KISAH DI WAKTU HUJAN TIBA
Di restoran yang berdiri tak jauh kantor Steve, keduanya memasuki restoran yang mewah dengan interior desain luar biasa kekinian.
Steve mengambil meja restoran setengah kafe yang berdiri tepat dengan jendela kaca tebal. Hujan yang mengguyur sejak pagi memang tak berhenti namun rintik-rintiknya masih saja turun membasahi bumi.
Seakan air hujan itu menemani makan keduanya dengan manis.
Makanan yang di pesan pun sudah tersedia di atas meja, namun Dinda memperhatikan wajah Steve yang ada di seberang meja.
Ada begitu banyak pertanyaan di dalam benaknya saat melihat Steve yang lagi makan.
"Bahkan dia sangat tampan ketika makan, tetapi tingkahnya yang sok berkuasa dan arogan membuatnya terlihat jelek. Aku penasaran seperti apa dia dalam keluarganya. Apakah dia emosional seperti ini atau malah sebaliknya?" dinda mencoba menerka kehidupan Steve melalui prilakunya.
Namun setiap kali pria itu mendekati dirinya, ia merasa sesak nafas dan detak jantung semakin kuat. Dinda tak tahu perasaan apa yang sedang ia hadapi.
Namun Dinda asal tebak saja jika ia mengidap asma dan gangguan pernafasan setiap kali Steve mendekati dirinya.
Steve termasuk alergi terhebat disisinya saat itu.
"Mengapa pak Steve selalu melakukan hal-hal yang ia inginkan dengan sembarang. Termasuk mencium ku seenaknya, menarik ku dengan paksa dan suka memerintah sesuai kehendaknya. Apakah di matanya aku hanya mesin pesuruh?" Gerutu Dinda. Ia ingin mengetahui apa alasannya dia melakukan itu.
Steve melihat wajah gadisnya yang sedang sendu. Wajah yang menatap dirinya penuh keraguan.
Matanya memicing melihat bola mata Dinda.
Baginya gadis itu seperti sedang menutupi sesuatu darinya sehingga membuat Steve merasa ingin tahu apa yang sedang ia pikirkan.
"Apakah makanan di sini kurang enak dan tidak sesuai dengan selera mu?" tanya Steve menyela Dinda yang asik memperhatikan wajahnya dalam lamunan.
"Ah tidak... Maksud ku... Ya aku suka makanan ini," jawab Dinda terburu-buru tersadar dari lamunan sejenak.
"Jika kamu menyukainya, mengapa kamu tidak memakannya?" tanya Steve kembali sedikit penasaran.
"Akh.. Aku sedang menikmati suasana tempat ini. Dan aku rasa aku menyukainya," balas Dinda berbohong mengalihkan pembicaraan. Seraya tangannya memakan makanan di meja dengan paksa.
Steve berpikir bukan hal itu yang sedang ia pikirkan. Tetapi hal lain yang tak bisa ia pahami karena dirinya bukanlah manusia yang bisa membaca isi pikiran seseorang.
"Aku sudah kenyang. Sebaiknya kita kembali ke kantor sekarang." Ujar Steve mengakhiri makan siang mereka. Ia merasa sangat kesal karena Dinda seperti tak suka pada dirinya dilihat dari raut wajahnya.
Dinda menyambut ucapan itu dengan antusias, bahkan inilah yang ia tunggu sejak tadi.
"Aku juga merasa sudah kenyang pak," Dinda merespon ucapan Steve senada.
Lalu mereka beranjak dari restoran setengah kafe itu. Mereka berjalan menyusuri jalan khusus pejalan kaki / pedestarian, yang terhubung langsung dengan kantor Steve.
Dinda mengekori pria di hadapannya yang sejak keluar dari rumah makan langsung mengubah ekspresi wajahnya.
Semula wajah itu nampak hangat, dan kini berubah jadi dingin, bahkan jauh lebih dingin dari cuaca yang mendung berkepanjangan.
"Tadi dia baik-baik saja, tetapi kenapa sekarang dia terlihat agak dingin. Apa ada yang salah pada dirinya? ataukah aku melakukan sebuah kesalahan yang menyakiti egonya?" Dinda berpikir sejenak.
"Aku rasa bukan karena ku, tetapi memang dia sedang mengidap anxiety disorder sehingga dia sering mengubah moodnya di saat-saat tertentu." tambah Dinda. Ia berpikir yang lain walau ia sempat berpikir itu akibat dirinya.
Mereka nekat menerobos hujan yang tadinya gerimis sedang dan kini berubah menjadi sedikit lebat ditambah angin bertiup kencang.
Steve sesekali melirik wajah gadis yang membuntuti dirinya dari belakang. Kala itu baju Dinda yang tipis ketika kena hujan sudah sedikit kuyup.bSehingga menampakan pakaian dalam yang ia kenakan.
Steve saat itu sedang tak ingin memperhatikan Dinda karena ia merasa wanita itu sedang tak ingin berdekatan dengan dirinya.
Sembari berjalan Dinda tak menghiraukan langkahnya. Bahkan Steve yang berhenti sejenak di depannya hanya untuk menyamai langkah kaki mereka pun tak ia lihat, sehingga dirinya tak sengaja terjatuh saat tubuh itu menabrak punggung lebar Steve.
"AW!" Pekik Dinda.
Ia terjatuh dalam posisi tangan menahan beban tubuh sehingga kedua tangan itu sedikit berdarah.
Steve yang melihatnya merasa kesal karena wanita itu ceroboh. Hal ini memaksa dirinya menjongkokkan badannya yang jangkung demi meraih wanitanya.
"Apa yang sedang kamu pikirkan. Kenapa kamu begitu ceroboh," ucap Steve sedikit marah namun perhatian.
"Maafkan aku pak. Aku sedang tidak fokus." Jawab Dinda enteng. Wajahnya terlihat sedikit takut saat melihat Steve yang jongkok di hadapannya. Tak kuasa bagi Dinda melihat sepasang bola mata yang pemarah dan emosional itu.
"Wanita ini! Apa yang sedang dia pikirkan?" tanya Steve dalam hati.
Terlihat pakaian putih Dinda sedikit kotor karena terkena kubangan. Hujan semakin lebat saja dan membuat pakaian Dinda yang semula putih suci kini mulai menampakan pakaian dalamnya. Baju dalam Dinda mengecap apalagi Steve melihatnya. Melihat pakaian dalam yang Dinda kenakan berwarna merah muda.
Steve tak ingin membuat wanitanya menjadi pusat perhatian karena pakaian itu. Meskipun hujan mengguyur semakin deras, Steve dengan rela melepaskan jas hitamnya demi menutupi diri sang wanita yang ada di hadapannya.
"Pakai ini," Steve memasangkan jas besarnya di bahu Dinda penuh perhatian.
"Kamu! Apa yang sedang kamu takutkan. Apakah dekat dengan ku sebegitunya membuat kamu takut. Apakah aku terlihat sangat jahat di mata mu?" tanya Steve menuntut jawaban jujur Dinda.
"Ataukah kamu takut jika aku menyakiti mu setiap saat? begitu-kah yang kamu pikirkan tentang ku?" tambah Steve bertanya penasaran akan kejujuran Dinda.
Dinda diam terpaku mendengar ucapan itu. Iya tak tahu harus menjawab apa dan bagaimana menyampaikan jawaban yang tepat atas pertanyaan yang terbilang sederhana.
"Awalnya Aku membenci dia. Tapi mengapa sekarang aku justru tak tahu ada apa dengan ku. Mengapa aku bimbang setiap kali dirinya menatap ku dengan tajam," gumam Dinda dalam hatinya.
Ada sebuah keraguan dalam diri Dinda yang tak bisa ia jelaskan secara logis untuk menggambarkan sesosok Steve.
Hingga tanpa ia sadari air matanya menetes di tengah derasnya hujan.
Steve menyaksikan air mata itu mengalir meskipun derasnya hujan menutupi peluh gadis di hadapannya.
"Aku... Aku ... Tidak membenci pak Steve. Tetapi... Aku."
Steve tak bisa menahan diri saat wanita itu mengakui kebenaran. Hingga badai petir tak ia hiraukan menggelegar dengan keras. Ia melayangkan ciuman di tengah derasnya hujan yang sedang turun menggema.
"Uhm," Dinda tak bisa melanjutkan ucapannya karena Steve langsung ******* habis bibirnya meskipun ditengah hujan dan disaksikan oleh orang-orang yang berlalu lalang.
Bibir-bibir manis itu saling bertemu. Dinda merasakan kehangatan dari manisnya bibir Steve dan lembutnya sensasi yang ia berikan. Meskipun air matanya mengalir deras namun hatinya tak bisa menolak ciuman itu tidak seperti di malam, dimana Steve menciumnya dengan paksa ia memberontak.
Dinda tak menolak sedikit pun, dan ia justru hanyut dalam ciuman di bawah hujan.
"Meskipun hujan menutupi tangisannya, tapi aku bisa merasakan bahwa dia sedang menginginkan perhatian. Perhatian seseorang yang sangat ia rindukan.
