Sementara itu, dengan diantarkan ibu asuhnya, Lara pergi ke sebuah sanggar seni lukis yang berada tak jauh dari sekolahnya. Sejak kecil, Lara memang sangat senang sekali bermain warna. Bakatnya melukis sudah Opa Hadi ketahui sejak Lara berusia dua tahun. Karena itu Opa Hadi mencari sebuah sanggar lukis untuk menyalurkan bakat cucu perempuannya.
Lara kecil sangat menyukai tokoh kartun My Little Pony. Setelah selesai menonton film kartun itu, dia selalu meminta sebuah kertas dan pensil kepada ibu asuhnya. Lara kecil kemudian mulai menuangkan apa yang telah dilihatnya ke dalam sebuah gambar di atas kertas.
Melihat hasil gambarnya yang dibilang cukup baik untuk ukuran anak berusia 2 tahun, Opa Hadi kemudian mengenalkan Lara kepada salah seorang seniman yang tak lain adalah sahabatnya.
Seniman itu memiliki sebuah sanggar seni lukis. Namun, karena usia Lara masih terlalu kecil saat itu, seniman tersebut tidak berani menjadikan Lara sebagai muridnya. Kini, setelah usia Lara memasuki usia sekolah, barulah Lara diterima sebagai muridnya di sanggar itu.
“Hai Uncle Jo!” sapa Lara kepada gurunya.
Namanya Jonathan. Berusia sekitar 45 tahun. Karena kesukaannya terhadap seni, Jonathan ditinggalkan oleh istri dan anaknya. Dia pun terbuang dari keluarga besarnya. Istri Jonathan menggugat cerai dirinya atas desakan kedua orang tuanya. Mereka selalu beranggapan jika Jonathan tak mampu menafkahi anak istri dengan pekerjaannya sebagai seniman. Mau tidak mau, akhirnya Jonathan pun mengabulkan gugatan cerai sang istri.
“Hai, La! Tumben enggak diantar sama Opa?" tanya Jonathan seraya mulai merapikan kanvas-kanvas untuk anak didiknya belajar melukis.
“Opa sedang ada pekerjaan di pabrik," jawab santai Lara seraya mengambil alat-alat lukisnya dari dalam loker yang berada di samping ruangan. “Kakak-kakak yang lainnya belum datang, Uncle?” tanyanya.
“Belum," jawab Jonathan sambil terus menjajarkan kanvas-kanvas itu.
Murid Jonathan sebanyak 15 orang, 9 perempuan dan 6 orang laki-laki. Semuanya rata-rata memiliki usia di atas 10 tahun. Hanya Lara, murid yang paling muda di antara mereka.
Namun, meski usianya sangat muda, Lara tidak pernah merasa rendah diri. Kakak-kakak sanggarnya memperlakukan Lara dengan sangat baik. Terlebih lagi, Lara memiliki kemampuan hebat yang hampir sama dengan mereka.
Satu per satu, kakak-kakak sanggarnya mulai berdatangan. Lara menyapa mereka dengan ramahnya. Begitu pula dengan kakak-kakak sanggar yang membalas sapaan Lara dengan penuh kasih sayang.
Mereka kemudian memposisikan diri untuk duduk di depan kanvas masing-masing. Sejak Lara masuk di kelas ini, lara selalu menempati posisi baris kedua di tengah-tengah. Pukul 09.00 pagi, kelas pun dimulai.
Pembelajaran untuk pertemuan kali ini adalah melukis abstrak dengan tema bebas.
“Baiklah anak-anak, seperti yang kita ketahui, bahwa lukisan abstrak adalah salah satu jenis kesenian yang kontemporer. Dia tidak menampilkan objek dalam dunia asli. Salah satu cirinya adalah, bentuk abstrak dalam lukisan itu tidak berhubungan dengan apa pun yang pernah kita lihat. Namun, apabila diamati lebih lanjut, maka akan terlihat seperti sesuatu. Dan sesuatu itu hanya dipahami oleh si pembuat lukisan dan juga oleh para pelukis yang mahir di bidang lukisan tersebut." Jonathan mulai memaparkan materinya.
"Salah satu ciri yang mencolok adalah, permainan warna yang peka dalam memadukan komposisi warna. Kebanyakan lukisan ini dibuat dengan menggunakan cat air."
Begitulah kira-kira materi yang disampaikan Jonathan untuk kelasnya hari ini.
