Ibu Dara melihat kemesraan anak dan menantunya, merasa begitu bahagia. Terlihat jelas bahwa Samudra sangat mencintai dan juga menjaga Bulan seperti dia menjaga harta yang paling berharga di dalam hidupnya.
Tanpa menunggu lama, mereka pun segera duduk di kursinya masing-masing. Bulan mengambilkan makanan ke dalam piring Ibunya serta suaminya.
Saat makanan sudah berada di atas piring, Samudra segera memimpin doa agar mereka selalu bisa bersyukur atas apa yang mereka makan hari ini supaya rasanya lebih nikmat.
...*...
...*...
Satu bulan berlalu, kehidupan Bulan dan Samudra semakin terlihat mesra penuh dengan keromantisan. Tidak ada suara keributan, pertengkaran atau perbedaan pendapat didalamnya.
Semua benar-benar terlihat seperti rumah tangga yang sangat adem ayem, bagaikan air yang terlihat begitu tenang.
Pagi hari, Bulan dan Samudra baru saja selesai mandi besar karena semalam mereka habis melakukan kewajiban sebagai suami-istri pada umumnya.
Setelah itu mereka melakukan shalat subuh berjamaan. Cuman, baru saja selesai berdoa, tiba-tiba Bulan langsung membuka semua mukenanya dan sedikit berlari ke arah kamar mandi.
Uwekk, uwekk ...
Samudra yang melihat istrinya seperti itu, membuat dia terlihat sangat panik dan tanpa berlama-lama segera menyusul istrinya.
Sebenarnya rasa itu sudah Bulan rasakan dari kemarin, hanya saja Bulan tidak mau membuat semuanya khawatir. Meski, dia sendiri merasa tidak enak badan tetap saja semalam Bulan melayani suaminya tanpa menolaknya.
Tok, tok, tok!
"Sayang, kamu gapapa? Apa yang terjadi denganmu, apa kamu masuk angin?"
Samudra mengetuk pintu dalam keadaan gelisah, ketika terdengar suara Bulan yang sedang muntah-muntah.
"I-iya, Mas. A-aku gap ... Uwekk, gapapa kok. Ini cuman mual a-aja, uwekk ...."
Bulan berbicara sedikit keras agar terdengar sampai ke telinga suaminya. Kemudian dia membasuh mulutnya sambil menatap wajahnya yang sedikit pucat di depan cermin.
"Sayang, buka dong pintunya. Aku tidak tenang dengar kamu seperti ini. Please ya, buka pintunya. Aku mau nemenin kamu di dalam." ucap Samudra, begitu panik.
Huhhh ...
Bulan menghembuskan napas kasarnya ketika rasa mual dan pusing di kepalanya mulai tidak sinkron.
Perlahan pandangan matanya mulai kabur, membuat Bulan berjalan sambil merembet ke arah tembok dan memegangi kepalanya.
Pintu kamar mandi pun terbuka, bersamaan dengan keluarnya Bulan lalu tubuhnya yang terasa lemas langsung terjatuh pingsan tepat di dalam tangkapan serta dekapan Samudra.
"Astagfirullah'alazim, Dek. Ya Allah, bangun Dek, bangun!"
"Kamu ini kenapa sih, Dek? Apa kamu masuk angin? Apa kamu kelelahan?"
"Kenapa kamu enggak bilang sama Mas, kalau begini Mas jadi panik loh. Wajahmu udah pucet banget, astagfirullah!"
Tanpa berlama-lama lagi, Samudra membawa istrinya ke atas kasur. Kemudian dia berlari kesana-kemari untuk mengambil hijab serta jaket supaya bisa menutupi aurat istrinya.
Setelah selesai, Samudra kembali membawa Bulan ke dalam gendongannya. Lalu, mereka keluar dari kamar menuruni anakan tangga dengan cepat.
Sementara Ibu Dara yang tidak sengaja melihat anaknya sudah tidak sadarkan diri, segera berlari mendekati Samudra.
"Astagfirullah'alazim, ya Allah Bulan. Ada apa denganmu, Nak? Kamu kenapa bisa seperti ini?"
"Apa yang terjadi pada Bulan, Nak Sam?"
Ibu Dara melihat wajah Bulan sangat pucat, lalu dia mencoba mengecek dahinya, tetapi tidak panas. Ibu Dara mulai menjadi bingung, sehingga Samudra mulai menjelaskan apa yang terjadi pada Bulan barusan.
Sehabis selesai mengatakan semuanya, Samudra membawa Bulan ke dalam mobilnya diikuti oleh Ibu Dara.
Tak lupa Ibu Dara mengunci pintu, lalu duduk di kursi belakang bersama dengan Bulan yang Samudra letakkan tiduran di atas paha Ibunya.
"Nak, Sam. Apakah ada minyak kayu putih di sini? Ibu lupa, tadi tidak mengambilnya di kotak P3K yang ada di dalam rumah." ucap Ibu Dara.
"Sebentar, Bu." jawab Samudra, langsung mencari kotak tersebut di dalam mobil dan akhirnya menemukannya. "Ini, Bu. Maaf ya, Bu. Samudra merepotkan Ibu."
"Sudah tidak apa-apa, Bulan ini anak Ibu. Jadi tidak ada yang di repotkan, sekarang kamu bawa kami ke rumah sakit. Kasihan Bulan." titah Ibu Dara.
Samudra mengangguk cepat, lalu segera memasuki mobil dan menyalakan mesinnya serta melajukannya dengan kecepatan sedang sambil berhati-hati.
"Bertahan ya, Dek. Mas akan segera membawamu ke rumah sakit, Mas enggak mau sesuatu terjadi padamu. Please, Sayang. Bertahan, ya!" ucap Samudra, sambil menolah-noleh ke arah belakang sesekali memperhatikan jalan.
"Sudah, Nak. Fokus dengan laju mobilmu, Ibu yakin tidak akan terjadi sesuatu pada Bulan. Lebih baik kamu berkendara dengan hati-hati, karena jalan juga masih sedikit gelap. Jangan sampai fokusmu terganggu akibat mencemaskan keadaan istrimu secara berlebihan." sahut Ibu Dara, menasihati Samudra.
"Iya, Bu. Maaf ya, Samudra cuman cemas aja. Semalam itu Bulan tidak apa-apa, bahkan kami sempat melakukan kewajiban suami-istri juga. Sampai akhirnya kami bangun, lalu mandi besar dan shalat. Cuman, setelah selesai shalat barulah dia seperti ini. Apa dia masuk angin ya, Bu?"
Samudra berusaha untuk menetralkan rasa gelisah di dalam hatinya, sambil terus melihat keadaan Bulan dari spion diatasnya.
"Insyaallah, Bulan tidak apa-apa, Nak. Sudah kamu fokus saja dengan mobilmu, supaya kita bisa segera sampai di rumah sakit."
Tangan Ibu Dara terus mengusap pipi anaknya sesekali dia memberikan minyak kayu putih yang ada di kotak P3K yang ada di dalam mobil ke hidung Bulan.
...***Bersambung***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Erina Munir
hamiduun..bulan itu...
2024-03-25
0