Namanya juga Bulan masih terbilang anak yang labil, maka dia akan mudah untuk berpikir sesuai dengan emosinya.
Bulan hanya bisa meminta maaf pada Ibunya dengan nada yang sedikit tidak terima, tetapi Ibunya hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Ya, beginilah Bulan. Jika dia mulai mengeluh, maka bersikapnya seakan-akan sama seperti anak kecil yang lupa akan segalanya.
Maklum saja, Bulan belum sepenuhnya hijrah. Dia masih suka melakukan kesalahan, egois dan sebagainya. Itulah manusia, pasti ada sisi dia akan sadar dan ada pula sisi dia akan tetap egois dengan apa yang ada di dalam pikirannya.
"Ya sudah, sekarang kamu panggil suamimu dulu. Ajak dia makan, mumpung makanannya masih hangat. Kasihan kalau dia telat makan, nanti bisa-bisa terkena penyakit lambung 'kan bahaya. Apa lagi suamimu itu kalau kerja suka lupa menjaga kesehatan." ucap Ibu Dara.
Bulan tersenyum menatap Ibunya sambil menganggukan kepalanya. "Siap, Bu. Aku panggil Mas Samudra dulu ya. Ibu tunggu disini sebentar saja, ingat jangan kangen ya hehe ...."
Bulan meledek Ibunya, lalu pergi menuju kamarnya yang berada di lantai 2. Sementara Ibunya hanya bisa tersenyum lebar menggelengkan kepalanya, ketika melihat tingkah anaknya yang terbilang masih seperti anak kecil.
...*...
...*...
Di depan pintu kamarnya, Bulan mengetuk secara perlahan sambil beberapa kali mengucapkan salam.
Setelah mendengar jawaban salam dari dalam kamar, Bulan pun membuka pintu secara perlahan. Bulan masuk sambil tersenyum menatap suaminya yang masih sedikit sibuk.
Perlahan Bulan melangkahkan kaki mendekati suaminya, yang mana Samudra sedang duduk manis di sofa panjang sambil menatap layar laptop.
Bulan duduk di sebelah suaminya, sambil merangkul lengan kekar milik Samudra dan sedikit menyandar ke arah pundaknya sambil tersenyum.
"Mas, makan dulu yuk!"
"Ibu sudah menunggu di bawah loh. Karena hari ini Ibu dan aku masak kesukaan Mas Samudra. Yaitu, sayur asem, tempe crispy, balado telur dan juga kerupuk hihi ...."
"Pokoknya malam ini, Mas harus makan yang banyak biar enggak sakit, titik!"
"Aku tidak mau ya sampai Mas sakit, hanya karena soal pekerjaan. Apa lagi Mas sering kali lalai dalam menjaga kesehatan, dan aku tidak mau itu kembali terjadi, paham?"
Samudra menghentikan aktifitasnya, lalu tangan satunya mengusap pipi istrinya begitu lembut sesekali mencium pucuk kepalanya beberapa kali.
"Iya paham, Sayangku yang cantik bagaikan bidadari syurga. Insyaallah Mas akan menjaga kesehatan, begitu juga kamu dan Ibu. Kalian harus jaga kesehatan tidak boleh sampai kelelahan, ingat bukan apa yang dikatakan dokter, hem?" jawab Samudra, dengan suara yang lembut.
"Iya, Mas. Bulan selalu ingat kok, kalau Bulan tidak boleh kelelahan semua itu demi kelancaran program hamil kita. Apa lagi Bulan harus sering meminum obat, jadi mana mungkin Bulan melupakan masalah makan dan sebagainya?"
"Asal Mas tahu ya, akhir-akhir ini Bulan itu makannya 2 porsi loh. Aduh, bisa-bisa badan Bulan semakin melar kaya karet lagi. Huaa, tidak mau!"
"Kalau nanti aku gendut, pasti Mas tidak akan suka lagi sama Bulan, 'kan? Terus Mas akan mencari----"
Cup!
Satu ciuman mendarat di bibir Bulan, membuat dia terdiam mematung dengan mata yang sedikit membola.
