Satu niatan Samudra ucapkan di dalam hati kecilnya bahwa, dia akan selalu membahagiakan istrinya, menyayangi dan mencintainya sepenuh hati, serta menjadikannya sebagai pilihan pertama dan terakhir di dalam hidupnya.
Tangis kebahagiaan mulai menyelimuti semua orang, ketika Bulan dan Samudra meminta doa restu kepada semua keluarganya.
Disinilah pintu gerbang kehidupan mereka yang baru telah terbuka lebar, pertanda kehidupan yang sebenarnya telah dimulai.
Apakah Samudra dan Bulan bisa melewati segala ujian yang mendatang di rumah tangganya? Mari, kita saksikan terus kisah mereka. Jangan lupa berikan dukungannya, terima kasih.
...*...
...*...
2 tahun telah berlalu, dimana usia Bulan sudah memasuki usia 22 tahun. Sementara Samudra telah berusia 27 tahun.
Awalnya Samudra mengenal Bulan tidak menggunakan hijab. Cuman setelah beberapa bulan menikah, Bulan melakukan hijrah.
Samudra yang merupakan seorang pemimpin, mulai menasihati istrinya sedikit demi sedikit untuk selalu menutup auratnya selama dia melangkahkan kaki keluar dari kamarnya.
Hijab yang di gunakan Bulan, hanya boleh dibuka ketika dia akan tertidur. Itu pun dalam keadaan berada didalam di kamar hanya bersama dengan suaminya dan pintu pun di tutup rapat-rapat.
Begitupun dengan Samudra, dia tidak akan pernah membiarkan semua aset yang ada di dalam tubuh istrinya dilihat oleh orang lain.
Samudra begitu ketat menjaga istrinya, meskipun sedikit saja istrinya melakukan kesalahan. Maka, Samudra hanya bisa menasihatinya dengan perkataan lembut yang tidak akan melukai perasaan istrinya.
Setelah menikah beberapa bulan, Samudra dilimpahkan rezeki yang begitu dahsyat. Sehingga dia bisa membelikan rumah atas nama istrinya sendiri.
Rumah yang dapat Samudra beli hanyalah rumah kecil yang terlihat sederhana, tetapi cukup untuk melindungi mereka dari terik dan panadnya matahari serta guyuran air hujan.
Rumah yang menurut Samudra adalah rumah yang sederhana, tetapi bagi Bulan serta Ibunya ini merupakan rumah yang sangat mewah.
Jika dulu harapan Bulan untuk membahagiakan Ibunya serta mengangkat derajatnya, kandas. Sekarang Allah gantikan melalui rezeki suaminya yang jauh lebih baik.
Kesulitan yang dihadapi oleh Bulan dan Ibunya, kini sudah mulai membaik. Semua berkat Samudra, suami Bulan yang sangat menyayangi keluarganya.
Kedatangan Samudra seperti pembawa rezeki, serta menjadi dewa penolong yang bisa merubah kehidupan mereka untuk jauh lebih baik.
Kehidupan Bulan dan Ibunya mulai terasa membaik, ketika Samudra selalu berusaha memenuhi kebutuhan mereka.
Bahkan mereka bisa melakukan apapun dengan bebas, tanpa adanya larangan atau memikirkan keesokan harinya mau makan pakai apa, bayar pakai apa dan yang lainnya.
Selagi Samudra bisa membahagiakan istri serta mertuanya, dia akan terus melakukan segala cara halal supaya senyuman indah yang menghiasi sudut bibir mereka tidak sampai menghilang.
Seakan-akan, Samudra begitu memanjakan mereka berdua membuat Ibunya Bulan sedikit merasa kasihan.
Setiap hari Ibunya Bulan harus melihat, Samudra kerja banting tulang siang malam, hanya demi membahagiakan mereka.
Betapa bersyukurnya Ibunya Bulan selama ini, karena anaknya tidak sampai salah dalam memilih pasangan hidup.
Tepat di jam makan malam, mertua dan istrinya telah selesai dalam menghidangkan sebuah masakan enak yang tidak pernah mereka masak.
"Alhamdulillah, akhirnya selesai juga." ucap Ibunya Bulan, dia tersenyum lebar melihat meja makan terisi penuh dengan semua anekan masakan yang telah hidangkan.
Dara Arum Puspita adalah Ibu kandung dari Bulan yang saat ini berusia 45 tahun. Dia sudah menjadi seorang janda, ketika Bulan menginjakkan kaki di kelas 2 SMP.
"Alhamdulillah ya, Bu. Aku seneng deh, akhirnya setelah kedatangan Mas Samudra hidup kita bisa jauh lebih baik. Kita tidak lagi merasa kekurangan, bahkan kita menginginkan apapun selalu keturutan."
"Berbeda sama dulu, aku mau minta ini itu aja kayanya susah banget. Rasanya aku tidak mau hidup seperti itu lagi, aku sudah lelah, Bu. Aku ingin kita selalu seperti ini untuk selamanya, titik!"
Keluhan Bulan berhasil membuat Ibunya langsung menoleh dan menatapnya dengan sedikit tatapan menajam.
"Huss, tidak boleh berbicara seperti itu. Kita harus selalu tetap bersyukur apapun nikmat yang Allah berikan, sedikit banyaknya rezeki itu tergantung bagaimana cara kita bisa bersyukur, Nak."
"Bahkan rezeki kita sedikitpun kalau kira bersyukur itu akan terasa begitu nikmat, meski kita hanya bisa makan pakai nasi dan garam. Setidaknya perut kita terisi, tidak sampai kita lapar bukan?"
"Sama halnya dengan rezeki banyak pun, kalau kita lupa caranya bersyukur itu akan terasa kurang, kurang dan selalu kurang. Jadi, jalan satu-satunya cara kita mempertahankan rezeki itu tetap hadir ya dengan cara bersyukur."
"Sementara banyak kehidupan di luar sana yang jauh lebih sulit dari kita, tetapi mereka tetap bersemangat untuk hidup, bukan?"
"Jadi, sekarang tugas kita yang lagi diatas kita tidak boleh sombong, serta melupakan untuk bersedekah. Karena dengan begitu, kita bisa selalu bersyukur."
"Ingat, sayang! Jangan lupakan bahwa banyak dikitnya rezeki yang kita dapatkan, sebagaian tetap ada rezeki untuk orang-orang membutuhkan seperti fakir miskin dan masih banyak lagi."
Ibu Dara mencoba untuk terus menasihati anaknya, meski Bulan sering kali mengulanginya kembali. Ibunya tidak akan pernah lelah, ketika anaknya keluar dari jalurnya.
Namanya juga Bulan masih terbilang anak yang labil, maka dia akan mudah untuk berpikir sesuai dengan emosinya.
Bulan hanya bisa meminta maaf pada Ibunya dengan nada yang sedikit tidak terima, tetapi Ibunya hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Ya, beginilah Bulan. Jika dia mulai mengeluh, maka bersikapnya seakan-akan sama seperti anak kecil yang lupa akan segalanya.
Maklum saja, Bulan belum sepenuhnya hijrah. Dia masih suka melakukan kesalahan, egois dan sebagainya. Itulah manusia, pasti ada sisi dia akan sadar dan ada pula sisi dia akan tetap egois dengan apa yang ada di dalam pikirannya.
...***Bersambung***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments