernah tertawa seperti ini. Dan saat Shura benar-benar telah menghilang dari pandangannya, tawanya terhenti dan dia mengangkat kepala menatap bunga sakura serta langit malam dengan senyum yang masih merekah di wajah tampannya.
"Aku memang bodoh, Shura. Namun kau salah akan satu hal. Anjing itu juga sama bodohnya denganku. Ah, tidak. Bukan. Anjing itu jauh lebih bodoh dariku...." Gumamnya pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments