Shiena ketakutan melihat sorot mata Willy yang terlihat berbeda dari biasanya. Benar, pria itu sedang dipenuhi oleh amarah. Dan selama mengenalnya, Shiena tak pernah melihat Willy semarah ini terhadapnya.
"Jawab, Shiena!" Bentak Willy.
Shiena berjingkat kaget.
"Apa yang kamu lakukan disini?"
"A-aku... Aku hanya ingin... Menjenguk Bu Esti..." Dengan susah payah Shiena akhirnya bicara.
"Menemui ibuku? Untuk apa?" Tatapan tajam Willy masih mengarah pada Shiena.
"To-tolong dengarkan aku dulu, Mas. Aku gak ada maksud jelek kok. Aku hanya ingin..."
"Apa kau sengaja melakukan ini, Shiena?"
Shiena menggeleng. "Ini gak seperti yang kamu pikirkan, Mas."
"Kalau begitu katakan!"
Shiena tak bisa lari lagi. "Aku hanya ingin membantumu berbaikan dengan keluargamu."
Willy tersenyum sinis. "Membantu? Lalu untuk apa kamu menemui Ibuku?"
Shiena kembali gugup.
"Jawab!" Lagi lagi Willy berkata lantang.
"Mas, apa yang kamu pikirkan selama ini salah. Tentang Om Arya dan Tante Litha." Shiena sudah siap menerima amukan dari Willy.
"Harusnya kamu dengarkan dulu penjelasan mereka mengenai ibumu." Shiena memberanikan diri untuk berkata sesuai dugaan yang ia pikirkan. Toh tidak ada gunanya ia berbohong. Itu akan membuat semuanya semakin rumit nantinya.
Willy menggeleng kuat. "Jadi, kamu membela mereka? Ibuku berada disini itu karena mereka!" Teriak Willy.
"Gak, Mas. Aku gak membela mereka. Kamu harusnya dengar dulu penjelasan mereka!" Shiena ikut terpancing emosi karena sulit sekali bicara dengan Willy.
Willy mondar mandir tidak jelas. Ia memikirkan apa yang dikatakan oleh Shiena.
"Jangan ikut campur urusan keluargaku, Shiena!" Ucapnya penuh penekanan.
"Aku gak ikut campur, Mas. Aku hanya ingin kamu baikan sama om Arya dan tante Litha. Mereka itu gak seperti yang kamu pikir. Jangan sampai kamu menyesal karena gak pernah dengerin penjelasan mereka. Kamu hanya menyimpulkan dari apa yang kamu libat saja. Bukankah kita mengulang waktu karena ingin memperbaiki keadaan? Harusnya ini juga berlaku untukmu dan om Arya. Kamu harus berbaikan dengannya!"
"Cukup! Cukup Shiena! Kamu bicara begini karena kamu memiliki keluarga yang sempurna. Kamu gak ngerasain apa yang aku rasain. Apa kamu sengaja membandingkan betapa kacaunya keluargaku yang jauh berbeda dengan keluargamu yang penuh dengan cinta dan kasih sayang. Keluarga yang harmonis, keluarga teladan, keluarga yang sempurna. Begitu kan?!"
Shiena tak mampu lagi membendung air matanya. Sudah cukup Willy bicara keras padanya.
"Jangan pernah ikut campur urusanku, Shiena. Karena kamu gak akan pernah mengerti apa yang aku alami."
"Tolong jangan begini, Mas. Aku hanya ingin membantumu. Ayo kita bicara dengan Bik Sumi, supaya kamu tahu semua kebenarannya," Ucap Shiena di sela isak tangisnya.
Willy menyeringai. Samar-samar ingatannya pernah mendengar nama Bik Sumi saat dirinya kecil.
"Jangan pernah membahas hal ini lagi denganku, Shiena atau aku akan membencimu!"
Willy mengatur napasnya yang memburu.
"Jika akhirnya begini, sebaiknya kita gak perlu bertemu lagi, Shiena. Harusnya kita gak perlu mengulang waktu."
Setelah mengucapkan kalimat terakhir itu, Willy meninggalkan Shiena yang masih sesenggukan menangis.
#
#
#
Beberapa hari berlalu sejak insiden perdebatan antara Shiena dan Willy. Shiena lebih banyak mengurung diri di kamar setelah pulang kuliah.
(Apa yang sebenarnya sudah kulakukan? Apa aku sudah terlalu jauh masuk ke dalam masalah Mas Willy? Apa salahnya jika aku membantu. Aku melakukan ini karena aku peduli padamu, Mas. Aku menyayangimu. Aku masih sangat mencintaimu. Tapi sepertinya, kamu tidak akan pernah mengerti itu...)
"She, muka kamu pucat banget, kamu yakin mau berangkat kuliah?" tanya Wulan cemas.
"Iya, Bun. Aku gak apa-apa kok." Shiena tetap mengulas senyumnya untuk memberi tanda jika dirinya baik-baik saja.
"Ya udah, kamu diantar Mang Pur aja ya. Nanti kalo ada apa-apa segera telpon Bunda."
"Iya, bundaku sayang..." Shiena memeluk Wulan.
"Aku berangkat dulu ya, Bun. Daaah bunda..."
