"Dasar anak tidak tahu diri!" teriak Akiko penuh kemarahan. Mata birunya telah berubah menjadi merah darah karena kemarahan menatap tajam Shura.
Shura hanya menundukkan kepalanya ke bawah dan diam membisu. Dia sudah dapat menyangka semua ini, dimarahi Ibundanya karena memboros serta bersembunyi dari pengasuhnya.
Hal ini sesungguhnya merupakan sesuatu yang sudah sangat biasa. Ibundanya tidak pernah mencintainya, dia tahu itu. Bagi Akiko, Shura hanyalah sebuah pion untuk mencapai apa yang diinginkannya, yakni menjadi pasangan sah dari Ayahandanya, penguasa tanah barat. Sebenarnya, keinginan Ibundanya adalah hal yang sangat lucu. Akiko adalah wanita yang melahirkan Shura, pewaris tanah barat. Namun, dia bukanlah pasangan sah dari Ayahandanya. Ibundanya tidak memiliki tanda yang melambangkan gelar itu, Akiko hanyalah seorang selir di istana tanah barat.
Ayahandanya tidak memiliki pasangan sah. Shura tahu, Ayahandanya tidak mencintai Ibundanya. Dalam hidupnya, dia tidak pernah melihat Ayahandanya memasuki kamar Ibundanya pada malam hari. Bagi beliau, Akiko tidak lebih dari sekadar alat untuk menghasilkan penerus.
Ayahandanya, Sesshoumaru, penguasa barat adalah seorang youkai sejati yang kuat dan tidak berperasaan. Dingin dan kejam, tidak mengenal pengampunan dan ditakuti. Makhluk seperti Ayahandanya tidak akan mungkin dapat mencintai. Dan itu jugalah dirinya kelak, dia yang merupakan youkai sejati seperti Ayahandanya pasti juga akan menjadi seperti beliau—tidak akan pernah mencintai dan tidak perlu dicintai.
Cinta? Apakah dia mencintai Ibundanya? Tidak. Meski wanita itu adalah wanita yang melahirkannya, dia tidak mencintainya. Sikap yang tamak, serakah, penuh keirian membuat dia sering bertanya-tanya, kenapa makhluk seperti itu adalah Ibundanya? Lalu, Ayahandanya, apakah dia mencintainya? Shura tidak tahu. Yang dia tahu, dia takut, mengagumi dan menghormati beliau.
Melihat Shura yang tidak menjawab, kemarahan memenuhi hati Akiko. Tangan kanannya kemudian terangkat ke atas, dengan kuat dan kasar, dia menampar pewaris tanah barat tersebut.
Shura tetap tidak bergeming. Kesakitan memang sangat terasa di pipi kirinya, namun dia menolak untuk menunjukkannya. Dengan pelan, dia kemudian mengangkat kepala menatap Ibundanya.
Akiko hanya bisa tertegun menatap mata Shura. Mata emas yang menatapnya sama sekali tidak terlihat seperti mata seorang anak youkai berusia delapan tahun. Mata itu sangat dingin—mata itu adalah mata yang sama dengan mata Ayahandanya, mata inuyokai penguasa tanah barat.
"K-keluar dari kamarku sekarang juga." Perintah Akiko kemudian. Dia tidak mau melihat mata itu terus, sebab ada ketakutan yang melanda hatinya kini.
Shura tidak membalas sepatah kata pun, dia memang mirip dengan Ayahandanya yang miskin kata dan ekspresi. Dengan pelan, dia membalikkan badan dan berjalan keluar dari kamar Akiko menuju kamarnya sendiri.
Kamarnya terletak tidak jauh dari kamar Ibundanya, dan saat memasuki kamarnya, dia langsung memerintahkan para pelayan dan pengasuh yang ada untuk meninggalkannya sendirian. Mereka memang kelihatan ragu pertama kali, namun saat melihat matanya yang begitu dingin, mereka pun segera keluar.
Sepeninggalan semua pelayan dan pengasuhnya, Shura langsung menghempaskan badannya pada futon-nya. Perasaannya hampa, dia tidak bisa merasakan apa-apa sekarang. Dengan pelan, dia kemudian mengangkat kepala menatap langit malam melalui jendela kamarnya yang terbuka, menatap bulan purnama besar yang menghiasi langit malam. Suasana begitu sunyi, tidak ada suara sedikit pun, yang ada hanyalah keheningan. Tapi, memang inilah suasana istana tanah barat—sunyi, hening dan dingin.
Seulas senyuman terlintas dalam pikiran pewaris tanah barat itu tiba-tiba. Wajah tersenyum dari gadis manusia dalam lukisan yang dilihatnya tadi pagi terpampang dengan begitu jelas dalam benaknya. Lalu, perasaan itu kembali lagi, kehangatan, ketenangan dan juga kedamaian.
Ada dorongan yang muncul tiba-tiba dalam hati Shura, hingga membuatnya tidak bisa berpikir dengan kepala dingin. Di dalam hatinya, keinginan untuk melihat lukisan itu muncul dan sama sekali tidak dapat dibendung. Dia ingin meihat wajah itu, dia ingin melihat senyum itu lagi.
Tanpa membuang waktu, Shura pun segera berdiri dan berlari meloncat keluar dari kamarnya melalui jendela. Dengan menghindar para prajurit yang ada, secara sembunyi-sembunyi, dia menuju paviliun timur yang terlarang.
Shura melewati taman bunga itu lagi. Di dalam malam bulan purnama yang begitu terang, taman tersebut nampak semakin indah. Namun, dia tidak berhenti sejenak pun untuk menikmati keindahan yang ada, sebab dia tahu, ada yang lebih indah dari itu semua—senyum gadis manusia itu lebih indah.
Lari Shura langsung berhenti saat dia telah tiba di depan kamar lukisan tersebut. Dengan pelan, dia membuka pintu shoji yang ada dan berjalan memasukinya. Cahaya bulan yang masuk melalui jendela kamar yang terbuka, membuatnya dapat melihat sekeliling dengan baik. Langkah kakinya sangat pelan, namun juga penuh keyakinan saat mendekati lukisan tersebut, begitu juga dengan mata emasnya, hanya terpusat pada lukisan yang tertutup kain putih, seakan itulah satu-satunya yang dapat dilihatnya.
Tangannya dengan pelan dan hati-hati kemudian menarik turun kain putih yang ada saat dia tiba di depan lukisan, dan dia menahan napasnya saat kain putih itu jatuh ke bawah, memperlihatkan lukisan gadis manusia itu lagi.
Di dalam limpahan sinar bulan, senyum gadis itu telihat semakin memesonakan—senyuman musim semi yang selalu hangat dan menyenangkan.
Hatinya berdebar dengan sangat cepat, napasnya bagaikan tertahan. Kehangatan, ketenangan dan kedamaian memenuhi hatinya, dan di sudut hatinya yang terdalam, dia bisa merasakan sebuah perasaan baru yang muncul, yakni; perasaan gembira dan juga rindu.
Kaki Shura kemudian melangkah mudur dua langkah. Dengan pelan tanpa menolehkan matanya sedikit pun, dia duduk di atas tatami, berhadapan dengan lukisan sang gadis. Dia tidak mengerti. Kenapa dia bisa merasakan hal seperti itu? Bagaimana mungkin lukisan seorang manusia bisa membuatnya merasakan semua perasaan itu? Kenapa?
Bagaikan menghipnotisnya, Shura tahu, dia sanggup duduk semalaman di kamar ini untuk menatap lukisan itu. Gadis manusia dalam lukisan ini telah berhasil merebut seluruh perhatiannya.
"Siapa? Siapa kau....." Gumamnya pelan.
Gumaman Shura begitu pelan. Namun, youkai bermata emas identik dengan pewaris tanah barat yang telah mengamatinya semenjak membuka kain penutup lukisan itu bisa mendengarnya dengan jelas. Dia tahu, Shura tidak akan menyadari keberadaannya yang ada di depan pintu kamar yang terbuka sekarang, sebab, pasti sama dengannya, perhatiannya telah direbut oleh senyum musim semi gadis dalam lukisan.
....xOxOx....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
Ely Ameliya
harusnya membolos ga sie??
2023-05-24
0