Tok!tok!tok!
Suara pintu menghentikan aktivitas melamun Dela. Segera Dela masuk kedalam kamar dan membuka pintu untuk melihat siapa yang mengetuk.
"Ada apa bun?" tanya Dela ketika melihat sang Bunda berdiri didepan pintu kamarnya.
Sedangkan Rani tersenyum geli melihat penampilan kacau sang anak kala Dela menampakkan wajahnya.
"Bunda boleh minta tolong?"
"Minta tolong apa?"
"Ikut bunda sama ayah keacara makan makal dirumah temannya." jelas bunda membuat Dela seketika memicingkan matanya curiga.
"Kamu kenapa?" tanya Rani bingung
"Gabiasanya bunda ajak aku kayak gini.... Atau jangan-jangan? Ujar Dela menggentungkan kalimatnya.
"Jangan-jangan apa? Udah, mending sekarang kamu siap-siap. Sebentar lagi kita pergi." Dan setelah itu Rani pergi meninggalkan putrinya yang masih diam karena curiga.
"DELAAA!!! CEPET SIAP-SIAP!!" teriak Rani dari lantai bawah membuat Dela mendengus kesal.
Pasti bundanya tau kalau dirinya masih diam berdiri didepan pintu. Segera ia masuk kamar dan bersiap-siap seperti apa yang bundanya perintahkan. Ntahlah, mungkin kali ini ia harus menyingkirkan pikiran buruk tentang bundanya yang tiba-tiba mengajaknya makan malam dirumah teman sang ayah.
Ntah kemana Dela sekarang akan dibawa pergi, yang pasti ayah dab bundanya membuat Dela heran karena sesari tadi mereka berdua tak berhenti tersenyum.
"Dela.... Kamu yang sopan yah didepan teman ayah, jaga sikap dan ucapan." pesan Rani seraya melihat putri cantiknya yang sedang duduk manis di belakang pengemudi.
"Benertuh apa kata bunda kamu. Ini bukan cuma sekedar temen, bisa dibilang udah kaya sodara sendiri. Jadi kamu harus baik-baik nanti disana." sang ayah menimpali.
Dela memutar bola matanya malas. Ia sudah mendengar itu ketika turun tangga menemui ayah dan bundanya, ia juga sudah mendengar itu ketika hendak masuk mobil, dan sekarang ia lagi-lagi mendengar pesan yang sama dari keduanya. Apakah mereka tak cukup bilang satu kali saja? Pikir Dela.
"Kamu dengerin apa kata ayah dan bunda kan nak?" ujar Adit bertanya.
"Iyah ayah..."
Dan sedikit menempuh jarak yang cukup jauh, akhirnya mereka sampai didepan rumah yang memiliki pagar menjulang tinggi. Dela yakin pemilik rumah ini pasti orang kaya. Dan benar saja ketika mereka memasuki garasi setelah diperintah oleh penjaga keamanan didepan, Dela bisa melihat dengan jelas depan halaman rumah tersebut. Sangat megah, mewah dab luas. Tak terbayang jika ia memasuki rumah bak istana itu.
"Ayooo sayang.... Nanti kamu liat-liat lagi. Sekarang kita masuk," kata Rani yang hanya diangguki oleh Dela.
"Hay akhirnya kalian datang... Aku kangen deh Ran sama kamu. Gimana kabar kalian? Baikkan?" sapa seorang wanita cantik seusia dengan bunda Dela ketika mereka tiba didepan pintu utama.
"Kamu bisa aja.... Aku dan semuanya baik." jawab Rani seraya terkekeh pelan.
"Udah jangan ngobrol diluar. Ayo silahkan masuk!" sakras seorang pria yang datang dibelakang wanita tadi.
Setelah memasuki rumah itu, mereka langsung diiringi oleh penghuni rumah kemeja makan. Dela yang jalannya lumayan lama tertinggal jauh dengan keempat manusia yang tengah asik mengobrol itu. Ketika tiba, rupanya wanita itu baru menyadari adanya Dela sekarang.
"Ini anak kamu Ran? Aku same lupa kalo dia dibawa..." Ucap wanita itu seraya terkekeh pelan lalu menghampiri Dela.
"Sini sayang duduk dulu, maaf tante tadi galiat kamu. Abis keasikan ngobrol sama bunda kamu sih." Ucapnya lagi.
Dela hanya mengangguk sambil tersenyum kecil lalu duduk di samping bundanya.
"Nama kamu siapa? Kenalin tante ini tante Jihan dan ini om Refan, orang tua calon suami kamu." Katanya memperkenalkan diri sambil tersenyum manis.
Uhuk-uhuk!!
Dela terbatuk tiba-tiba, ia merasa tertohok mendengar kalimat wanita didepannya ini yang ternyata bernama Jihan. Apa-apaan ini? Apa ia sedang dikerjai? Inikah yang dimaksud makan ma'am dirumah teman yang sudah seperti sodara? Argghh... Ingin rasanya Dela berteriak.
"Kamu gapapa? Ran kasih minum dulu anakmu itu loh..." Ujar Jihan pada Rani. Karena sekarang Jihan duduk disebrangnya.
Dela meminum air yang disodorkan oleh Rani seraya tersenyum kaku menatap Jihan disebrang meja makan
"Saya Dela tante..." Jawab Dela seusai meminum airnya. Ia masih mempertahankan senyuman terpaksanya. Hatinya mulai mengerutu kesal kepada kedua orang tuanya rupanya sudah diam-diam menipu dirinya.
"Kamu cantik banget sayang, gasalah tante jodohin kalian." Kata Jihan yang hanya ditanggapi senyuman canggung dari Dela.
"Anak tante belum datang, tunggu sebentar lagiyah, dia lagi diperjalanan." Jelas Jihan yang rupanya sangat antusias melihat Dela.
Pasalnya hanya Jihan yang sedari tadi terus berbicara. Sedangkan kedua orang tuanya hanya tersenyum-senyum sendiri seperti dimobil tadi.
"Maaf terlambat,"
Tiba-tiba terdengar Suara seorang lelaki membuat Dela mendongak menatap kesiempu. Mata mereka saling bertemu namun dengan pandangan yang berbeda. Dela memandang dengan sorot mata penasaran akan tetapi lelaki itu memandangnya dengan sorot mata tajam dan dingin.
"Ah! Ini dia calon suami kamu dateng.." Ujar Jihan.
Apa? Calon suami? Apakah dia benar calon suaminya? Pikir Dela seraya menghembuskan nafasnya lega.
"Kenalkan dia anak tante, tampankan? " ucap Jihan seraya tersenyum gembira.
"Namanya Alvano dimas marghenta. Putra tunggal dari keluarga tante. Dan kamu Alvano! Ini Dela calon istri kami." Sambungnya yang menatap keduanya bergantian.
"Alvano," ucap Alvano datar pada Dela setelah mengambil tempat duduk didepan meja sebrangnya tanpa berjabat tangan.
"Dela," balas Dela dengan senyuman ramahnya.
Melihat wajah tampan Alvano sama seperti melihat papahnya, mungkin sudah garisan tuhan mereka berdua sama persis dari kulitnya yang putih dengab hidung yang mancung, bibir merah tipis, mata birunya dan rambut hitamnya yang berjambul sedikit keatas, serta badan yang tegap, terselip sedikit rasa leganya karna calon suaminya tak seburuk apa yang Dela pikirkan. Tapi sayang sikapnya sangat dingin. Dan Dela masih belum menerima perjodohan ini.
"Yasudah, jika sudah berkenalan Mari kita semua makan malam bersama..." Refan suami dari Jihan mengintrupsi dan semuanya mengangguk lalu mulai menyantap makananya dengan keadaan hening.
Selesai makan malam semuanya berkumpul di ruang milik Refan dan Jihan. Dengan wajah serius Adit sang ayah Dela membuka suara, setelah berbincang serius dengan Refan tadi.
"Ekhmm.. Jadi langsung pada intinya. Kami berempat berniat menjodohkan kalian berdua. Mungkin kalian sudah tau? Mungkin juga dua-duanya menolak? Tapi kami berempat berharap kalian berdua mau menerimanya. Kerna semuanya sudah selesai kami urus"ujarnya membuat mata Dela melotot tapi tidak dengan Alvano, dia terlihat santai seperti tidak ada beban di pikirannya.
"Ayah.." Lirih Dela.
"Maaf ayah... Akukan udah nolak perjodohan ini?" Ujarnya sedikit berisik, khawatir jika keluarga Alvano tersinggung.
"Ayah sudah bilang. Mau tidak mau kamu harus mau, dan pernikahan kalian akan dilaksanakan dua minggu kedepan." Jelasnya membuat Dela lagi-lagi melotot tidak percaya.
"Iyah nak... kami ingin kalian bersama,. Dari tante dan bunda kamu mengandung kalian, kami sudah berjanji akan menikahkan kalian jika melahirkan seorang putra dan putei." Jihan bersuara seraya menatap mata Dela memohon.
"Tapi kalian menjodohkan kami karena janji yang udah bertahun-tahun lamanya kan? Ntah mungkin janji itu juga udah hilang." Jawab Dela.
"Kamu ini ada-ada aja, mana ada janji hilang. Kami menjodohkan kalian berdua bukan cuma ingin menepati janji aja, melainkan kami ingin bersaudara dengab menjadi sesama mertua Dan memiliki cucu yang sama," ucap Rani yang diangguki setuju dari Jihan.