"Apapun keadaanmu, mau bagaimanapun fisikmu. Mas akan selalu mencintaimu karena Allah, itu janji Mas ketika pertama kali Mas merasakan getaran cinta di dalam hati ketika melihatmu."
"Untuk itu, stop berbicara tentang kejelekan diri sendiri. Banyak-banyaklah beristigfar ketika kamu merasa bahwa, dirimu tidak sempurna untukku. Bagiku kamu adalah wanita yang sangat istimewa yang Allah kirimkan untuk menjadi penyempurna agamaku."
"Jika Allah tidak mengirimkanmu, maka sampai kapanpun agamaku tidak akan pernah sempurna kalau aku belum bisa menemukan tulang rusukku yang hilang."
"Ya, memang kamu itu tidak sempurna. Karena kesempurnaan terbesar hanyalah milik Allah SWT. Tetapi, kita bisa sempurna ketika aku dan kamu selalu bersama. Dari situ kita bisa saling melengkapi kekurangan satu sama lain."
"Ingat, Sayang. Aku tanpamu tidak akan bisa sempurna, begitu juga kamu. Percayalah, kesempurnaan itu bisa terjadi, ketika kita selalu berpegang erat tanpa saling melepaskan satu sama lain, meski dalam keadaan terpuruk sekalipun."
Perkataan Samudra yang penuh makna, berhasil membuat air mata Bulan seketika runtuh. Betapa bahagianya dia bisa di pertemukan dan dipersatukan oleh suami yang terbilang sangat sempurna, seperti Samudra.
"Te-terima kasih, Mas. Mas selalu bisa membuatku merasa bahagia saat menikah denganmu, walau terkadang aku suka menyebalkan, egois dan sebagainya. Akan tetapi, Mas selalu punya cara untuk membuatku mengerti, kalau aku itu salah."
"Aku benar-benar bersyukur telah memiliki suami sepertimu, Mas. Aku mohon jangan tinggalkan aku ya, apapun keadaannya nanti. Entah aku bisa memiliki anak ataupun tidak, aku enggak akan ikhlas jika aku sampai kehilanganmu."
Tangis Bulan pecah ketika Samudra langsung memeluk istrinya. Samudra tahu, dia memiliki istri yang terbilang masih sangat labil, cengeng dan juga mudah mengambil keputusan tanpa berpikir sebab dan akibatnya.
Terlepas dari sifat jelek istrinya itu, Samudra begitu mencintainya. Bahkan dia tidak lelah sedikitpun untuk terus membimbing istrinya, agar kelak bisa menjadi wanita yang terbaik dari yang baik.
Beberapa menit berlalu, Samudra melepaskan pelukan istrinya. Kemudian meraup wajahnya sambil mengusap sisa air mata istrinya dengan penuh senyuman
"Udah ya nangisnya, sekarang lebih baik cuci mukamu. Kemudian kita turun ke bawah, kasian Ibu sudah menunggu kita buat makan malam." ucap Samudra.
Bulan hanya menganggukkan kepalanya layaknya seperti anak kecil yang menggemaskan, sehingga membuat samudra gemes terhadap nya. Dia langsung menciumi seluruh wajah istrinya berulang kali.
Sampai akhirnya mereka tertawa bersama, akibat bulu-bulu halus yang tumbuh di rahang tegas milik Samudra berhasil membuat Bulan merasa geli.
Setelah itu, Bulan segera pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya agar tidak terlihat sedikit sembab. Disaat sudah selesai, Bulan dan Samudra pun keluar dari kamarnya menuju ruang makan.
Ibu Dara melihat kemesraan anak dan menantunya, merasa begitu bahagia. Terlihat jelas bahwa Samudra sangat mencintai dan juga menjaga Bulan seperti dia menjaga harta yang paling berharga di dalam hidupnya.
Tanpa menunggu lama, mereka pun segera duduk di kursinya masing-masing. Bulan mengambilkan makanan ke dalam piring Ibunya serta suaminya.
Saat makanan sudah berada di atas piring, Samudra segera memimpin doa agar mereka selalu bisa bersyukur atas apa yang mereka makan hari ini supaya rasanya lebih nikmat.
...***Bersambung***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Desilia Chisfia Lina
wah semoga keluarga kecil ini selalu bahagia
2023-05-01
1