Sementara Samudra, terjatuh duduk di lantai sambil menekuk kakinya sedada dan menjambak rambut penuh frustasi.
Dia menangis sesegukan saat sudah tidak tahu harus bagaimana lagi, menghadapi ujian ini. Jika boleh digantikan, maka Samudra siap menggantikan posisi anaknya saat ini.
"Ma-maafkan Ayah, Nak. Ayah udah membuatmu merasakan sakit saat baru lahir hiks ...."
Melihat Samudra tak berdaya, Om Faisal segera merangkul sambil terus memberikan semangat agar dia tidak sampai putus asa. Sedangkan Ibu Dara berpelukan pada Tante Dena, setelah mengetahui cucu mereka sudah lahir. Walau dalam kondisi tidak sedang baik-baik saja.
"Sabar, ingat semua ini adalah ujian untuk keluarga kecilmu. Setidaknya anakmu masih bisa bertahan, meski dia harus sedikit merasakan sakit. Om yakin, dia anak yang kuat, pasti dia akan segera pulih." ucap Om Faisal sambil melepaskan dan menepuk pundak Samudra beberapa kali.
"Ayo bangun, kuatkan dirimu. Om tidak suka melihat pria selemah ini, ingat istri dan anakmu butuh suport darimu. Jadi kamu harus terlihat kuat, tidak boleh nangis seperti ini! Bangkitlah, dan perjuangkan anak serta istrimu dengan cara berikan mereka perhatian lebih dan semangat yang membara!" ucap Om Faisal, kembali.
"Terima kasih, Om. Insyaallah Samudra akan kuat menghadapi semua ini, demi mereka. Samudra akan melakukan apapun asalkan mereka bisa sehat." jawab Samudra, menghapus air matanya. Kemudian dia berdiri, sambil sedikit mengukir senyum.
Samudra melihat mertuanya, lalu melangkahkan kedua kakinya mendekati mertuanya yang baru saja selesai berpelukan dengan tantenya.
"Bu, ma-maafkan Samudra ya. Semua ini gara-gara Samudra, akibat kecerobohan Samudra membuat Bulan dan cucu Ibu menderita. Sekali lagi, maaf ya Bu." ucap Samudra, merasa bersalah.
"Ma-maksudmu apa, Nak. Sebenarnya apa yang terjadi pada kalian, apakah kalian habis bertengkar? Atau--"
Perkataan Ibu Dara terhenti saat Samudra mulai menjelaskan apakah yang terjadi pada mereka.
Wajah Ibu Dara, Om Faisal dan juga Tante Dena terlihat terkejut. Mereka tidak menyangka bahwa Samudra bisa menghadapi ujian sebesar ini.
Apa lagi Om dan juga Tantenya, mereka sangat menyayangkan bahwa ponakannya harus menjadi pengangguran disaat kebahagiaan mereka sudah di depan mata.
"Ya sudah, jika kamu sudah keluar dari pekerjaanmu itu. Kamu ikut Om aja, kerja di Perusahaan Om. Bagai---"
"Tidak, terima kasih. Samudra mau berusaha sendiri, apapun akan aku lakukan untuk membahagiakan keluarga kecilku, dengan hasil kerja kerasku sendiri tanpa bantuan siapapun. Aku akan memulai semuanya dengan mandiri, sesuai dengan janjiku pada kalian dulu!" tegas Samudra menatap Om dan Tantenya secara bergantian.
"Baiklah, Sam. Apapun yang kamu lakukan demi kebahagiaan keluargamu, Tante akan mendukung. Jika ada apa-apa kalian bisa menghubungi Tante dan Om, kami akan siap membantu kalian." jelas Tante Dena.
"Tidak, perlu. Aku masih punya kedua tangan dan kakiku yang akan aku gunakan untuk mencari nafkah tanpa mengemis apapun dari kalian. Aku anak laki-laki, dan aku pemimpin di dalam keluarga, sesusah apapun aku akan tetap berjuang demi kebahagiaan mereka."
Ibu Dara melihat betapa hebatnya menantunya membuatnya terkagum dan tersenyum, dia benar-benar sangat beruntung. Anak satu-satunya jatuh di tangan pria yang tepat.
Mungkin jika pria lain yang berada di posisi Samudra, dia akan menerima tawaran bagus ini tanpa harus susah payah memulai semuanya dari nol.
Akan tetapi, berbeda sama Samudra. Dia tetap semangat, meski dia sendiri belum tahu bagaimana caranya untuk mengembalikan keadaan saat ini.
