"Kalian semua harus tutup mulut! Jangan berani-berani mengatakan yang sebenarnya jika aku mengusir Elza dari mansion ini pada Alvian. Jika kalian berani membeberkan ini semua, bukan hanya gaji kalian saja yang aku potong tapi juga di pecat dan angkat kaki dari sini! Paham?!" ucap Riana dengan sarkas pada para pelayan yang berbaris di hadapan wanita paruh baya itu.
"Baik Nyonya!" balas mereka semua serempak tanpa berani mengangkat pandangannya menatap Riana.
Sementara wanita paruh baya itu tersenyum lebar. Ia sudah tak sabar mengatur rencana selanjutnya. Ternyata sangat mudah menendang wanita cacat itu dari mansion ini.
"Ooh ya. Kalian juga harus mengatakan pada Alvian jika Elza yang memilih keluar dari rumah ini," sambung Riana.
Lagi, pelayan hanya bisa mengangguk pasrah mengikuti perintah nyonya besar. Walaupun ada rasa berat hati harus berbohong, mengingat Alvian sangat baik pada mereka semua serta terbesit rasa bersalah pada nona muda mereka, Elza.
Sementara di tempat lain, seorang gadis tengah duduk di sofa dengan posisi menghadap ke arah televisi yang menampilkan acara kesukaannya. Aluna tampak menikmati mie kuah yang masih mengepul asapnya, memang sudah paling nikmat makan mie instan saat hujan-hujan seperti ini. Baru saja hendak membuka mulut, suara ketukan pintu yang cukup kencang membuat pergerakan tangannya terhenti.
"Siapa pula malam-malam ke sini?" gerutunya seraya bangkit dari sofa. Aluna membuka pintu dan langsung menampilkan raut terkejutnya melihat Elza sudah berdiri di depan pintu dengan kondisi badan basah kuyup.
"Elza! Kau kenapa?" Aluna menatap khawatir dan terkejut pada sahabatnya itu. Bagaimana tidak, badan basah kuyup dan beberapa luka di bagian lututnya.
Sedangkan Elza tak menjawab ucapan Aluna, badannya gemetar kedinginan.
"Eh, ayo masuk dulu," ucap Aluna menggiring masuk Elza ke dalam rumah walaupun sebelumnya tertegun beberapa menit. Gadis itu juga tak lupa menarik beberapa tas Elza yang basah ke dalam rumah.
"Duduk dulu di sini." Aluna menyuruh Elza duduk di sofa."Tunggu sebentar, aku ambilkan handuk," ucap Aluna, setelahnya beranjak dari hadapan Elza.
Kurang dari semenit Aluna kembali membawa handuk miliknya. Ia langsung membalut tubuh Elza yang basah.
"Kau kenapa Elza? Apa ada masalah?" tanya Aluna menatap khawatir.
Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Elza kecuali tangisan pilu. Aluna menarik sahabatnya dalam pelukannya. Elza membalas pelukan Aluna dengan tangisan yang benar-benar menyesakkan dada.
"Apa wanita cacat seperti aku akan terus di perlakukan buruk, Lun?" lirih Elza dan hampir tak terdengar. Sedangkan Aluna menggelengkan kepalanya, membantah ucapan yang sahabatnya lontarkan.
"Tidak, Elza. Semua orang berhak diperlakukan dengan baik termasuk kau," balas Aluna, setelahnya menguraikan pelukannya.
Kedua tangan Aluna terulur mengusap air mata yang terus mengalir dari mata Elza yang sudah membengkak. Entah seberapa lama wanita itu menangis. Melihat keadaan Elza seperti ini membuat hati Aluna perih.
"Sekarang cerita dengan ku. Kau kenapa?"
Elza menundukkan kepalanya sejenak, Ia menarik napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Aluna.
"A-aku di usir dari rumah suamiku. Sekarang aku bingung harus ke mana, Lun. Aku takut jika harus pulang ke rumah Ibu," jawab Elza parau dan raut kesedihan yang tergambar jelas.
Aluna tampak terkejut mendengar penuturan Elza.
"Bukannya hubunganmu dengan suamimu baik-baik saja, El?" Aluna kembali melontarkan pertanyaan.
Elza menggeleng lemah."Selama ini aku berbohong dengan mu tentang rumah tanggaku. Aku tidak pernah bahagia dengan Alvian. Aku benar-benar tertekan dengan sikap Alvian dan keluarganya..."
Elza kembali meluruhkan air matanya dan Aluna kembali memberikan pelukan pada sahabatnya. Sepertinya Elza butuh menenangkan dirinya, bathin Aluna.
•
•
Mobil hitam mewah yang mengkilap berhenti tepat di depan mansion. Pintu mobil terbuka dan menampilkan sosok Alvian keluar dari sana. Seharusnya besok Ia pulang, tapi mendadak hatinya merasa cemas dan pikirannya tak karuan. Beberapa pelayan keluar dari mansion ketika Alvian memanggil dan memerintahkan mereka membawa masuk barang miliknya dan ada beberapa oleh-oleh yang Ia bawa.
"Kemarikan yang itu," ucap Alvian seraya menunjuk paper bag coklat. Sopir yang menurunkan barang tuan mudanya segera menyerahkan barang yang di tunjuk.
"Elza sudah pulang?" Pertanyaan yang meluncur dari mulut Alvian seketika membuat badan para pelayan menegang kaku. Mereka semua saling berpandangan satu sama lain.
"No-nona muda..."
Belum sempat salah satu pelayan menyelesaikan ucapannya, suara Riana membuat perhatian Alvian teralihkan.
"wah, ternyata kau sudah pulang. Mama kira besok kau baru pulang," ucap Riana seraya melirik tajam pada para pelayan yang menundukkan kepalanya dan segera pergi dari sana.
"Ya, seharusnya besok aku pulang. Tapi..., Elza sudah pulang, Ma? Tadi aku sudah meminta Ari untuk menjemputnya."
Riana memutar bola matanya malas dan mendadak raut wajahnya tampak masam. Bahkan sudah tersingkir pun dari sini wanita cacat itu masih di cari-cari. Sangat memuakkan.
"Lebih baik kita masuk dulu, tidak enak mengobrol di sini. Mama juga sudah memasakkan makanan kesukaan mu," ucap Riana sebagai pengalihan.
Satu alis Alvian tertarik mendengar itu."Sejak kapan Mama bisa masak?"
Mengingat sang mama tidak pernah menyentuh alat-alat dapur dan bumbu dapur.
"Sekarang Mama sudah bisa memasak, dan Mama ingin kau mencobanya lebih dahulu," ucap Riana seraya menggiring Alvian masuk ke dalam mansion.
Sedangkan di sebuah rumah kontrakan dalam gang, Elza duduk di kasur dengan lamunan yang melanda. Setelah mengganti pakaiannya Aluna langsung menyuruhnya istirahat di kamar dan membiarkannya menenang diri di ruangan ini. Ia beruntung memiliki sahabat seperti Aluna yang sangat paham dan mengerti tentang dirinya.
Sorot mata Elza tak teralihkan menatap hujan yang terus meluruh kian deras dari balik jendela kaca yang tampak berdebu. Sesekali tangan Elza mengusap luka di lututnya yang sempat terjatuh saat menuruni jalan yang menurun. Beruntung kandungannya tidak apa-apa, walaupun ada rasa nyeri di bagian perutnya.
Suara pintu terbuka tidak membuat perhatian Elza teralihkan, Ia lebih tertarik menatap butiran hujan yang terus berjatuhan. Aluna melangkah masuk ke dalam kamar yang cukup kecil itu seraya membawa semangkok bubur instan yang baru saja Ia beli di warung dekat rumah. Ia berinisiatif memberikan bubur dan teh hangat untuk Elza, setidaknya menghangatkan perut.
"Ayo makan dulu, El. Dan jangan terlalu memikirkan masalah tadi," ucap Aluna seraya menarik kursi kayu untuk Ia duduki.
Elza menoleh ke arah Aluna dengan helaan napas panjang."Aku ingin pergi dari kota ini. Aku tidak ingin kembali bertemu Alvian ataupun keluarganya," ucap Elza serak.
Karna Ia tahu cepat atau lambat Alvian akan mencarinya dan memaksa Ia kembali dalam mansion yang lebih mirip penjara berbalut jeruji emas.
"Tapi bagaimana orang tuamu mencari? Apa kau juga tidak memikirkan nasib anak yang kau kandung. Maksudku memilih pergi dan memutuskan hubungan dengan suamimu saat hamil, bukankah itu tidak boleh," ucap Aluna dengan hati-hati.
Elza menyorot tajam pada Aluna."Kau memang benar. Tapi apa pantas aku kembali pada keluarga yang memperlakukan ku buruk dan dengan mudah mulutnya menghina kekurangan ku hingga lupa berkaca bahwa aku seperti ini karna Alvian?"
Aluna yang mendengar pertanyaan itu terkejut."Ja-jadi kau lumpuh karna Alvian?"
Elza mengangguk lemah setelahnya mengalihkan pandangan matanya ke jendela kaca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
nonsk2711
lbh baik pergi menjauh El drpd kembali lg k sarang maung,hdp brsm Alvian bagai di neraka
2023-04-07
1
Toto Suharto
pemikiran kamu udah benar elza..kamu harus kuat dan tegar...
2023-04-06
1
Nasya Princs
kalau alvian langsung percaya perkataan ibunya ya terlalu.udah tau ibunya gak suka smaa elza
2023-04-06
1