Waktu terus berganti. Jam berganti hari, hari berganti minggu dan minggu pun berganti bulan. Saat ini, usia kandungan Safira sudah mencapai 8 bulan.
Para warga merasa heran melihat kandungan Safira yang tampak besar. Banyak ibu-ibu paruh baya yang menyangka jika Safira tengah mengandung anak kembar. Namun, Pak Hadi menyangkalnya.
Pak Hadi tahu jika janin yang dikandung Safira adalah tunggal. Dia sendiri mengetahui hal itu pada saat memeriksa Safira ke kota. Di awal kehamilannya, Safira sering mengalami morning sickness yang membuat dia terpaksa harus mendapatkan cairan infus dan dirawat di rumah sakit. Dari USG yang dilakukan Safira, Pak Hadi pun mengetahui jika Safira tengah mengandung bayi tunggal berjenis kelamin laki-laki.
🌷🌷🌷
Pagi ini, seperti biasa, Safira sedang sibuk di dapur untuk menyiapkan sarapannya dan juga bekal bagi ayah angkatnya yang hendak bekerja.
Pak Hadi merupakan seorang pengrajin kayu. Dia memiliki sebuah kios yang menjual bahan material bangunan yang berupa kusen pintu dan jendela yang terbuat dari kayu.
“Ish!” desis Safira seraya sedikit membungkukkan badan. Entah kenapa perutnya terasa kram.
Setelah rasa sakitnya sedikit mereda, Safira kembali menegakkan tubuh. Dia mulai memasukkan lauk pauk ke dalam kotak makan milik ayahnya. Tiba-tiba Safira meringis kesakitan seraya memegangi perutnya.
Apa sudah waktunya melahirkan? Bukankah HPL-nya masih satu bulan lagi? batin Safira seraya terus memegangi perutnya yang semakin menegang.
"Ish, apa aku salah menghitung? Ah, mungkin memang aku salah hitung. Bukankah aku sendiri tidak menyadari jika aku tengah hamil?" gumam Safira.
Kembali Safira mengusap-usap perutnya untuk meredakan rasa nyeri.
“Aww!” Safira menjerit. Kali ini dibarengi helaan napas yang memburu cepat.
Pak Hadi yang mendengar jeritan Safira, segera menuju dapur. Dia melihat Safira sedang berjongkok, meringis menahan sakit seraya memegangi perutnya.
“Astagfirullah! Kenapa, Nak?” tanya Pak Hadi seraya menghampiri dan ikut berjongkok di hadapan Safira.
“Perut Sa-fira, sa-sakit, Pak,” ucap lirih Safira dengan terbata-bata.
Meski usia Pak Hadi sudah mencapai kepala lima, tapi tubuhnya yang tegap bagaikan seorang atlet binaragawan seakan tak merasa kesulitan untuk memangku Safira.
Pak Hadi segera membawa Safira dan mendudukannya di kursi belakang mobil klasik, kesayangannya. Tak lama kemudian, Pak Hadi segera melajukan mobilnya menuju klinik desa.
Setengah jam melewati perjalanan, akhirnya mobil yang dikendarai Pak Hadi berbelok ke halaman klinik desa. Setelah memarkirkan mobilnya, Pak Hadi kembali menggendong Safira menuju klinik.
"Baringkan di sini, Pak!" ucap salah seorang perawat yang menghentikan brankar di hadapan Pak Hadi.
Pak Hadi pun membaringkan Safira di atas brankar. Sedetik kemudian, Safira dibawa ke ruang bersalin.
Sesaat Setelah Safira memasuki ruang bersalin, seorang bidan berhijab segera memasuki ruangan itu.
“Permisi, apa Bapak mau menemani putri Bapak ke dalam?” tanya seorang perawat menghampiri Pak Hadi yang sedang berjalan mondar-mandir di depan ruang bersalin.
“Apa boleh, Sus?” Pak Hadi malah balik bertanya.
“Tentu saja boleh, Pak," jawab sang perawat.
“Iya, Sus. Saya ingin menemani putri saya,” lanjut Pak Hadi.
“Mari, silakan, Pak!” ujar perawat seraya membuka pintu dan membiarkan Pak Hadi masuk ke dalam ruang persalinan.
Begitu sampai di dalam, hati Pak Hadi terasa pilu mellihat kesakitan yang tampak di wajah putri angkatnya. Seketika bayangan istrinya yang tengah melahirkan putranya dulu, melintas dalam benak Pak Hadi.
Bagaimana keadaan kamu sekarang, bun? Ayah sangat merindukanmu. Ayah yakin, bunda pasti sudah bahagia bersama anak kita, di sana. Maafkan ayah yang tidak pernah bisa mempertahankan kalian, batin Pak Hadi.
“Pak, sakit, Pak!” jerit Safira.
