Tiba di rumah sakit, Oma Halimah masih menyeret Safira menuju poli obgyn. Dia kemudian meminta seorang dokter obgyn untuk memeriksa Safira.
“Alhamdulillah! Selamat ya Bu, cucu Anda memang sedang mengandung. Saat ini, usia kandungannya mulai menginjak 9 minggu,” tutur dokter kandungan.
Jedar!
Bagaikan tersambar petir di siang bolong, baik Oma Halimah maupun Safira, keduanya merasa kaget mendengar pernyataan dari dokter kandungan tersebut.
“Ha-hamil! Sa-saya hamil?!” kata Safira, tak percaya.
Oma Halimah kembali menarik tangan Safira keluar dari ruangan obgyn. Tiba di luar, Oma Halimah sedikit terkejut ketika mendapati Adam dan Safina sedang berdiri di luar.
“Hubungi ayahmu! Bubarkan semua tamu undangan!” perintah Oma Halimah kepada Safina.
“Ta-tapi, Oma?” tanya Adam, heran.
Oma Halimah menghampiri Adam. “Nak Adam, maafkan Oma yang tidak bisa menjaga cucu Oma sendiri. Pulanglah! Katakan kepada orang tua kamu, jika pernikahan ini dibatalkan. Oma tahu, Oma telah membuat kamu dan keluargamu menanggung malu dengan gagalnya pernikahan kalian. Namun, Oma tidak bisa lebih menanggung malu lagi, karena harus menyerahkan wanita bekas untuk menjadi istri kamu," tutur Oma Halimah.
Jleb!
Wanita bekas?! batin Safira sembari menoleh ke arah neneknya.
Ya, tanpa Oma Halimah sadari, ada hati yang terluka akibat ucapannya. Safira pun hanya bisa menundukkan kepalanya dalam ketidakmengertian. Dia sendiri merasa heran, bagaimana mungkin dia bisa hamil jika dia merasa tidak pernah melakukan hubungan badan dengan laki-laki mana pun.
Tiba-tiba saja ....
“Hummpphh!” Safira membekap mulutnya dengan kedua tangan. Sejurus kemudian, dia segera berlari menuju toilet rumah sakit.
“Hooeeekkk….hooeeekkk….hooeeekkkk!”
Kembali Safira memuntahkan cairan bening yang terasa masam di mulutnya. Entah berapa lama dia muntah. Kepayahan telah menderanya. Kerongkongannya telah begitu kering, mulutnya terasa pahit. Hingga sesaat setelah merasa perutnya sudah tidak bergejolak lagi, Safira membuka kran air dan membasuh mulutnya.
Ya Tuhan ... benarkah aku hamil? batin Safira, menatap wajah sayunya di depan cermin wastafel.
Setelah mendapatkan sedikit kekuatan, Safira pun keluar dari toilet. Di depan koridor toilet, Safina telah berdiri dengan tatapan cemas.
"Kamu enggak apa-apa, Fir?" tanya Safina.
Safira mendongak. Senyum tipis tersungging di kedua sudut bibirnya. "Aku baik-baik saja, Fin," sahutnya.
"Sini aku bantu," lanjut Safina seraya merangkul kedua pundak Safira dan memapahnya.
Entah apa yang terjadi kepada sepupunya itu.
🌷🌷🌷
Di kediaman Oma Halimah.
Plakk!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi putih nan mulus milik Safira.
“Katakan, siapa yang telah menghamili kamu ?” teriakan Oma Halimah menggema di ruang keluarga.
Safira hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Plak!
Kembali Oma Halimah menampar Safira, hingga kali ini, Safira pun jatuh tersungkur di lantai. Oma Halimah berjalan menghampiri Safira. Tangannya mencengkeram kedua rahang cucu sulungnya.
“Katakan, Fira! Siapa laki-laki itu! Siapa laki-laki yang telah menyentuhmu?” tanya Oma Halimah, geram.
“Ma-maaf, Oma, ta-tapi Fira benar-benar tidak tahu siapa laki-laki itu,” jawab lirih Safira.
Oma Halimah mendorong wajah Safira hingga tubuh Safira terjengkang ke belakang.
“Omong kosong apa ini Safira!” ucapnya. “Memangnya berapa banyak laki-laki yang telah meniduri kamu sampai kamu tidak tahu siapa ayah dari janin kamu, hah?!” kembali Oma Halimah berteriak.
Safira menggeleng-gelengkan kepalanya, “Tidak Oma, bukan begitu! Sumpah Demi Allah, Safira merasa, Safira tidak pernah melakukan perbuatan terkutuk itu. Fira masih punya iman, Oma. Fira nggak mungkin berbuat zina!” balas Safira berusaha membela diri.
“CUKUP SAFIRA ANINDHITA!” teriak Oma Halimah semakin keras. “Sampai kapan kamu akan mengelak, heh? Masih bisa kamu mengelak? padahal buktinya sudah ada di hadapan kita semua. Apa kamu pikir, kamu itu Siti Maryam, yang bisa hamil tanpa disentuh!” geramnya.
Safira diam. Apa yang diucapkan Oma Halimah memang benar. Sekuat apa pun dia mengelak, tapi janin yang berada dalam kandungannya, merupakan bukti nyata jika Safira pernah melakukan hubungan badan dengan seorang pria. Tapi siapa pria itu? Bahkan Safira sendiri tidak pernah ingat kapan, di mana dan bersama siapa dia melakukan hubungan terlarang itu.
“Diaaaah !” teriak Oma Halimah.
Seorang ibu paruh baya, datang tergopoh-gopoh menghampiri Oma Halimah.
“Iya, saya, Nyonya !” ujar Bik Diah, asisten rumah tangga di kediaman Oma Halimah.
“Sudah kamu bereskan semua pakaiannya?” tanya Oma Halimah, dingin.
“Su-sudah, Nyonya," jawab Bik Diah.
“Keluarkan sekarang juga, dan lempar keluar rumah!” titah Oma Halimah.
“Ba-baik, Nyonya," sahut Bik Diah.
Perempuan paruh baya itu pun kembali ke atas dan memasuki kamar Safira. Tak lama kemudian, Bik Diah menuruni anak tangga seraya menarik sebuah koper besar di belakangnya. Membuat si pemilik koper mengernyitkan kening.
"Ma-mau Bibik apakan koler Fira?" tanya Safira.
Bik Diah tidak menjawab, hanya tatapannya saja terlihat sendu. Tiba di anak tangga terakhir Bik Diah terlihat menitikkan air mata.
"Maafkan Bibik, Non," ucapnya seraya berlalu melewati Safira begitu saja. Tiba di teras depan Bik Diah menyimpan koper Safira di sana.
Oma Halimah kembali menyeret Safira keluar rumah.
“Enyah kamu dari sini, Fira! Jangan pernah injakkan kakimu di rumah ini lagi! Aku tidak sudi mengakui kamu sebagai cucuku lagi. Pergi!” usir Oma Halimah seraya mendorong tubuh Safira hingga terjerembab ke belakang.
Mulut Safira hanya bisa menganga. Dia benar-benar tidak percaya mendapatkan perlakuan buruk dari keluarganya. Neneknya tengah mengusirnya, tapi tak ada satu pun keluarga yang membelanya saat ini. Termasuk sepupunya.
Safina, sepupu yang selalu dia bela, hanya mampu diam melihat perlakuan neneknya terhadap Safira. Dengan berat hati, Akhirnya Safira pergi dari rumah yang selama 23 tahun ini dia tempati.
Tiba di luar gerbang, Safira membalikkan badan. dia menatap sayu bangunan tua yang sudah menjadi tempat berlindungnya selama ini. Janur kuning yang tengah melambai-lambai tertiup angin, menjadi saksi bisu kepiluan yang harus dia alami. Dia tidak pernah mengerti, kenapa Tuhan mengujinya sehebat ini?
Menyadari nasibnya yang sudah tak memiliki keluarga, Safira akhirnya melangkahkan kaki menyusuri jalan raya. Beruntungnya, perumahan tempat Safira tinggal, merupakan perumahan para kaum elite. Hingga tak satu pun warga perumahan yang berniat untuk menanyakan kegaduhan di rumah besar Oma Halimah.
🌷🌷🌷
Sekitar pukul 14.00, Safira tiba di TPU tempat di mana kedua orang tuanya dimakamkan. Dia kemudian bersimpuh di atas kuburan ayah dan ibunya yang berdampingan.
“Ayah, Ibu ... kenapa kalian tega meninggalkan Fira sendirian di dunia ini! Ke-kenapa saat terjadi kecelakaan itu, kalian tidak membawa Fira juga? Agar Fira bisa ikut bersama kalian. Fira nggak sanggup, yah, bu. Ba-bagaimana sekarang Fira harus menjalani kehidupan ini, Yah, Bu? Fira enggak punya siapa-siapa lagi. Fira sebatang kara, sekarang. Huhuhu ….”
Safira menangis tersedu-sedu di depan makam kedua orang tuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 314 Episodes
Comments
Moch Guntur
dia Udah Pacaran sama Adam 2 tahun,terus Hamil sdh 9 Minggu,apa Omanya gk Curiga sama Adam,walaupun bkn Adam Pelakunya tapi Logikanya dia Udah Pacaran 2 tahun sama Adam Laki-laki yg mau di Nikahkan Tadi,Kecuali si Adam baru Pacaran 2 Minggu
2024-03-29
3
Oi Min
ini knp Fira bsa hamil??apa dia di jebak seseorang dan tdk.ingat??ato dia korban inseminasi yg salah sasaran??kek telenovela Juana dulu
2024-03-20
1
Emn Sc
cerita awal dh sedih
2024-02-29
0