Samudra terdiam menundukkan kepalanya, setelah beberapa kali Ibu Dara menanyakan kepadanya apakah yang terjadi pada dirinya.
Perlahan Samudra menarik napasnya, kemudian menceritakan secara perlahan bahwa istrinya saat ini sedang salah paham padanya.
Sampai akhirnya Ibu Dara mencoba menenangkan Samudra, lalu menyuruh menantunya untuk beristirahat di kamar tamu lebih dulu. Biar semua ini Ibu Dara yang mencoba menjelaskannya pada anak kesayangan yang sedikit nakal itu.
Seperginya Samudra, Ibu Dara perlahan mengetuk pintu lalu membukanya sambil memberikan salam menatap anaknya yang saat ini duduk di atas ranjang sambil menangis.
"Assalammualaikum, Sayang. Kenapa anak Ibu kok nangis, hem? Apa yang dirasa, sakit perutnya?" ucap Ibu Dara tersenyum, kemudian berjalan mendekati anaknya.
"I-ibu, Ma-mas Sam Bu, Mas Sam hiks .... Di-dia jahat banget sama Bulan. Selama ini Bulan sudah membayangkan betapa nikmatnya menjadi seorang Ibu dengan cara melahirkan secara normal."
"Namun, Mas Sam malah menghancurkan semua impian Bulan! Apa salah, Bu. Bulan menginginkan menjadi seorang Ibu, apa Bulan salah. Kalau bulan ingin melahirkan anak Bulan secara normal, cuman kenapa Bu!"
"Kenapa Mas Sam tega sama Bulan? Dia merenggut semua kebahagiaan itu, dengan menjadikan Bulan sebagai seorang Ibu yang tak sempurna hiks ...."
Bulan memeluk Ibunya yang sudah duduk di sampingnya sambil menangis sesegukan di dalam dekapannya.
Ibu Dara yang mendengar anaknya berbicara seperti itu, hanya bisa beristigfar di dalam hatinya sambil menggelengkan kepalanya.
Ibu Dara terdiam cukup lama memberikan waktu pada anaknya untuk mengutarakan apa yang ada di dalam hatinya. Dan benar saja, semua itu terjadi akibat Bulan salah dalam memahami makna seorang Ibu yang sebenarnya.
Hampir 10 menit, akhirnya Bulan terdiam dan hanya terdengar suara isak tangisnya di dalam pelukan Ibunya.
Perlahan Ibu Dara melepaskan pelukan anaknya dan memegang kedua tangan Bulan secara lembut sambil tersenyum.
"Anak Ibu yang cantik, dengarkan Ibu ya. Mau Bulan melahirkan anak dengan cara normal ataupun sesar itu tetap sama. Sama-sama menjadi seorang Ibu, hanya saja caranya yang berbeda."
"Semua wanita di dunia ini menginginkan ketika lahiran nanti mereka mau melakukannya secara normal, cuman apa daya jika takdir sudah berkehendak mengharuskan mereka melakukan lahiran secara sesar. Ya, kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi."
"Normal atau sesar itu sama Sayang. Normal di lakukan semua calon Ibu yang memiliki fisik dan mental yang kuat tanpa kendala apapun. Sementara sesar di lakukan semua calon Ibu yang memiliki kendala dalam kehamilannya. Entah karena si Ibu tidak bisa melakukannya dengan baik, atau si anak yang ada di dalam perut Ibunya yang mengalami bahaya."
"Jadi, kesimpulan lahiran secara normal atau sesar itu sama Sayang. Kalian itu sama-sama menjadi seorang Ibu yang sempurna, jika tidak sempurna bagaimana si anak bisa berada di dalam perutmu hem? Bahkan seorang wanita yang tidak memiliki anak sekalipun, bisa menjadi seorang Ibu yang sempurna ketika naluri ke Ibuannya hadir dengan memberikan kasih sayang serta cintanya kepada anak angkatnya."
"Ya, walaupun statusnya Ibu sambung, akan tetapi dia tetaplah menjadi seorang Ibu. Sampai sini Bulan paham? Jika seorang Ibu itu bukan di ukur dari cara dia melahirkan anaknya, melainkan seorang Ibu akan di ukur dari perjuangannya untuk bisa membahagiakan, melindungi dan juga emberikan cinta kasih yang sangat melimpah."
