"Sial. Wanita ini tubuhnya sangat panas. Mengapa dirinya selalu seperti ini, seakan dirinya paling kuat. Jika hujan itu tak reda, maka aku akan menyalahkan hujan sialan itu karena telah mencelakakan manusia. Benar-benar hujan yang berengsek." Ucap Steve kesal dan menuntut balasan pada hujan. Di dalam ruang kantornya ia seperti seseorang yang amat berlebihan menanggapi hal konyol sebatas demam.
Ia merebahkan tubuh Dinda di atas sofa panjang berkulit hitam miliknya. Sofa empuk yang nyaman untuk di tidurkan.
Di atas sofa panjang itu lekuk tubuh Dinda sangat nyata. Sehingga mata Steve tak bisa ia lepaskan untuk melihat Dinda yang manis.
Sesekali Steve memegang kening Dinda untuk memastikan bahwa demamnya mulai reda sekaligus mengalihkan perhatian nakalnya itu.
Dinda sudah di gantikan pakaiannya oleh beberapa karyawan wanita beberapa saat sebelumnya sehingga Dinda tak merasa kedinginan lagi. Meskipun Dinda mengenakan pakaian kasual kaus berwarna putih lengan pendek dan di temani rok hitam selutut, namun dalam tidur itu Dinda tetap menawan.
Bahkan Steve saja tak bisa mengatakan apapun melihat penampilannya mengenakan kaus putih itu. Sungguh imajinasi liar Steve tak terbendung mendapati gadis cantik disisinya.
Jika bukan karena malam itu dan juga karena perjanjian kontrak konyol, mungkin dirinya tak akan mendapati wanita itu di sampingnya saat ini.
Steve mengambil selimut tebal miliknya yang sengaja ia simpan dengan rapi di dalam lemari kantornya sebagai jaga-jaga jika dirinya kerja lembur dan tak pulang kerumah. Dan siapa sangka bahwa selimut miliknya itu bisa berguna saat ini. Dan Dinda menjadi wanita pertama yang ia selimuti dengan barang pribadinya.
Ia menyelimuti wanita itu sehangat-hangatnya agar dia tidur dengan nyaman.
Steve memberikan perhatian penuh pada Dinda, namun dirinya sendiri tak ia perhatikan bahkan dirinya sendiri belum mengganti pakaian basah yang ia kenakan. Pakaian basah kuyup-nya menjadi kering di badan karena ekspresi berlebihan yang ia tunjukan pada Dinda sehingga ia tak memikirkan dirinya sendiri.
Steve mengambil sofa kecil seukuran meja lampu tidur, lalu ia duduk di sebelah Dinda yang sedang pulas di pulau kapuk.
Ia memperhatikan wajah Dinda dengan seksama bahkan ia membelai rambut Dinda demi ingin merasakan sensasi seorang wanita.
"Wanita ini sangat tertutup tentang kehidupannya. Aku penasaran bagaimana ia menjalani kehidupannya dengan baik. Dia selalu tersenyum dalam sedih. Sungguh wanita yang tegar." Steve berujar memuji Dinda dengan sukarela.
Pandangannya pada Dinda tak bisa ia alihkan walau sedetik pun. Sesekali Matanya ia pejamkan agar tak melulu berfokus pada wajah ayu Dinda bahkan matanya terkadang ia alihkan ke tempat lain agar tidak terus-menerus memperhatikan Dinda dengan perinci. Namun apalah daya? Steve sebagai pria normal dan memiliki ketertarikan pada wanita tak bisa memungkiri bahwa wajah Dinda memiliki pesona tersendiri.
Semua pria di muka bumi ini tidak akan menolak jika memiliki wanita seperti Dinda di pelukan mereka. Steve bisa bertaruh akan hal itu. Ia sungguh terbuai karena Dinda semakin membuatnya menggila liar.
Mata nakalnya tak bisa menolak untuk memperhatikan panorama yang indah untuk di pandang. Seakan sedang berlibur di gunung Fuji Jepang, kesempatan untuk melihat wajah itu dengan tatapan lama adalah berkah yang tak boleh di tolak oleh siapapun.
Setiap detail wajah mulus Dinda ia perhatikan dengan penuh perhatian hingga ke akar jerawat pun tak luput ia saksikan. Dirinya benar-benar mulai tergoda oleh wajah itu.