Jeritan Safira seketika membuyarkan lamunan Pak Hadi. Pria paruh baya itu pun segera berlari menuju ranjang putrinya. Dia meraih tangan Safira seraya mengelus kepalanya.
“Tenanglah, Sayang. Besabarlah! Bapak yakin kamu pasti kuat," bisik Pak Hadi di telinga Safira.
"Berjuanglah, Nak! Bapak akan selalu di sini untuk menemani kamu," lanjutnya, berupaya untuk memberikan kekuatan kepada putri angkatnya.
“Siap ya, Bu. Ini pembukaannya sudah lengkap. Sekarang, Ibu ikuti instruksi saya!” ujar bidan berhijab itu memberikan perintah.
“Iya, Bu," jawab Safira lirih.
“Tarik napas dalam, kemudian embuskan secara perlahan, Bu!" Kembali Bidan itu memberikan perintah.
Safira mengikuti arahan bidan itu.
“Ya, ngeden, Bu!” teriak bidan itu lagi.
“Heeeuuu….! Heeeuuu….!”
Setelah dua kali mengejan akhirnya terdengar suara tangisan kencang bayi dari arah jalan milik Safira.
“Oeeekkk…..oeeekkk…oeeekkkk”
Tangisan itu begitu menggema di ruangan bersalin. Seketika, air mata kebahagian mulai luruh di kedua pelupuk mata Pak Hadi.
“Bayinya laki-laki atau perempuan, Bu?” tanya Pak Hadi terlihat antusias.
“Laki-laki, Pak," jawab bidan itu yang masih berusaha memisahkan tali pusar dari sang bayi.
“Alhamdulillah!” ucap syukur Pak Hadi.
Setelah bidan berhasil mengeluarkan bawaan sang bayi, dia pun mulai melangkah hendak membersihkan darah yang menempel di sekujur tubuh bayi Safira. Namun, tiba-tiba saja Safira kembali berteriak.
“Ah, sakit, Bu !” teriak Safira kembali meringis kesakitan seraya memegangi perutnya yang masih tampak besar.
“Bu, a-aku merasa ji-jika ada sesuatu yang akan keluar lagi dari jalan lahirku!” pekik Safira sambil mengangkat kepalanya.
Bidan berhijab itu terkejut. Dia segera mennyerahkan putra Safira kepada perawat yang membantunya tadi. Setelah itu, dia kembali berjongkok di hadapan area terlarang Safira.
“Masya Allah, Bu! Bayinya masih ada satu lagi. Ngeden yang kuat ya, Bu. Kepalanya sudah terlihat!” teriak bidan itu.
Safira pun kembali mengejan dengan sekuat tenaga.
“Oeeekkkk….oeeekkk….oeeekkk….”
Tangisan bayi kembali memecahkan keheningan di ruangan itu.
“Alhamdulillah ... yang ini bayinya perempuan, Pak. Wah, selamat ya ... cucu Bapak sepasang anak kembar,” ujar bidan itu seraya kembali mengurus kelahiran putri Safira.
“Masya Allah! Subhanallah! Tabarakallah! Terima kasih, Tuhan,” puji Pak Hadi mengucap syukur seraya bersujud.
Kebahagian yang terpancar di wajah Pak Hadi, sangat berbanding terbalik dengan wajah Safira yang terlihat dingin. Tak ada senyum, tak ada tangis, tak ada binar kebahagiaan yang terpancar di kedua bola matanya. Namun, hanya ada tatapan kebencian tertuju kepada kedua anaknya yang sedang dibersihkan para perawat.
Setelah satu jam berlalu, kedua perawat itu pun membawa bayi kembar Safira ke ruang rawatnya.
“Silakan diazani, Pak!” ucap perawat yang membawa bayi laki-laki Safira.
Secara bergantian, Pak Hadi mulai mengumandangkan azan dan iqomah di telinga kanan dan kirinya kedua anak itu. Setelah selesai, para kedua perawat itu
menidurkan bayi kembar Safira di dalam box-nya masing-masing.
Namun bayi yang berjenis kelamin laki-laki, tiba-tiba menangis kencang begitu dibaringkan di atas box.
“Hmm, sepertinya si jagoan lapar, Bu” ucap perawat yang menggendong bayi laki-laki Safira. Sedetik kemudian, perawat itu kembali menggendongnya dan menghampiri Safira. “Silahkan disusui, Bu," imbuhnya sembari menyodorkan bayi laki-laki berwajah bule ke arah Safira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 314 Episodes
Comments
Aty
pasti ganteng dan cantik, keturunan bule.. 😍😍😍
jangan2 pak hadi ayahnya safira
2023-09-13
8
Alleyza Azura
welcome baby twins
2023-06-10
1
Erina Situmeang
selamat Safira Sdh melahirkan baby kembar
dan katanya wajahnya mirip bule ya🤗🤗
2023-05-24
1