Lara sangat tertarik dengan pembahasan materi yang sedang diterangkan oleh gurunya. Terlebih lagi, saat dia melihat beberapa contoh lukisan abstrak milik para pelukis dunia. Bukan tanpa alasan Lara menyukai karya kontemporer ini. Sedari kecil, Lara memang sangat menyukai warna. Terlebih lagi warna-warna sekunder.
Lara selalu merasa senang jika Opa Hadi mengajaknya ke tempat finishing barang-barang furniture buatannya. Di sinilah Lara bisa memainkan cat warna sesuka hatinya. Opa Hadi memang orang yang sangat bijak. Kotor bukan menjadi masalah selama cucu-cucunya mendapatkan sebuah pengetahuan dari pengalamannya.
“Baiklah, sudah siap semuanya!” teriak Jonathan.
“Yes, Uncle!” jawab serempak murid-muridnya.
“Oke, sekarang Uncle minta, kalian tuangkan ide kalian, imajinasi kalian ke dalam kanvas yang telah tersedia di depan kalian. Uncle tidak akan membatasi tema untuk pertemuan kali ini. Silakan buat sebebas-bebasnya sesuai dengan keinginan kalian. Bisa dipahami?” seru Jonathan, memberikan perintah.
“Yes, Uncle!” Lagi-lagi para muridnya menjawab dengan kompak.
“Oke! Uncle beri waktu 2 jam. Selesai tidak selesai, setelah waktunya habis, maka kalian harus meletakkan kuas kalian pada tempatnya! Bisa dipahami!" lanjut Jonathan.
"Paham, Uncle!"
Siap, ya. Tiga, dua, satu, go…!” teriak Jonathan seraya menyemangati para peserta didiknya.
Para murid Jonathan langsung sibuk dan fokus dengan alat lukisnya masing-masing. Begitu juga dengan Lara. Gadis kecil itu selalu senang dengan permainan warna. Karenanya, dia terlihat santai menuangkan isi kepalanya ke dalam sebuah lukisan.
Jari-jemari yang mungil, terlihat lincah sekali di atas kanvasnya.
Sreett…
Sreet...
Sreet…
Begitulah kira-kira bunyi kuas yang sedang dia coretkan di atas kanvas miliknya. Lara tampak tersenyum ceria saat dia mencampur warna dasar miliknya sehingga menghasilkan warna-warna yang lebih cerah dan menantang. Dia juga tak segan-segan mencampur warna sekunder miliknya untuk menghasilkan warna baru. Warna-warna cerah itu seolah menggambarkan diri dan sifatnya yang selalu ceria.
Uncle Jonathan berkeliling melihat hasil karya anak didiknya. Dia tampak tertegun dan sedikit mengernyitkan dahinya melihat hasil lukisan Lara yang sudah setengah jadi. Menurut Uncle Jo, ada banyak makna yang tersirat dari lukisan itu. Namun, Uncle Jo masih belum bisa menarik kesimpulan. Karena memang lukisan Lara belum sempurna.
Menit demi menit tanpa terasa telah berlalu.
“Sepuluh detik lagi menuju waktu yang telah ditentukan. Bersiap-siaplah!" teriak Uncle Jo. "10, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, stop!" serunya.
Para peserta didik kemudian meletakkan kuas masing-masing pada tempatnya. Setelah itu, Uncle Jo memberikan waktu istirahat selama satu jam kepada peserta didiknya.
Setelah membereskan peralatannya, para peserta didik mengantri untuk membersihkan tangan yang terkena cipratan cat warna.
Dengan wajah ceria, Lara menghampiri ibu asuhnya.
Melihat Lara menghampiri, Bik Cucum mengeluarkan kotak bekal Lara. Dia kemudian membuka kotak tersebut dan mulai menyuapi Lara. Bagaimanapun, Lara tetaplah bocah berusia lima tahun. Jadi terkadang, ada kalanya Lara susah makan jika tidak disuapi. Terlebih lagi jika Lara sudah mengeluarkan tablet miliknya yang pernah diberikan Opa Hadi sebagai hadiah ulang tahunnya dulu.
Sambil menikmati makan siangnya ,Lara kembali memainkan game warna My Little Pony. Sesekali dahinya terlihat mengkerut saat Lara berusaha memikirkan campuran warna apa yang hasilnya akan sesuai dengan imajinasinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 314 Episodes
Comments
Fatma Arek Magetan
gimana to thor yg bener 2th,3th,apa 5th 😅😅😅
2024-02-15
5
Erina Situmeang
ihhh....seneng lihat org kalau pintar lukis 😊
2023-05-25
1