Ketika mereka sedang mengobrol, seorang suster datang memberikan kabar bahwa Samudra harus membayar semua adminitrasi istri serta anaknya, supaya bisa segera mendapatkan perawatan lebih.
Mau tidak mau, Samudra ikut dengan mereka tanpa sedikitpun rasa ragu kalau uang tabungannya akan habis tak tersisa.
Dan benar saja, Samudra terkejut dengan total biaya rumah sakit yang hampir menguras ATM Samudra. Dari tabungan yang sekitar 500 juta, kini hanya tersisa 20 juta di ATM.
Namun, Samudra tidak mempermasalahkan itu semua. Selagi anak dan istrinya mendapatkan perawatan terbaik yang ada di rumah sakit ini.
Samudra tersenyum meratapi nasibnya yang mulai terlihat sedikit demi sedikit kalau dia harus segera memutar otak, apa yang harus dia korbankan selanjutnya jika tabungannya sudah habis. Agar kedepannya bisa menyambung hidup sampai Samudra mendapatkan pekerjaan kenbali.
...*...
...*...
Bulan berada di kamar class 1, yang tidak memerlukan biaya besar untuk 1 bulan kedepan. Awalnya mau memesan kamar VVIP, tetapi tidak jadi karena biaya tak memadai isi dompetnya.
Semua orang sudah berkumpul disana, untuk menunggu Bulan segera terbangun dari tidurnya. Ya, walaupun kata dokter dia akan terbangun keesokan harinya, tetapi apa salahnya mereka berharap bahwa Bulan akan segera bangun.
Tak lama mereka mendengarkan suara adzan maghrib berkumandang, Samudra dan Om Faisal lebih dulu pergi ke masjid yang ada di rumah sakit untuk menunaikan ibadah shalat. Setelah itu barulah Ibu Dara dan juga Tante Dena yang akan bergantian.
Setelah semuanya selesai menunaikan ibadah shalat, ternyata Ibu Dara dan Tante Dena membelikan maaknan untuk mereka semua karena sedari tadi siang mereka belum mengisi perutnya.
"Ayo, Sam kita makan. Biarkan istrimu istirahat dulu, nanti juga dia akan bangun jika obat biusnya sudah menghilang." ucap Om Faisal.
"Om duluan aja sama Ibu dan Tante, Samudra nanti saja makannya. Masih belum laper juga kok," cicitnya sambil menoleh ke arah mereka yang sedang duduk di sofa panjang.
"Sudah, Nak. Biarkan Bulan istirahat, kamu juga butuh asupan tenaga untuk terus semangat. Ingat, kalau kamu sakit bagaimana dengan anak dan istrimu. Apakah kamu tidak mau menemani dan merawat mereka, hem?" tanya Ibu Dara.
Entah mengapa, ketika Ibu Dara yang berbicara seakan-akan Samudra tidak bisa membantahnya. Dia langsung mengiyakan tanpa berpikir panjang.
Melihat Samudra sedekat itu pada Ibu Dara, sedikit membuat Om serta Tantenya merasa cemburu. Mereka tidak menyangka hubungan mereka tidak terlihat seperti mertua dan juga menantu. Mereka malah seperti orang tua dan anak kandung.
Tanpa berlama-lama mereka pun makan bersama di ruangan Bulan, sambil menunggu Bulan terbangun dari tidurnya. Meski beberapa kali mata Samudra terus mengawasi istrinya, membuat mereka merasa bahwa Samudra begitu mencintai dan juga mengkhawatirkan keadaan istrinya.
Setelah beberapa jam berlalu, keadaan sudah semakin larut, Om Faisal beserta Tante Dena langsung berpamitan pada Samudra dan juga Ibu Dara juga Bulan yang masih dalam keadaan tidur.
Seperginya mereka, Samudra menyuruh Ibu Dara untuk beristirahat di sofa agar tidak membuatnya kelelahan seharian harus menemaninya di rumah sakit.
Ibu Dara hanya menganggukan kepalanya, tak lama dia malah tertidur saking lelahnya membuat Samudra tersenyum dan sedikit merasa kasihan terhadap Ibu mertuanya yang rela menemaninya sampai saat ini.
...***Bersambung***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Desilia Chisfia Lina
ini baru namanya lelaki sejatiau berdiri di sendiri tanpa bantuan siapapun
2023-05-06
1
Anonymous
gak ada ujian yg tak bisa di hadapi hanya perlu ikhlas sabar dan berusaha int terus maju insya allah diberi kemudahan dan mendapatkan kebahagian
2023-04-09
1