Felisa & Harta Tersembunyi
Rumah duka
Di salah satu Rumah Duka terbesar yang terletak di Ibukota, terlihat Felisa sedangkan merangkul erat bahu adiknya yang terlihat begitu terpukul akan kematian Ayahnya. Tidak ada satupun yang datang untuk melayat kecuali beberapa teman Ayahnya karena memang keluarga mereka sama sekali tidak mempunyai sanak saudara di sini. Kehidupan mereka yang kurang mampu membuat mereka sering di kucilkan oleh orang-orang di sekitarnya. Jika kalian tanya bagaimana bisa seorang gadis miskin melakukan prosesi kematian Ayahnya di rumah duka? Jawabannya adalah tidak tahu. Felisa benar-benar tidak tahu akan apapun yang terjadi di sini, ketika Felisa bekerja di Cafe ia mendadak sudah mendapat kabar kematian Ayahnya dan sudah dalam posisi siap untuk di makam kan.
Ketika Felisa mengecek pembayaran Rumah duka ini para petugas yang bertanggung janwab mengatakan bahwa semuanya sudah di bayar dengan lunas oleh seseorang, membuat Felisa lantas mengernyit dengan tatapan yang tidak mengerti ketika ia mendapati fakta tersebut.
Felisa duduk termenung menatap ke arah foto Ayahnya yang terpampang di bagian tengah karangan bunga sambil mengusap pelan pundak adiknya saat ini. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, Felisa benar-benar terasa bagai teka-teki yang tidak pernah ada ujungnya. Sambil mengusap air matanya yang tampak mengalir dari sudut matanya, Felisa berusaha untuk membuat dirinya setegar mungkin agar bisa menjadi tumpuan bagi adiknya yang terlihat begitu hancur saat ini.
"Cobaan apalagi ini Ayah? Apakah Felisa akan sanggup menjalaninya?" ucap Felisa dengan tatapan yang sendu menatap ke arah foto Ayahnya yang terpajang rapi di tengah-tengah karangan bunga.
Disaat Felisa dan juga adiknya tengah berduka, seorang Pria berpakaian setelan jas rapi terlihat melangkahkan kakinya dan mendekat ke arah dimana Felisa berada saat ini. Ditepuknya pundak Felisa secara perlahan, membuat Felisa langsung dengan spontan menoleh ke arah belakangnya.
"Kamu pulang lah, biar kami yang melanjutkan sisanya. Jangan lupa untuk membawa uang dukacita yang terletak di loker nomer 15." ucap Pria itu yang langsung membuat Felisa mengernyit dengan seketika begitu mendengar perkataan dari Pria tersebut.
"Bagaimana bisa aku meninggalkan Ayah begitu saja? Lagi pula aku masih harus mengambil abunya saat ini sebelum pergi." ucap Felisa menolak perintah dari Pria yang ia sama sekali tidak kenal siapa dia sebenarnya.
Pria tersebut yang mendengar perkataan Felisa barusan lantas terlihat menghela napasnya dengan panjang kemudian menoleh ke arah belakang seakan mengisyaratkan kepada temannya untuk datang mendekat ke arah mereka. Teman pria itu nampak mendekat ke arah ketiganya sambil membawa sebuah guci kecil di tangannya. Diberikannya guci kecil tersebut kepada pria berjas hitam kemudian setelah itu kembali melangkahkan kakinya ke tempatnya semula.
"Ambillah abu Ayah mu dan pergilah sekarang juga." ucap Pria tersebut sambil memberikan guci berisi abu Ayahnya.
Felisa yang menerima guci tersebut tentu saja hanya terdiam sambil melongo menatap ke arah Pria tersebut. Bukankah seharusnya proses kremasi menunggu kesepakatan keluarga? Bagaimana bisa disaat Felisa masih terduduk di sini abu Ayahnya tiba-tiba sudah selesai begitu saja tanpa menunggu kesepakatan darinya terlebih dahulu.
"Tapi... Tapi... Bukankah harusnya kalian mengatakan kepadaku terlebih dahulu? Bagaimana bisa kalian mengkremasi jenazah Ayah ku tanpa sepengetahuan ku seperti ini?" ucap Felisa kemudian sambil bangkit dari posisinya.
Pria itu yang mendapat protes dari Felia lantas langsung mengkode beberapa temannya untuk mendekat ke arah mereka kemudian melirik ke arah Felisa seakan mengatakan untuk mulai bergerak saat ini juga. Beberapa orang yang juga berpakaian serba hitam nampak melangkahkan kakinya mendekat ke arah Felisa dan adiknya begitu mengerti kode yang di berikan oleh Pria tersebut.
Beberapa orang suruhan Pria tersebut lantas langsung menarik tangan Felisa dan juga adiknya agar segera bangkit dari posisinya saat ini. Diseretnya kedua kakak beradik tersebut keluar dari Rumah duka kemudian di hempaskannya begitu saja ketika mereka sampai tepat di pintu masuk.
"Cepat pergi dan jangan lupa ambil uang dukacitanya!" ucap pria tersebut dengan nada yang setengah kasar membuat keduanya lantas terkejut ketika mendapati hal tersebut.
Setelah keduanya di usir dari Rumah duka, Farel terlihat menatap ke arah Felisa yang saat ini nampak begitu terkejut dengan apa yang baru saja terjadi kepada mereka berdua.
"Sebaiknya kita segera pergi dari sini kak, lagi pula kita sudah dapat abu Ayah bukan? Jadi disini pun kita tidak akan ada artinya mengingat kita berdua tidak punya sanak keluarga di sini." ucap Farel yang tidak tega ketika melihat kakaknya yang seperti itu.
Mendengar perkataan Farel barusan, ditatapnya pria dengan tinggi badan 170 centi meter itu yang kini tengah duduk di bangku SMA dengan tatapan yang dalam. Sosok Farel yang begitu dewasa terkadang membuatnya lupa jika ia adalah adik laki-lakinya. Felisa bahkan merasa beberapa kali malah ia yang terkesan seperti adik bagi Farel. Felisa tersenyum ketika melihat Farel tidak lagi menangisi kepergian Ayahnya saat ini.
"Baiklah kita pergi sekarang?" tanya Felisa kemudian kepada Farel yang lantas dibalas Farel dengan senyuman sambil mengangguk secara perlahan.
"Iya, lebih cepat mungkin lebih baik." ucap Farel kemudian sambil menggenggam tangan Felisa sambil melangkahkan kakinya meninggalkan Rumah duka.
**
Ruangan penyimpanan barang
Sesuai dengan arahan yang diberikan oleh Pria bersetelan jas hitam tadi di Rumah duka, saat ini terlihat Felisa dan juga Farel tengah berdiri tepat di depan loker dengan nomor 15. Keduanya saling pandang satu sama lain ketika melihat loker tersebut dalam kondisi yang terkunci. Farel yang baru saja meminta kunci loker tersebut kepada resepsionis tempat tersebut kemudian mulai memberikan kunci tersebut kepada Felisa agar ia bisa segera membuka loker tersebut dan mengambil uang duka yang dibicarakan oleh Pria tadi.
Dengan perlahan Felisa mulai memutar kunci loker tersebut dan bersiap untuk membukanya, namun sebuah suara yang berasal dari Farel lantas menghentikan gerakan tangannya.
"Apa kakak tidak curiga akan isi dari loker ini? Jika hanya masalah uang dukacita untuk apa sampai di taruh di dalam loker? Tidakkah kakak merasa ada sesuatu yang aneh?" ucap Farel kemudian yang lantas membuat Felisa terdiam seketika dan mengurungkan niatnya untuk membuka loker tersebut.
"Tapi Rel... Jika kita tidak membukanya, bagaimana kita bisa tahu isi di dalamnya?" ucap Felisa kemudian yang lantas di balas Farel dengan anggukan kepala.
"Baiklah jika begitu mari kita lihat apa isi di dalam loker ini kak." ucap Farel kemudian yang lantas dibalas Felisa dengan anggukan kepala.
Setelah keduanya sepakat untuk membuka loker tersebut dan melihat isinya, betapa terkejutnya mereka berdua ketika pintu loker tersebut telah terbuka sepenuhnya.
"Ini tidak mungkin!"
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments