Rian menjadi salah tingkah saat Sherly bertanya seperti itu, apalagi tatapan tajam darinya membuat Rian benar-benar harus memutar otak mencari jawaban.
"Karena ... bisa jadi dia cuma sakit, enggak baik berburuk sangka sama adik sendiri!" peringat Rian membuat Sherly sejenak terdiam.
Apa yang dikatakan Rian benar, dia seharusnya percaya kepada Diana jika wanita itu tidak akan melakukan hal seperti itu sebelum nikah.
"Ayo tidur, besok kita harus ke rumah ibu," ucap Sherly yang diangguki oleh Rian.
Pagi datang begitu cepat, Rian yang baru turun dari mobil bersama Sherly terus melangkah menuju meja makan karena dia yakin semua sudah menunggu di sana. Ditambah ada anggota baru di sini.
"Maaf lama, tadi mengantar Amelia dulu," ujar Sherly yang dibalas senyuman oleh Diana.
Bahkan sejak masuk, Rian terus melirik Diana dengan tajam, Diana yang menyadari itu berupaya untuk tidak melirik Rian, dia tahu maksud dari lirikan itu, tentu saja tentang anak yang dia kandung.
"Diana, kenapa melamun?" Suara ibu menyadarkan wanita itu membuatnya segera menggelengkan kepala, dia bahkan tidak sadar jika Sherly telah mengambil sarapan untuk Rian, dia juga harus melakukan hal yang sama, mengambil sarapan untuk Fahri.
"Ibu senang kita berkumpul pagi ini," ujar ibu dengan senyum lebar.
"Sherly juga senang, o ya Diana, kamu udah sehat? Apa udah ke rumah sakit?" tanya Sherly membuat Diana sedikit terbatuk karena mendengar rumah sakit.
"Aku udah sehat," jawab Diana dengan senyuman lebar, dia takut jika semua orang akan tahu tentang kebenarannya, apalagi mereka baru menikah kemarin.
Sherly tidak mengatakan apa-apa lagi, tingkah Diana dan Rian agak sedikit aneh pagi ini, Rian bahkan lebih banyak diam begitu pula dengan Diana. Kalo Fahri, Sherly yakin pria itu memang seperti itu sejak dahulu, sepertinya ada sesuatu yang mereka sembunyikan.
"Mas, kenapa diam? Enggak biasanya." Sherly menyentuh lengan Rian membuat Rian hanya tersenyum tipis dan mengatakan sedikit pusing karena pekerjaan kantor, tentu saja itu hanya kebohongan karena dia sejak tadi hanya memikirkan cara bagaimana mengugurkan janin di dalam rahim Diana.
Rian yakin akan sulit untuk menemui Diana karena wanita itu tidak mau mengugurkannya, entah apa yang ada di otak wanita itu sampai-sampai nekat mempertahankan janin itu, ditambah Diana sudah tinggal di rumah Fahri membuat Rian akan semakin kesulitan.
"Aku berangkat kerja dulu." Rian berdiri, membuat Sherly juga ikut berdiri karena dia harus mengantarkan Rian ke depan pintu.
Setelah kepergian Rian, Fahri dan Diana juga harus pergi karena Fahri harus ke kantor, ada pekerjaan mendadak kata pria itu saat ditanya alasannya, mau tidak mau Diana harus ikut bersama Fahri dahulu.
"Hati-hati," ucap ibu yang diangguki oleh Diana.
Hubungan Diana dan bunda Fahri juga tidak begitu baik, bahkan sepertinya bunda masih belum bisa menerima Diana sebagai menantunya. Sebenarnya Diana tidak terlalu peduli dengan mertuanya itu karena setelah anak ini lahir, dia akan menikah dengan Rian, apapun yang terjadi.
"Diana, tolong bersihkan perkarangan depan!" Suara bunda terdengar yang segera dilaksanakan oleh Diana.
Beberapa minggu menjadi menantu di rumah ini membuat Diana hanya menuruti ucapan bunda itu, melaksanakan apa yang diperintahkan.
"Setelah itu jangan lupa menjemur pakaian!" perintahnya lagi.
Diana yang sekarang tengah dilanda banyak pikiran hanya menganggukan kepala, sudah beberapa kali Rian mengancamnya supaya mengugurkan kandungan ini dan tetap, Diana tetap dengan keputusannya, hanya ini satu-satunya cara supaya Diana bisa menikah dengan Rian.