"Sekarang Ibu kasih contoh. Lebih baik mana seorang Ibu yang bisa melahirkan secara normal, tetapi dia tidak tahu bagaimana caranya menyayangi serta mencintai anaknya. Sehingga anaknya itu hanya mendapatkan status menjadi seorang anak, tanpa merasakan kasih sayang Ibunya sendiri."
"Sementara ada pula seorang Ibu yang melahirkan anaknya secara sesar akibat sebuah kendala pada kehamilannya, membuat anaknya harus di lahirkan tidak sesuai dengan prediksi. Akan tetapi, sang Ibu tidak akan menyerah. Meski dia melahirkan anaknya tidak secara normal, cinta kasih pada anaknya begitu luas bagaikan Samudra."
Ibu Dara tersenyum menasihati anaknya yang hanya terdiam menatap sorot mata Ibunya, sampai akhirnya Bulan mengucapkan kalimat yang membuat Ibunya hanya tersenyum.
"Ya sudah, Bu. Bulan mau istirahat perut Bulan sakit banget, nanti kalau Ibu bertemu sama Mas Sam bilang sama dia hari ini aku mau tdr di kamar sendiri." ucap Bulan, tersenyum kecil lalu merebahkan tubuhnya membelakangi Ibunya.
Dimana Bulan kembali menangis menatap lurus ke arah depan, sedangkan Ibunya mengusap kepala Bulan dan perlahan mulai bangkit meninggalkan kamarnya.
Baru saja keluar dari kamar, Ibu Dara di kejutkan dengan Samudra yang ternyata masih menunggunya di depan kamar.
"Bu, bagaimana?" ucap Sam, mengejutkan Ibu Dara yang hampir melompat.
"Astagfirullah'allazim, Nak Sam. Ya ampun kamu ini ngagetin Ibu aja!" pekiknya, sambil mengusap dada.
"Ma-maaf, Bu. Tadi bagaimana Bu, apakah Ibu sudah menjelaskan pada Bulan apa yang terjadi?" tanya Samudra.
"Ibu cuman menjelaskan tentang pengertian menjadi seorang Ibu. Selebihnya kamu yang menjelaskannya, bagaimana perjuangamu untuk menyalamatkan anak dan istrimu. Jika Ibu yang menjelaskan perjuanganmu, maka kamu tidak akan di anggap oleh Bulan. Apa lgi Bulan itu masih terbilang labil, jadi kamu harus bisa mengambil hatinya gimana pun caranya."
"Ohya tadi Bulan pesan sama Ibu kalau untuk malam ini dia mau tidur sendiri, mungkin itu karena hati dan pikirannya sedang lagi tidak baik-baik saja. Kamu mau 'kan berikan Bulan waktu sedikit saja, biar dia tenang dulu."
Samudra yang mendengarkan perkataan mertuanya itu hanya bisa menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
"Iya, Bu. Samudra paham kok, sekali lagi terima kasih ya Bu. Ibu sudah memberikan pengertian sama Bulan kalau dia itu tidak seharusnya berpikir sejauh itu. Ya sudah Bu, Sam mau izin pergi kerumah sakit dulu mau memberikan asi Bulan pada suster biar bisa di berikan sama Raka." ucap Sam.
"Ya sudah, hati-hati ya Nak. Ibu titip salam buat Baby Raka, nanti kalau kondisi Bulan sudah enakan Ibu akan kembali menjenguknya." jawab Ibu Dara tersenyum.
"Siap, Bu. Sam pamit, titip Bulan sebentar ya Bu. Assalammualaikum." ucap Samudra sambil salim, lalu pergi meninggalkan rumah dengan membawa kotak khusus menyimpan asi agar bisa diberikan kepada suster yang merawat anaknya.
Raka Hibatullah Dirgantara, adalah anak Samudra dan Bulan yang berusia kurang dari 1 bulan.
Kini, kondisi Raka sudah lumayan membaik. Akan tetapi, dia masih harus memperlukan perawatan selama 1 bulan untuk memastikan kondisinya supaya benar-benar stabil.
Berat badan Raka pun sudah mulai naik menjadi 3 kilo, sehingga keadaannya mulai membaik. Hanya tinggal pemulihan saja, jika semuanya sudah terpenuhi maka dokter bis memperbolehkan Raka pulang kembali bersama keluarganya.
...***Bersambung***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Desilia Chisfia Lina
amin
2023-05-07
1