Tangan lebar Steve menyentuh wajah Dinda untuk kedua kalinya karena penasaran pada kulit yang ia anggap palsu.
"Bahkan kulitnya sangat sehat. Apakah dia bidadari yang sedikit pun tak ada celah jelek dalam hidupnya? Sial dia benar-benar telah membuat ku terobsesi pada kehidupan pribadinya." Steve menggerutu tak tahan pada dirinya sendiri.
Seakan Steve adalah seorang psikopat dan penjahat wanita, tanpa sadar ia mengaduk emosinya dengan fantasi liar di otaknya yang jernih.
"Sungguh dia wanita yang sangat cantik saat terlelap seperti ini. Sehingga aku....."
Steve tanpa di sadari ingin mencium wajah Dinda yang polos tanpa makeup.
"Aku ingin melakukannya."
Steve tak bisa menahan dirinya untuk melakukan hal yang berhubungan dengan pikiran kotornya.
Kali ini Steve ingin merasakan sensasi mencium wanita yang sedang tertidur.
Entah bagaimana pun caranya, hasrat Steve terus saja meronta meminta sebuah fantasi kotor nan liat.
Wajahnya perlahan mendekati bibir merah dinda. Ia benar-benar sudah tak bisa menahan hal ini. Sungguh dirinya sudah di selimuti oleh godaan dan nafsu birahinya. Namun tiba-tiba Steve menghentikan tingkah mesumnya itu dengan sendirinya.
"Sial. Kenapa aku menjadi seperti ini!" Ucap Steve mendadak sadar bahwa ini bukanlah hal yang harus ia lakukan.
Sambil memegang kepalanya, Steve terduduk kembali pada posisi semulanya seraya memikirkan kelakuannya tadi.
"Akh.... Mengapa aku begitu tak bisa menahan diri untuk melakukan hal-hal yang aneh. Wanita ini sungguh memiliki sihir dalam dirinya. Benar-benar sial!" tukas Steve dalam hati menahan kesal pada diri sendiri karena bertindak tak senonoh.
"Aku sudah bodoh karena telah di budak oleh cinta. Cinta memang menyebalkan." Tukas Steve salah tingkah.
Dua jam telah berlalu begitu saja saat Dinda tertidur lelap. Jam tak terasa sudah menunjukan pukul 17:00, Dinda terbangun dari tidurnya kala matanya sudah tak bisa lagi terpejam.
Suhu tubuhnya sudah menurun dengan cepat. Karena hujan bukan menyebabkan dirinya sakit yang parah tetapi ini adalah gejala alergi akut pada kulitnya. Sehingga hormon dalam tubuhnya memuncak saat dinda berlama-lama di bawah hujan. Seluruh tubuhnya akan menggigil jika hujan masuk kedalam pori-pori kulit.
Mata Dinda perlahan terbuka, namun masih samar-samar. Hal pertama kali yang ia lihat adalah bayangan punggung pria yang menjulang tinggi dengan rompi biru di dekapannya.
"Pak Steve!" ucap Dinda tersadar. Itulah yang pertama kali muncul di pikiran dan keluar dari mulutnya.
"Kamu sudah sadar?" Steve bertindak cepat dan sedikit berlebihan saat melihat Dinda sudah sadar dari pingsannya.
Untuk sesaat dinda tertegun sejenak karena Steve sedang memperhatikan dirinya.
"Apakah bapak sedang mengkhawatirkan aku?" tanya Dinda sedikit menyadarkan diri.
"Sial aku bahkan tak pernah berpikir bahwa dia akan tahu bahwa aku mengkhawatirkan dirinya. Aku harus pura-pura tidak peduli," batin Steve menggelora malu.
"Ehmm. Aku? mengkhawatirkan pegawai ku sendiri? seperti tidak ada pekerjaan lain saja." Tukas Steve ketus dan cuek.
"Aku pikir pak Steve sedang mengkhawatirkan aku." Balas Dinda kecewa.
Tetapi ia tiba-tiba sadar saat mendapati dirinya sudah tak memakai pakaian kerjanya yang basah namun kini berubah menjadi kaus putih yang ia lihat.
"Pak Steve. Apakah bapak yang mengganti pakaian ku?" Dinda bertanya panik.
Seakan seperti di drama yang pernah ia saksikan, Dinda mempraktekkan gaya seorang aktris yang sedang menutup dadanya seakan dia mendapati dirinya dalam keadaan tanpa busana.