"Diana, tolong ... eh, Diana!" Suara teriakan bunda Fahri mengema saat melihat Diana sudah tergeletak di tanah, tentu saja wanita itu segera menghubungi Fahri dan meminta tolong bantuan bibi untuk mengangkat tubuh Diana masuk ke dalam.
Diana pingsan, bahkan Fahri yang mendengar kabar itu segera pulang, dia benar-benar khawatir dengan keadaan istri tercintanya.
"Bun, Diana kenapa?" tanya Fahri seraya menatap Diana yang masih tidak sadarkan diri.
"Bunda enggak tahu, saat menjemur pakaian dia udah pingsan aja," jawab Bunda membuat Fahri segera mengendong wanita itu menuju ke arah mobil, dia akan membawa Diana ke rumah sakit.
"Hati-hati!" teriak Bunda saat Fahri sudah masuk ke dalam mobil.
Mereka melaju membelah jalanan, meninggalkan bunda yang tengah menatap kepergian mereka dengan perasaan khawatir, bagaimanapun Diana tetaplah menantunya.
"Bagimana keadaan istri saya, Dok?" Fahri segera berdiri saat seorang dokter keluar dari ruangan Diana diperiksa, bukannya khawatir, wajah sang dokter malah tersenyum bahagia.
"Mari masuk dulu!" ajaknya yang diangguki oleh Fahri.
"Selamat, istri bapak tengah hamil, usia kandungannya sudah memasuki minggu keempat," ucapnya membuat Fahri membeku.
"Hamil?" cicit Fahri seraya melirik Diana yang masih belum sadarkan diri.
"Iya, saya sudah menyuntikkan vitamin, diharapkan supaya istrinya jangan sampai stres dan makan-makanan yang bergizi," lanjutnya membuat Fahri benar-benar tidak tahu akan mengatakan apa.
Minggu keempat? Bahkan mereka baru menikah memasuki minggu ketiga, bagaimana bisa Diana hamil tanpa pernah Fahri sentuh? Jadi, siapa ayah dari janin itu?
"Dokter enggak salah 'kan?" tanya Fahri sekali lagi memastikan apa yang dia dengar.
Dokter tersebut hanya tersenyum membuat Fahri merasakan kehancuran, wanita yang dia nikahi bahkan suda mengandung yang dia sendiri tidak tahu siapa ayahnya.
"Kalo begitu saya permisi dulu," ujarnya yang diangguki oleh Fahri.
Fahri merasakan sakit di dadanya, seakan ditikam oleh sebuah benda yang tajam. Kecewa? Sudah pasti, dia kira Diana wanita baik-baik ternyata salah, dia tidak lebih dari seorang wanita murahan bagi Fahri.
Saat Diana membuka matanya, dia dikejutkan dengan tangan Fahri yang langsung menariknya keluar dari sana, ada amarah yang tengah Fahri tahan membuat jantung Diana berpacu dengan cepat, apa jangan-jangan Fahri tahu semuanya?
"Mas," lirih Diana pelan tetapi sama sekali tidak dipedulikan oleh pria itu, dia terus melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, bukan untuk pulang tetapi mengembalikan Diana ke rumah orang tuanya.
Sedangkan Diana yang mulai yakin jika Fahri mengetahui semuanya hanya pasrah, dia tahu dia telah berbuat salah, tetapi ini keputusannya dan dia harus siap menanggung risiko.
"Turun!" tekan Fahri dengan dingin membuat Diana melangkahkan kakinya turun dari sana, dia mengetuk pintu secara perahan seraya memanggil ibunya.
"Kenapa datang enggak memberitahu ibu dulu?" tanya Ibu seraya membukakan pintu, dia bahkan terlihat bahagia melihat kedatangan Fahri dan Diana.
Fahri sengaja mengantarkan Diana ke sini, dia juga akan menjatuhkan talak dan bertanya akan kebenarannya di sini, dia tidak peduli jika hati ibu Diana akan terluka karena hatinya ... juga tengah terluka atas pengkhianatan Diana.
"Maaf Bu, datang tiba-tiba seperti ini, tetapi saya ingin memulangkan Diana kembali ke rumah ini."
"Apa maksud nak Fahri?" tanya ibu dengan tatapan cukup terkejut saat mendengar itu, sedangkan Diana hanya menundukkan kepala, pasrah dengan apa yang terjadi
"Diana ...."
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments