Besoknya, pagi-pagi tanpa menunggu adik-adiknya berangkat bersama, tanpa sarapan pula, dan sudah bekerja dari jam tiga subuh sekaligus membantu memasak. Kani menunggu. Teti selalu berangkat pagi, diantar Kakaknya, tak lama Teti muncul tapi menghindar. Teti tahu Kani akan menanyakan mereka ke mana karena semalam Citra meneleponnya. Kani tak bisa memaksa, dia menunggu Citra dan anak itu muncul sambil berlenggak-lenggok.
“Kamu ke mana kemarin? Cit, dia memang pacar kamu, tapi bukan berarti kamu mau dibawa ke mana-mana sama dia,” tegasnya dan Citra mendelik.
“Cuma main, sama Teti juga, kok.”
“Malam-malam belum pulang? Ibu kamu datang ke rumah aku, Cit!”
“Nggak usah ikut campur, deh. Aku yang pacaran kenapa kamu yang repot.”
Suasana keduanya semakin memanas.
“Oh gitu? Oke, jangan minta bantuan soal PR. Awas kamu.” Kani kesal dan Citra menyeringai. Merapat sampai wajah keduanya hampir beradu tapi Kani pergi begitu saja sebelum Citra berbicara, Citra menghentakan kaki dan mendekati Reva yang baru datang.
Pelajaran Olahraga, semuanya sudah berganti pakaian, Reva setuju dengan Kani, dia menegur Teti dan Citra karena masalah mereka. Citra yang sewot tadi pagi pun akhirnya meminta maaf.
“Kani khawatir sama kalian, Ibu kamu sampai datang ke rumah dia. Kalau kalian berdua bermasalah bukan hanya Kani yang kena, aku juga. Kalian, kan, tahu ayahku galak, jangan beginilah,” ujar Reva sambil menggulung rambutnya. Kani diam dan memperhatikan seragam Reva yang semakin pas di badan, dadanya yang memang besar begitu menonjol, sama dengan Teti. Kani menunduk, menatap bajunya yang kedodoran, Ibunya yang mendesak agar memilih seragam olahraga lebih satu Size. Ia merasa seperti orang-orangan sawah.
“Maaf, Kani.” Kini Teti yang baru sadar dan Kani mengangguk.
“Sudah, ayo.” Kani bangkit. Dia melangkah di belakang, mengikat rambutnya tinggi-tinggi, semua murid kelas 12 A bersiul melihat Reva. “Kenapa olahraganya digabung sama SMA begini?” Dia berbisik kepada Teti.
“Aku nggak tahu, kebetulan kali atau guru mereka iseng mengganti jadwal.” Teti menimpali dan Kani mengambil botol airnya. Dari gerombolan anak SMA itu, Amarendra memperhatikannya.
Reva cengengesan, duduk berpisah dengan teman-temannya agar dia bisa terlihat oleh Amarendra tapi Amarendra tak peduli.
“Kani, aku melihat kamu dibonceng Kak Maren. Dari mana, sore-sore, dingin habis hujan!” seru Rosi lantang, semua bersiul, Maren sampai didorong-dorong digoda oleh Raihan dan temannya yang lain. Dia senyum-senyum dan Kani menunduk malu.
“Kani!” Teti menyenggol lengan Kani, ia tak menyangka temannya putus dengan Heri langsung dapat pengganti modelan Amarendra.
“Enggak, itu...” Berusaha menjelaskan tapi Citra menyela.
“Mengaku saja kamu, pantas ogah-ogahan sama si Heri,” bisik Citra lalu dia tertawa.
Semuanya heboh, Kani menunduk begitu juga dengan Amarendra.
“Itu bener?” bisik Aldi kepada Heri dan Heri mengangguk. “Gue kira lo yang nganterin dia, kalah cepat, padahal kita nunggu lama banget kemarin, kenapa juga si Maren mendadak bisa ada di sana?” Aldi menebak-nebak dan Heri diam dengan wajah begitu lesu.
Mereka diminta melakukan pemanasan, dua guru olahraga itu sepakat untuk meminta semuanya lari sampai titik yang disepakati, jangan belok ke mana-mana tidak jelas karena guru mereka semua ikut paling belakang untuk mengawasi, ada yang setuju ada juga yang mengeluh.
Murid SMP duluan, disusul murid SMA itu, semakin jauh semuanya bercampur, yang ada hubungan merapat cari-cari kesempatan. Kani yang ditinggal sendiri hanya bisa berjalan santai sambil mendengarkan lagu. Amarendra yang saling merangkul dengan Raihan terus memperhatikannya.
“Jujur aja, kamu ada hubungan dengan dia?” kata Raihan dan Amarendra tertawa.
“Kemarin cuman kebetulan, aku beli makanan yang abahku mau daerah situ, ketemu dia lagi diganggu. Dia menangis,” balas Amarendra dan Raihan paham, itu hanya sekadar menolong.
“Kani itu jadi target banyak laki-laki, susah didapat, si Heri kemarin hanya beruntung. Kani terpaksa, semua orang juga tahu, soalnya Heri menyatakan perasaannya di lapangan, jelas Kani bingung ditambah Reva yang centil itu dan Teti jadi Mak Comblang antara keduanya. Kani sih jelas nggak suka, siapa yang mau sama Heri, berandal,” bisik Raihan bercerita dan Amarendra mendengarkan sambil diam-diam melirik Kani. “Kani cantik, kamu suka?” Raihan menggoda lagi dan Amarendra melepas rangkulannya. Dia tak menjawab.
Kani terus berjalan, sesekali mengusap peluh di kening dan tengkuk. Untung pelajaran ini terakhir, dia tak bisa lagi tidak pulang setelah ini, dia ingin mandi.
“Kani.” Dengan ceria Heri memanggil, menyejajarkan diri dengannya. Kani panik dan berlari-lari kabur, lebih baik dia mendekati Yana. Heri mendengus dan memperhatikan tangan Yana yang menarik-narik rambut Kani yang diikat itu, iseng, Yana menarik dan membawa ikat rambut Kani kabur. Kani mengejarnya, semakin jauh, dan Heri tak bisa menyusul.
“Yana, kembalikan!” Kani mulai lelah dan kesal, perutnya juga perih, dia bertanya-tanya apa ini efek tak sarapan? Hanya dia isi dengan teh tawar, tak ada uang juga sekarang. “Auw.” Kani meringis dan meremas seragam olahraga pas bagian perut sampai kusut.
Terus mengejar lagi tapi Yana tak mau berhenti.
“Maren, ke kiri sedikit.” Raihan sedang memegang ponsel Amarendra, Amarendra ingin di foto tepat di belakangnya hutan bambu. Para gadis memperhatikan. Raihan mengacungkan jempol dan Amarendra diam mempertahankan diri. “Kani! Ah kamu!” Raihan menyentak karena Kani lewat sambil menoleh.
Kani menggaruk kepala, dia benar-benar tak tahu, Amarendra mengatakan tak apa dan dia diam menatap wajah kemerahan Kani dengan rambut terurai sepundak. Jarang-jarang gadis itu tampil dengan rambut terurai, menambah pesonanya saja dan Amarendra menanyakan apa yang terjadi. Yana jauh di sana berhenti, berkacak pinggang dan mengatur napas.
“Pakai ini.” Maren memberikan karet gelang berwarna hitam dan Kani diam. Raihan yang keasyikan, malah sibuk Selfi dengan Hp Amarendra yang selalu dia puji-puji itu.
Kani ragu, perkara di bonceng kemarin saja jadi rame, dia tak mau lagi tapi setelah di pikir-pikir, itu hanya karet gelang. Dia tersenyum, menerima, dan senang.
“Kamu jelek kalau rambutnya terurai,” bisik Amarendra dan Kani mendelik.
Semua heboh dan menonton, Kani malas jadi tontonan dan berlalu, memukul dada Yana dengan botol minumnya dan merebut ikat rambutnya itu.
“Kau dengannya?” Yana bertanya. Kani hanya mengangkat bahu.
Amarendra dan Raihan melanjutkan langkah mereka, dan Amarendra melihat fotonya tadi.
“Gadis itu muncul tiba-tiba, sini hapus, aku foto lagi,” kata Raihan dan Amarendra menangkis tangannya.
“Ini bagus.” Dia tersenyum. Terus memperbesar foto tepat di wajah Kani. “Sangat bagus.” Tersenyum lagi dan merangkul leher Raihan penuh bangga, tanpa temannya, foto sebagus itu tak akan dia punya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
🌻 G°°Rumai§ha°° 🌵
Eheemm maren 😁
2023-04-13
0
☠ᵏᵋᶜᶟ Қiᷠnꙷaͣŋͥ❁︎⃞⃟ʂ⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔
cie maren asek 🤣
2023-03-10
0
SM06💜💜💜💜💜💜💜
dih Maren bru aja d lambungkan langsung d jatuhkan dong 😁😁
2023-03-09
0