Selama aku bisa menghapus air matanya, tak peduli pada amukan badai petir aku pasti akan melindunginya dengan segenap jiwa raga ku. Sekalipun raga ku tak bersamanya suatu saat nanti, aku jamin aku akan melihatnya walau tak bisa menyentuh dirinya." Tukas Steve dalam hati sambil menikmati ciuman dibawah hujan yang melanda.
Setelah selesai menciumi bibir Dinda yang ranum, Steve mengakhiri ciuman itu dengan sebuah pelukan erat. Pelukan yang tak ingin ada kesedihan dalam diri wanitanya.
"Kau tak perlu mengatakan itu. Aku mengerti selama ini kamu takut pada ku. Takut pada sikap ku dan juga takut bahwa aku adalah pria yang tidak baik.
Selama kamu berada di sisi ku, maka aku akan bersikap baik pada mu. Bahkan aku akan memperlakukan secara spesial jika kamu terus setia berdiri di sisi ku," ucap Steve sambil kedua tangannya memegang wajah kecil Dinda. Wajah itu bisa hilang begitu saja tertutupi oleh tangan Steve yang kekar dan lebar.
"Jadi berjanjilah pada ku, kamu akan selalu ada di sisi ku terlepas dari semua sikap arogan ku, tak peduli apapun yang akan terjadi aku hanya ingin kamu berada di sisi ku." Tambah Steve sambil kepalanya menunduk di hadapan Dinda penuh kehormatan.
Dinda terharu atas ucapan yang menyentuh itu. Hingga membuat air matanya terus mengalir karena ia berpikir bahwa bosnya itu marah sebab ia selalu bertindak berlawanan dengan ucapan bosnya.
"Mengapa pak Steve selalu melakukan hal ini pada ku pak?" tanya Dinda.
"Karena aku menyukai mu." Jawab Steve cepat.
Mendengar ucapan itu Dinda semakin tersentuh karena baru kali ini dirinya dicintai oleh seseorang yang bahkan dari kelas sosial pun jauh berbeda.
Steve lalu memegang kedua bahu Dinda yang tertutup oleh jas hitamnya sambil menatap dalam-dalam wajah gadis itu.
"Berjanjilah pada ku jika kamu akan selalu ada di sisi ku. Maka kedepannya aku akan membuat kamu menjadi wanita paling bahagia selamanya," Steve mengucapkan semua yang telah ia pendam selama ini.
"Tapi aku bukanlah wanita yang baik. Bapak akan menyesal karena telah memilih aku sebagai wanita yang spesial. Aku adalah wanita miskin yang jauh dari kata sempurna. Aku yakin bapak pasti akan menemukan wanita yang lebih sempurna dari ku. Jangan buang-buang waktu bapak hanya untuk gadis seperti ku," ucap Dinda merendah.
"Aku tak peduli pada status sosial mu seperti apa? Aku tak akan salah dan tak akan menyesal atas apa yang aku putuskan. Berjanjilah selalu ada di dekat ku maka semua itu bisa kita lewati bahkan badai salju sekali pun." Ujar Steve penuh keyakinan.
Lalu kembali dirinya memeluk erat Dinda tanpa mempedulikan yang lain.
Dinda tak bisa berkata apapun lagi selain memikirkan dan mempertimbangkan ucapan serius Steve.
Steve tahu jika ini tiba-tiba pasti akan membuat Dinda bingung, sehingga Steve mengambil keputusan agar tak membahas hal ini apalagi di tengah hujan yang deras.
"Lupakan saja. Kamu tidak perlu menjawab sekarang. Lebih baik kamu pikirkan hal-hal yang positif mulai hari ini," alih Steve berbicara. Steve memahami Dinda yang sedang berpikir keras. Karena tingkahnya yang aneh dan tiba-tiba mengungkapkan isi hatinya.
Dinda terpaku pada sikap Steve yang secara jantan mengakui bahwa ia menyukai dirinya.
Ia sedang dalam bimbang antara membalasnya atau menjauhinya.
Dibawah hujan yang mengguyur, Steve mengatakan semuanya dengan jelas dan tegas bahkan petir menjadi saksi bisu pengakuan ini.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
Ilma raina
kebetulan dirumah juga lagi ujan, makin menghayati deh bacanya😂
2020-10-05
0
Noona_Jamal127
jangan lama-lama ujan-ujanannya entar masuk angin 🤣
2020-05-15
1
Sanny
pemilihan busanax ndk banget she,, thu2 pke baju putih mlah pke dlaman merah muda..
2020-05-13
0