SIKAP DINGIN

Kani mengaduh karena rasanya semakin sakit, bahkan rasanya dia tak bisa melangkah lagi, mana masih jauh. Kani mengangkat wajahnya saat mendengar suara Amarendra, sedang tertawa, kemudian sosoknya muncul dengan mengendarai sepedanya dan dari belakang Raihan dan dua temannya mengejar. Amarendra berhenti, menatap, membuat teman-temannya melakukan hal yang sama.

“Kani? Ngapain? Jauh-jauh ke sini!” seru Raihan lantang. Kani berdiri dengan tegap tapi masih memegang perutnya, dia merasa ada harapan ketika melihat Raihan, tapi Raihan melengos saat ponselnya berdering dan tidak mau berhenti untuk pulang bersama walaupun Kani terus memanggilnya.

“Kamu kenapa?” Amarendra mendekat dan Kani menoleh. Gadis itu menunduk dan Amarendra menatap kedua temannya yang langsung tersenyum dan berlalu dengan sepeda mereka.

Lagi, Kani mengaduh, Amarendra terus menatap sampai gadis itu tak punya pilihan lain.

“Kita berteman, bukan? Bisa mengantar temanmu ini pulang? Perutku sakit.” Sambil meringis, dia meminta, bibir Amarendra menyimpul dan dia melirik ke belakang. Mempersilakan.

Di sebuah kedai bakso, Kani dengan lahap menyantap satu mangkuk bakso yang kedua. Amarendra di sebelahnya mengunyah sambil memperhatikan. Perempuan bertubuh tinggi kurus itu mampu makan sebanyak itu? Berkali-kali Amarendra menggeleng kepala, tersenyum, dan menonton Kani yang makan sambil bercerita.

“Jangan telat makan lagi, penyakit Mag itu bisa fatal akibatnya dan jangan mau jika teman-temanmu memanfaatkanmu lagi, apa susahnya melawan, mungkin kamu tidak kesusahan begini.” Amarendra menjelaskan dengan pelan dan Kani menoleh.

“Kau tidak senang menolong gadis malang ini?” Kani mendadak berhenti makan dan Amarendra tertawa.

“Bukan.” Dia menggeleng. “Aku hanya tidak tega, tidak ada saling memanfaatkan dalam pertemanan, Kani.”

“Yang aku ceritakan kepadamu itu sepupuku, bukan teman.”

“Ya sama saja, teman sekelas, ditambah ada kekerabatan di antara kalian jadi dia berani. Baik, kita lupakan itu. Bagaimana, perutmu masih sakit?” balas Amarendra lemah lembut walaupun gadis itu berbicara ketus padanya.

Kani menggeleng, kembali menikmati baksonya begitu juga dengan Amarendra. Kani merasa baikkan, bahkan untuk berjalan pun sampai rumah dia merasa mampu. Tapi Amarendra janji akan mengantarnya pulang.

Setelah selesai keduanya meninggalkan kedai bakso, Kani meninju bahu Amarendra saat pemuda itu entah mau membawanya ke mana.

“Tenang, aku bukan Heri atau Aldi, atau laki-laki semacamnya yang akan membawamu jauh untuk kegiatan tidak penting!” tandas Amarendra dan Kani diam.

Sepeda berhenti di depan sebuah Warung Grosir besar, Kani tahu Grosir ini, Ibunya sering belanja di sini karena harganya miring dari toko lain. Grosir tersebut berada di bagian depan juga bawah rumah berlantai dua.

“Pak Haji, Amarendra bawa cewek!” teriak seseorang dan Kani terperanjat. Pria yang sedang menimbang minyak itu cengar-cengir melihat Amarendra dengannya.

“Dia teman sekolah,” kata Amarendra dan pria itu mencebik bibirnya.

“Anak SMP?” tanyanya tidak yakin dan Amarendra mendelik.

Seorang pria tya dengan songkok putih, kaos putih juga dan kain sarung turun dari lantai dua. Menatap Amarendra dengan Kani lekat.

“Abah, aku mau mengantarnya pulang, dia Kani. Kasihan, rumahnya jauh.” Amarendra izin dengan sopan dan Abahnya menatap Kani lekat.

“Jangan lama-lama,” sahut Abahnya tanpa banyak tanya kemudian Amarendra mengajak Kani pergi. Belum jauh, Kani akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.

“Kamu cucunya pak Haji Salim?”

Amarendra mengangguk.

“Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya padahal sering belanja dengan ibuku,” kata Kani lagi dan Amarendra menoleh singkat.

“Aku baru pindah, jangan banyak tanya, mau pulang atau mewawancarai teman barumu ini?” Amarendra tersenyum dan Kani meminta maaf kemudian diam.

Jalanan menurun dari Terminal membuat Kani berpegangan erat pada baju Amarendra. Laki-laki itu meringis karena kuatnya ditarik, bajunya mencekiknya, Kani mengendurkan cengkeramannya tapi tetap berpegangan. Amarendra sesekali berbicara, tak terasa, akhirnya mereka sampai di jalan menuju rumah Kani. Hanya sampai setengah jalan, Kani seperti saat itu meminta turun dan Amarendra berhenti. Dia tatap kepergian gadis itu, takut-takut nanti perutnya sakit lagi dan perlu bantuannya.

“Dia pintar tapi begitu polos.” Amarendra hanya bisa menggelengkan kepala, kesal mengingat bagaimana Rere meninggalkan Kani hanya demi berpacaran dengan Faisal.

***

Besoknya, Amarendra menyenderkan punggungnya ke dinding Aula, menunggu para gadis muncul untuk bercermin dan memperbaiki penampilan di sana. Dia diam, melipat kedua tangannya di depan dada saat melihat Kani juga muncul dengan teman-temannya. Wajah gadis itu langsung tegang saat melihat Amarendra.

“Apa dia mau menagih uang Bakso kemarin?” gumam Kani dalam hati, hanya itu yang terlintas di benaknya.

“Kamu janjian sama dia?” Citra bertanya dan Kani menggeleng.

Reva menatap Kani dengan tatapan tidak suka begitu juga dengan Teti. Teti maunya Kani dengan Heri.

Kani menoleh saat Rara dan Rere lewat. Rere sama sekali tidak ingin bertanya apakah kemarin Kani baik-baik saja pulang sendirian? Kani hanya bisa menahan rasa kesalnya melihat sepupunya itu sangat tidak bertanggung jawab.

“Kamu yang pakai sweter merah.” Amarendra memanggil sambil menunjuk dan Rere yang merasa itu dia pun menoleh.

“Waduh, apa nih?” Teti bingung sekaligus penasaran.

“Jangan bilang dia suka sama Rere,” bisik Reva kesal.

Rere mesem-mesem karena Amarendra mendekat padanya tapi lewat begitu saja dan menarik lengan Kani membuat gadis itu gelagapan panik.

“Kani sepupumu, bukan? Apa kau bisa bertanggungjawab sedikit? Kau pergi dengannya untuk sebuah tugas kelompok tapi kamu tinggalkan dia di Terminal hanya untuk pergi dengan kekasihmu itu!” tegas Amarendra dan Kani menatapnya.

Wajah Rere sudah pucat, malu dan takut melihat Amarendra.

“Wah parah kamu, harusnya Kani melapor aja ke guru. Biar dia nggak dapat nilai!” hardik Reva dan Teti dengan Citra mendukung.

Tapi Kani, dia merasa itu tidak perlu, dia juga baik-baik saja. Kani lekas menarik Amarendra menjauhi Rere yang sudah hampir menangis.

“Tidak perlu begini, pergilah.” Kani mendongak, menatap lekat, dan Amarendra melihat tangan dengan jemari lentik itu memegang lengannya. “Pergi,” desak Kani melanjutkan.

“Awas saja jika dia begini lagi,” tandas Amarendra kemudian dia pergi, Kani menatap kepergiannya dan dia merasa malu ketika semua mata tertuju padanya. Dia yakin mereka semua sedang menerka-nerka kenapa bisa Amarendra sampai sebegitunya jika mereka tak memiliki hubungan.

“Kamu dengannya pacaran? Dia belain kamu.” Citra berbisik sambil mengempit tangan Kani. Kani tidak mau menjawab dan akhirnya pergi.

“Keterlaluan kamu, Re.” Rara, Kakaknya Rere pun menegur dan merasa malu dengan sikap adiknya. Rere yang tersudut hanya diam. Dia juga kesal karena ketiga teman Kani tersenyum mengejeknya kemudian pergi.

Pembelaan yang dilakukan Amarendra membuat Kani merasakan sebuah rasa, senang dan tak tega pada Rere, tapi semua teman-temannya begitu puas melihat wajah tegang dan takut Rere. Semakin yakin pula mereka yang mengira Kani dan Amarendra menjalin sebuah hubungan padahal nyatanya, mereka hanya berteman. Bagi Kani, Amarendra laki-laki luar biasa dan banyak hal yang ia sembunyikan dan bagi Amarendra, Kani adalah perempuan luar biasa, sederhana, polos, dan masih sangat kecil untuk menjalin sebuah hubungan yang namanya pacaran dan Kani pun tahu itu salah, perihal dia dan Heri kemarin saja, jika hal itu didengar orang tua atau adik-adiknya yang tukang mengadu, mungkin dia akan habis kena marah.

Tiba waktunya Pak Muji pulang, Kani tidak terlalu bersemangat, yakin ponsel baru yang dia impikan hanya sebatas khayalan, mungkin nanti setelah dia dewasa dan bekerja, dia bisa membeli benda itu dan sekarang harus terus berbohong kepada teman-temannya.

Kani melangkah dengan malas sambil mendekap sajadah yang di dalamnya mengimpit mukena yang sudah dilipat rapi. Dia berhenti saat mendengar suara seorang laki-laki dari sebuah rumah cukup agreng di kampung tersebut.

Kani mundur menjauh saat pintu pagar rumah tersebut dibuka, muncullah sosok laki-laki gagah dan rupawan, Kakaknya Bela yaitu Kalingga.

“Eh, Kani. Baru pulang?” Dia bertanya ramah, membuat gadis  yang memang memiliki kekaguman padanya itu tersenyum malu-malu, tak berani menjawab. “Mampir dulu, Bela juga ada. Ayo Dahlia, Kenanga juga.” Kalingga memang ramah dan ketiga gadis itu saling tatap.

“Kita harus pulang,” kata Kani pelan.

“Tapi kalau Mas Kalingga mau kita mampir, kita mau banget.” Dahlia begitu antusias, menarik Kenanga agar masuk dan Kalingga tersenyum sementara Kani, dia malu dengan tingkah kedua adiknya, ia terpaksa masuk juga.

Bela langsung terlihat kesal melihat Kani dengan kedua adiknya, Kani menyadari itu, sesegera mungkin dia menunduk dan sesekali memperhatikan Kalingga. Pria dengan rambut keriting, perawakan tinggi besar itu begitu memesona, ditambah tatapannya yang hangat dan senyumannya yang manis. Kulit sawo matangnya juga menambah kesan manis itu pada sosoknya. Sudah bekerja, pernah mengemukakan niatnya untuk kuliah pada Kani, Kani semakin terpesona dan gadis mana yang tidak memimpikannya menjadi pasangan.

“Ayo dimakan, Kani.” Kalingga menawari dengan lembut sambil duduk di sebelah Bela.

“Kapan Mas Kalingga pulang?” tanya Dahlia sok akrab.

“Tadi sore.” Kalingga tersenyum. “Kabar ayah, ibu, kalian gimana?”

“Sehat, Mas.” Kenanga yang tersenyum sambil menjawab.

Tak lama Nyonya empunya rumah keluar, Bu Wati namanya. Dia menikah dengan pria asal Jawa dan lahirlah Bela dan Kalingga dari perkawinan orang Jawa dan Sunda tersebut. Ayahnya Kalingga dan Bela bekerja di Malaysia, pulang dua atau tiga kali dalam setahun.

Diam yang Kani tampilkan sudah tak aneh bagi mereka yang tinggal satu kampung dan berdekatan dengan rumahnya, gadis itu bahkan sering kali tidak mau menjawab mereka yang bertanya (Pada laki-laki) yang menggodanya. Dia terkenal dengan sikap dinginnya.

Terpopuler

Comments

SM06💜💜💜💜💜💜💜

SM06💜💜💜💜💜💜💜

Maren ada rasa kh ya sama Kani??

2023-03-09

0

lihat semua
Episodes
1 AWAL MULA
2 DISINGGAHI
3 PUTUS
4 HP IMPIAN
5 Pengorbanan seorang Ayah
6 FOTO TAK SENGAJA
7 SIKAP AROGAN yang tak terasa
8 MENANTANG
9 SIKAP DINGIN
10 SERBA SALAH
11 KEBOHONGAN
12 NYATANYA KITA LEMAH
13 SOK JUAL MAHAL
14 KALINGGA
15 MANIS
16 IRI DENGKI
17 HERI
18 SOLUSI BODOH
19 RUMAH SAKIT
20 KAKAK?
21 BUNDA
22 KECEWA
23 TOKO PAK HAJI
24 FITNAH
25 MATI SAJA
26 MUSYAWARAH
27 TEMAN TERBAIK
28 BERANI MELAWAN
29 ASING
30 AYAHKU DI PENJARA
31 KABAR DUKA
32 PINDAH SEKOLAH
33 LINGGA KANI
34 MENGHINDAR
35 NASI KUNING
36 PERTEMANAN YANG SEHAT
37 TRAUMA FISIK DAN MENTAL
38 MENIKAH
39 TRAKTIRAN
40 KEDATANGAN KALINGGA
41 PEKERJAAN TAK ADA HABISNYA
42 KESAL BUKAN MAIN
43 KANI PEMALAS
44 MELIPIR
45 TAMPARAN
46 KHAWATIR
47 YAYASAN
48 PROGRAM
49 MENGINAP
50 HANYA TEMAN
51 KESALAHAN
52 SELALU BOHONG
53 BERDANDAN
54 MENIKAH MUDA
55 LINGGA vs AMARENDRA
56 RENCANA BERKUNJUNG
57 DIA SUDAH DEWASA
58 CALON ISTRI
59 ORANG YANG SAMA
60 KESERIUSAN
61 Pilihan Bu Ismi
62 SOSOK AMAR
63 BUNDA
64 HAMIL
65 TITIP SALAM
66 WAS-WAS
67 PENGKHIANATAN
68 SETENGAH SADAR
69 MEMBERI BAHAGIA
70 PENDOSA
71 SEDERAJAT
72 MELANGKAHI
73 SEDETIK
74 CUCU
75 SALAH PAHAM
76 MENJEMPUT MANTAN
77 PANGLING
78 ANAKNYA BOS?
79 BUMERANG
80 PENCURI
81 FLASHBACK
82 PAMIT
83 SEJOLI
84 SUASANA HARU
85 TAMAT
Episodes

Updated 85 Episodes

1
AWAL MULA
2
DISINGGAHI
3
PUTUS
4
HP IMPIAN
5
Pengorbanan seorang Ayah
6
FOTO TAK SENGAJA
7
SIKAP AROGAN yang tak terasa
8
MENANTANG
9
SIKAP DINGIN
10
SERBA SALAH
11
KEBOHONGAN
12
NYATANYA KITA LEMAH
13
SOK JUAL MAHAL
14
KALINGGA
15
MANIS
16
IRI DENGKI
17
HERI
18
SOLUSI BODOH
19
RUMAH SAKIT
20
KAKAK?
21
BUNDA
22
KECEWA
23
TOKO PAK HAJI
24
FITNAH
25
MATI SAJA
26
MUSYAWARAH
27
TEMAN TERBAIK
28
BERANI MELAWAN
29
ASING
30
AYAHKU DI PENJARA
31
KABAR DUKA
32
PINDAH SEKOLAH
33
LINGGA KANI
34
MENGHINDAR
35
NASI KUNING
36
PERTEMANAN YANG SEHAT
37
TRAUMA FISIK DAN MENTAL
38
MENIKAH
39
TRAKTIRAN
40
KEDATANGAN KALINGGA
41
PEKERJAAN TAK ADA HABISNYA
42
KESAL BUKAN MAIN
43
KANI PEMALAS
44
MELIPIR
45
TAMPARAN
46
KHAWATIR
47
YAYASAN
48
PROGRAM
49
MENGINAP
50
HANYA TEMAN
51
KESALAHAN
52
SELALU BOHONG
53
BERDANDAN
54
MENIKAH MUDA
55
LINGGA vs AMARENDRA
56
RENCANA BERKUNJUNG
57
DIA SUDAH DEWASA
58
CALON ISTRI
59
ORANG YANG SAMA
60
KESERIUSAN
61
Pilihan Bu Ismi
62
SOSOK AMAR
63
BUNDA
64
HAMIL
65
TITIP SALAM
66
WAS-WAS
67
PENGKHIANATAN
68
SETENGAH SADAR
69
MEMBERI BAHAGIA
70
PENDOSA
71
SEDERAJAT
72
MELANGKAHI
73
SEDETIK
74
CUCU
75
SALAH PAHAM
76
MENJEMPUT MANTAN
77
PANGLING
78
ANAKNYA BOS?
79
BUMERANG
80
PENCURI
81
FLASHBACK
82
PAMIT
83
SEJOLI
84
SUASANA HARU
85
TAMAT

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!