Pelayan wanita berjalan dengan langkah terburu-buru menuju ruang kerja pribadi Alvian. Ia masuk ke dalam ruangan itu setelah mengetuk pintu. Wajah pelayan itu tampak pias.
"Tu-tuan..."
Alvian yang fokus menatap layar laptop dan jari-jarinya bergerak liar menekan keyboard yang ada di sana, kini beralih menatap pelayan yang berdiri di depan meja kerjanya.
"Ada apa?" tanya Alvian datar.
Pelayan itu terlihat ragu mengatakannya."No-nona Elza memuntahkan makanan yang baru saja di antarkan ke kamar. Dan bukan hanya itu, suhu badan Nona Elza panas tinggi, Tuan."
Raut wajah Alvian mendadak berubah mendengar itu. Ia langsung menutup laptop dan bangkit dari kursi kebesarannya. Dengan diikuti pelayan dari belakang, Alvian melangkah lebar keluar dari ruangannya menuju ke kamar Elza yang tidak jauh dari ruang kerjanya.
Ceklek
Alvian terdiam sejenak di ambang pintu ketika sudah membuka pintu kamar Elza. Matanya mengarah pada kasur yang terdapat cairan muntahan di atas sprei. Sedangkan Elza sudah tidak ada di kamar itu. Namun, suara keran air di kamar mandi membuat atensi Alvian teralihkan. Pria itu langsung melangkah menuju ke kamar mandi dan menduga Elza ada di sana. Sementara pelayan wanita tadi membereskan kekacauan yang ada di kamar Elza termasuk mengganti sprei yang sudah di penuhi muntahan sang nona muda.
Huek...
Di kamar mandi, Elza memuntahkan isi dalam perutnya hingga hanya cairan bening kental yang keluar dari dalam mulutnya. Ia memegangi perutnya yang terasa sakit dan lelehan air mata membasahi wajahnya.
Tubuh mungil wanita itu tersentak ketika merasakan pijitan di tengkuknya. Ia langsung menatap pantulan cermin di depannya yang terpampang jelas sosok Alvian berdiri di belakangnya. Pria itu masih memijit lembut tengkuknya.
"Masih mual?" tanyanya lembut penuh perhatian.
Sungguh, ini seperti mimpi bagi Elza. Bagaimana tidak, seorang Alvian yang selalu berucap kasar dengan nada marahnya kini bersikap lembut dengannya. Tangan kekar Alvian melingkar di perut Elza yang lagi-lagi dibuat panas dingin perlakuan suaminya. Tangan kanan Alvian membersihkan sisa-sisa saliva di bibir Elza dan segera mencuci tangannya.
Elza refleks mengalungkan kedua tangannya di leher Alvian, ketika pria itu tiba-tiba menggendong tubuhnya. Dengan hati-hati Alvian mendudukkan Elza di sofa karna pelayan masih sibuk mengganti sprei.
"Setelah mengganti sprei, kau telpon dokter Ana untuk segera ke sini," titah Alvian yang diangguki pelayan tersebut.
Sedangkan Elza meneguk ludahnya kasar dengan keringat dingin yang semakin mengucur membasahi sekujur tubuhnya. Bagaimana Alvian tahu kalau Ia hamil? Lalu, bagaimana bila Alvian memintanya menggugurkan kandungan ini? Deretan pertanyaan penuh kecemasan memenuhi kepala Elza saat ini.
Tangan wanita itu terulur menyentuh perut datarnya. Ia melirik Alvian yang berdiri di sampingnya sambil mengutak-atik ponsel. Setelah menunggu setengah jam akhirnya dokter Ana datang.
"Aku ingin kau keluar dari kamar ini," ucap Elza menatap Alvian yang merespon dengan satu alis yang tertarik ke atas.
Sedangkan dokter Ana menatap sekilas pada Alvian dan kembali menatap wajah pucat Elza.
"Aku tidak akan keluar dari sini." balas Alvian seraya bersedekap dada. Sorot tajamnya tak teralihkan dari sang istri.
Mendengar balasan Alvian, membuat bahu Elza merosot lemas. Setidaknya pria itu tidak akan tahu sama sekali tentang kehamilannya, tapi ekspetasi yang Ia rencanakan tidak sesuai realita.
Dokter Ana mulai memeriksa Elza yang sudah pasrah. Dokter wanita itu juga menanyakan keluhan apa saja yang Elza rasakan dan memeriksa bagian perut Elza yang terasa keras saat di tekan.
"Bagaimana?" tanya Alvian ketika dokter Ana sudah selesai memeriksa Elza.
"Semuanya baik-baik saja, Pak. Dan saya ucapkan selamat, istri anda positif hamil. Saya perkirakan usia kandungnya sekitar tiga mingguan."
Ucapan dokter Ana membuat pupil mata Alvian membesar dengan raut wajah yang terkejut. Sorot matanya langsung mengarah pada Elza yang membuang muka ke arah lain. Tak ingin bersitatap dengan suaminya.
"Kalau begitu anda bisa keluar," ucap Alvian mengusir secara halus dokter Ana yang mengernyitkan keningnya.
Dokter Ana sendiri merupakan dokter pribadi keluarga Pramana, menggantikan orang tuanya yang beberapa tahun yang lalu sudah meninggal dunia.
Tanpa ingin membantah ucapan Alvian, dokter berusia 39 tahunan itu keluar dari kamar yang menyisakan Alvian dan Elza. Wanita itu meremas sprei karna rasa takut dan khawatir.
"Berapa kali sudah ku katakan untuk meminum pil menunda kehamilan saat kita bercinta. Dan lihat sekarang...kau hamil!" ucap Alvian dengan nada marahnya. Seolah tak terima dengan kehamilan Elza.
"Lalu, aku harus bagaimana?!" sentak Elza yang tak dapat menahan air mata yang mengucur deras.
"Gugurkan!"
"Aku tidak mau...!!"
Elza memeluk perutnya seolah melindungi janin yang Ia kandung sekarang.
"Jika kau tidak menginginkannya, biarkan aku menjaga dan merawatnya!" ucap Elza dengan diiringi suara isak tangis yang terdengar memilukan.
Alvian mendengus dengan kedua tangan yang terkepal."Besok kita ke rumah sakit!"
"Aku tidak mau menggugurkannya..." Tangisan Elza semakin menjadi-jadi. Sementara Alvian sudah meninggalkan kamar itu.
Beberapa pelayan yang tidak jauh berada di kamar Elza, merasa iba dan miris dengan sikap Alvian.
___________
Hei girl! Terima kasih sudah mampir
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan like dan komen:))
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Toto Suharto
makin penasaran kak..up nya lebih sering lagi
2023-03-17
1
nonsk2711
manusia berhati iblish yg membunuh anak nya sendiri,knp jg Elza msh bertahan hidup dgn manusia bgtu lbh baik kluar pisah El,hubungan yg membagongkan 🤭
2023-03-17
1
Nasya Princs
udah pergi aja sih elza ngapain bertahan sama laki2 toxic kaya gitu
2023-03-16
1