"Terus gimana bisa secepat itu pernikahannya akan diadakan?"
"Tenang saja kami sudah membereskan semuanya. Mulai dari gaun dan cincin kami pun sudah menyiapkannya. Dua minggu lagi acaranya diadakan, jadi kami sekarang hanya melakukan perkenalan. Saya harap kalian bisa melakukan perkenalan di lain waktu setelah ini, pendekatan agar saling mengenal satu sama lain. Dua minggu sudah sangat cukup dan setelah itu kalian menikah." Kali ini Refan menjelaskan.
"Bagaiman? Apa kalian ada yang perlu ditanyakan? Atau dibicarakan lagi?" Tanya Adit pada Dela dan Alvano.
"Saya ingin berbicara dengan putri anda." Ucap Alvano yang baru mengeluarkan suaranya.
"Oh baiklah... Silahkan."
Alvano berdiri menuju taman belakang dihalaman rumah orang tuanya setalah meminta Dela dengan tantapannya agar mengikutinya. Dela yang mengerti lantas mengikuti langkah Alvano dari belakang. Ada sedikit rasa takut dihatinya Kala melihat Alvano berhenti dan berbalik menghadap dirinya, menatapnya dingin dan tajam.
"Bagaiman reaksi kamu saat tau akan dijodohkan?" Tanyanya datar.
Dela mengerutkan dahinya bingung mendengar pertanyaan dari Alvano.
"Marah, kecewa dan tentunya kesal. Kenapa bertanya seperti itu?"
"Kita sama. Saya menerima pernikahan ini hanya karena keinginan dan keegoisan kedua orang tua saya. Mungkin itu juga yang terjadi dengan kamu yang dipaksa menikah dengan orang yang tidak kamu kenal." Jelas Alvano membuang nafasnya gusar.
Dela masih diam menunggu ucapan apalagi yang akan Alvano lontarkan untuk dicernah dalam otaknya.
"Kita berdua tidak saling mengenal, dan saya mau kita membuat perjanjian hitam diatas putih."
"Perjanjian?" Bingung Dela.
"Saya memiliki kekasih."
Deg!
Dela membeku ditempatnya. Ia masih bingung harus melakukan dan berbuat apa sekarang.
"Dan saya amat sangat mencintai dia. Saya harap kamu tidak ikut campur urusan itu, terutama urusan pribadi saya. Jalani hari-hari kamu seperti biasanya, dan ingat disini kita hanya akan mengubah status. Kamu tidak perlu menjalani kewajiban sebagai seorang istri, dan saya gaakan meminta hak saya sebagai seorang suami." Sambung Alvano seraya menyerahkan kertas dan bolpoin dari dalam jasnya.
"Satu lagi jangan anggap kekasih saya sebagai selingkuhan atau simpanan saya. Dia lebih dulu dibanding kamu, dan kamu jangan sesekali merecoki hubungan kami hanya karna sakit hati melihat kami berdua."
Sudah cukup! Dela sudah muak mendengar ucapa Alvano. Belum Apa-apaan hatinya sudah merasa sakit. Bagaiman kelanjutan hidupnya nanti? Apa ia sanggup sakit hati setiap hari? Ia harap ia bisa melewatinya. Meski sejujurnya ini adalah keputusan yang sangat cepat, Dela akan menerima jalan takdirnya dengan sangat terpaksa karena ia juga mau melihat kedua orang tuanya bahagia, Dela dengan cepat mengambil kertas yang ada di genggaman Alvano, matanya sedari tadi ia tahan untuk tidak menangis. Tapi ketika melihat salah satu persyaratan yang diajukan, bendungan itu sudah tak tertahan lagi. Air matanya sudah menetes kekertas didepannya.
"Setelah 6 bulan kita pisah?" Tanya Dela dengan nada tak percaya. Ia menghapus kasar air matanya seraya menatap manik biru seseorang di depannya.
"Hm."
"Kenapa? Kamu pikir pernikahan ini mainan? Saya bisa menerima semua persyaratan yang kamu berikan. Tapi tidak untuk yang satu ini."
"Saya tidak perduli."
Dela memejamkan matanya seraya menghembuskan nafasnya lelah. Apalah daya, ia sudah pasrah sekarang. Langsung saja ia tanda tangani surat perjanjian itu dan memberikannya pada Alvano. Jika bukan karena kedua orang tuanya, Dela tak akan sudi menandatanganinya.
"Terimakasih atas kerjasamanya, Nona Dela Putri Aditama." Setelah mengatakan itu Alvano pergi meninggalkan Dela yang sekarang manangis meratapi nasibnya dimasa depan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Manga1
keren
2024-01-29
0
Yusria Mumba
semangat dela demi kedua orang tuamu,
2023-02-03
0
Patrish
mungkin nama mama Della.. Karina Rani😃😃😃😃
2022-09-27
0