Shiena melambaikan tangan pada Wulan ketika mobil mulai melaju. Shiena menyandarkan kepalanya di sandaran sofa mobil. Kepalanya terasa berdengung.
Akhir-akhir ini Shiena kurang memperhatikan asupan makanan untuk tubuhnya. Tugas kuliah yang numpuk ditambah dengan masalah Willy, membuat Shiena tak fokus dalam menjalani hari.
Tiba di kampus, Shiena disambut tatapan heran dari kedua sahabatnya.
"Lo beneran gak kenapa-napa?" Tanya Friska.
"Gak, gue baik-baik aja kok," Timpal Shiena.
Refleks Anila meletakkan punggung tangan di dahi Shiena.
"Badan lo demam, She. Kenapa lo gak izin aja sih?"
"Beneran gue gak apa-apa kok. Yuk, masuk kelas."
Dua jam terasa berlalu sangat lambat bagi Shiena. Kepalanya kembali berdengung.
Shiena segera keluar dari dalam kelas karena merasa tubuhnya tak bisa lagi ia kontrol. Dan benar saja, tubuh Shiena limbung dan terjatuh di depan kelas.
Anila dan Friska berteriak histeris melibat sahabat mereka pingsan di depan kelas.
"Cepat bantuin bawa ke klinik kampus!" Teriak Friska.
Ketika melihat Willy melintas, Friska langsung memanggil Willy.
"Kak, tolongin kak! Shiena pingsan!"
"Hah?! Pingsan?" Willy cukup kaget dan menghampiri Anila yang masih bersama dengan Shiena.
Dengan sigap Willy mengangkat tubuh Shiena ala bridal dan membawanya ke klinik kampus. Willy dan kedua sahabat Shiena setia menunggu di depan klinik.
Namun kedua sahabat itu saling pandang dan memiliki rencana lain. Mereka berencana meninggalkan Shiena bersama Willy saja.
"Umm, kak. Maaf sebelumnya. Aku dan Anila ada urusan. Bisa kan kami nitip Shiena sama kakak?" Permintaan Friska disambut tatapan tajam milik Willy.
"Please, Kak. Kami harus segera pulang." Anila ikut menimpali.
"Haaah!" Willy menarik napas panjang.
"Ya udah sana, kalian boleh pulang. Biar Shiena sama aku aja!"
Keputusan Willy membuat Anila dan Friska bersorak gembira dalam hati. Kini tinggal Willy yang seorang diri menunggu Shiena siuman.
Dokter klinik bicara dengan Willy. "Tekanan darahnya sangat rendah. Dan sepertinya dia terlalu banyak pikiran dan stress. Mungkin kamu bisa pastikan agar Shiena tidak telat makan dan menjaga kondisi mentalnya."
Willy hanya bisa mengangguk. Willy diperbolehkan untuk menjenguk Shiena.
Ditatapnya gadis yang masih terpejam itu.
"Ngapain sih kamu melibatkan diri dalam urusan keluarga aku? Aku ya aku, aku akan tetap begini sampai kapanpun." Willy bermonolog.
Tak lama kemudian, Shiena mulai menggeliat. Matanya mengerjap dan menyesuaikan cahaya yang masuk. Shiena sadar jika dirinya ada di klinik kampus.
"Akhirnya kamu bangun juga. Lain kali perhatikan dulu diri kamu sendiri sebelum memikirkan soal orang lain!"
Suara ketus Willy membuat Shiena kesal dan langsung memposisikan dirinya duduk. Ia ingin segera beranjak dari sana.
"Kalo kamu gak ikhlas buat nolongin, lain kali gak usah tolong aku meski aku hampir mati sekalipun!" Shiena melengos pergi melewati tubuh Willy.
Namun baru beberapa langkah, tubuh Shiena oleng dan untungnya Willy sigap menangkap.
"Makanya jangan ngeyel! Udah tahu masih sakit, masih aja keras kepala!" Ujar Willy dengan mendekap tubuh Shiena.
"Lepas! Aku bisa sendiri kok! Kalo kamu kesini mau ngajakin debat, aku lagi gak minat!" Shiena kembali melangkah.
Namun lagi lagi Willy tidak tega melihat Shiena yang berjalan tertatih. Ia pun segera mengangkat tubuh Shiena seperti sebelumnya.
"Eh? Apaan nih? Turunin aku!" Ronta Shiena.
"Gak! Kamu jangan keras kepala! Kalo terjadi sesuatu sama kamu, saya akan menyesal seumur hidup!"
Ucapan Willy membuat Shiena terdiam. Refleks tangannya mengalung pada leher dan pundak Willy agar tidak terjatuh. Dari jarak yang cukup dekat Shiena memperhatikan raut wajah Willy yang tampak datar seperti biasa.
"Gak usah dilihatin, nanti kamu jatuh cinta."
Shiena membulatkan mata. Tanpa harus diberitahu pun, Shiena memang sudah jatuh cinta pada sosok Willy.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Mrs. Labil
loh, km brlebihan deh Will, harusnya coba dengarkan sheina dl, ntar hbs ini nyesal lagi 😌
2024-04-30
1
Nona M 𝓐𝔂⃝❥
ternyata sama keras kepalanya....
2023-04-17
3