Dinda merasa seperti seorang wanita yang telah di nodai dan tanpa sadar bahwa ia terlalu berlebihan dan sedikit lebay di mata Steve.
"Kamu pikir ini sedang di dalam sinetron sampah." Ujar Steve sewot dan sadar bahwa Dinda bertingkah layaknya seorang artis peran.
"Jika iya kenapa? apakah ada masalah?" tambah Steve membalas dengan cepat.
"Apakah ini balasan atas apa yang aku lakukan di malam itu. Sungguh kamu pria berotak kotor. Kamu beraninya mengganti pakaian wanita sembarangan. Apakah bapak tidak tahu bahwa wanita memiliki area sensitif dan terlarang untuk di lihat. Atau jangan-jangan bapak sudah melihat itu. Sungguh bapak pria yang aneh dan sakit jiwa!" pekik Dinda dengan emosi. Ekspresi wajahnya makin memerah padam kala tahu Steve yang mengganti pakaiannya.
Steve berpikir bahwa Dinda sudah salah paham terhadapnya. Steve tak habis pikir pada gimik yang di lakukan Dinda. Gimik yang akan menuai pro dan kontra.
Namun Steve dengan tenang mendekati wajahnya ke wajah Dinda yang sedang panik dan parno-an. Kedua wajah itu saling bertemu dan berhadapan dengan baik.
"Apa kamu yakin jika aku melakukannya?" ucap Steve dengan bahasa menggoda. Ia berbisik pelan seakan ingin membuat Dinda merasakan sensasi yang penuh kemanjaan.
Dinda belum berpikir dengan jernih saat Steve menggodanya. Bahkan ia tak bergeming antara bimbang pada ucapan Steve atau malah percaya begitu saja?
Luar biasa Dinda di lema.
Steve melihat Dinda bingung, sehingga Steve mengalihkan bicaranya.
"Kamu pikir siapa yang mau mengganti pakaian mu dan melihat area terlarang seorang wanita. Kamu terlalu over protektif." tambah Steve sambil menyentil jidat Dinda dengan manja.
Ucapan Steve yang jelas ini barulah membuat Dinda langsung paham. Bukan seperti ucapan tanggung seperti sebelumnya.
"Jadi maksud bapak?"
"Ya! mana mungkin aku akan melakukannya untuk wanita seperti mu. Kamu jangan berpikir terlalu berlebihan. Kamu wanita yang aneh!" tegas Steve senada dengan pikiran negatif Dinda.
"Mengapa aku selalu berpikiran buruk terhadap dirinya. Bahkan aku selalu menempatkan image pak Steve selalu yang terburuk dalam otak ku." Dinda menuntut dirinya sendiri.
"Bagaimana? apakah masih mau menuduhku sebagai pria mesum?" bisik Steve menghela Dinda dari pikirannya yang sedang memikirkan betapa baik Steve. Itu yang di pikirkan oleh Steve.
Dan sayangnya ucapan Steve itu nyata dan benar. Bahkan Steve bisa tahu apa yang sedang di pikirkan oleh Dinda tentang dirinya.
"A - A - aku minta maaf pak karena berpikir buruk tentang mu. A - A - aku tidak akan mengatakan hal buruk lagi tentang bapak kedepannya," tukas Dinda merasa bersalah dan menunduk malu dengan bahasa yang rancu gugup.
"Begitu-kah? jadi selama ini aku memiliki kesan yang buruk di mata mu?" Steve bertanya dengan ekspresi licik seakan ia ingin tahu lebih dalam seperti apa Dinda memikirkan dirinya saat mereka bertatapan.
Steve memegang dagu Dinda dan mendongak-nya keatas agar melihat wajahnya. Dinda tidak mau kejadian ciuman terulang untuk ketiga kalinya sejak saat bertemu dengan Steve.
Sehingga sebagai pertahanan dinda memegang bahu Steve yang keras dan kekar.
"Pak Steve? pakaian anda setengah basah? apakah bapak belum menggantikan pakaian bapak sejak tadi?" Dinda mengalihkan pembicaraan di selingi khawatir.
Dia tahu kalau hujan yang mengguyur mereka berdua tadi cukup membuat semua tubuh basah hingga kedalam pori-pori.
"Jika iya, kenapa? apakah kamu mau menggantikan pakaian ku seperti di malam itu?" Steve menuntut sambil sedikit becanda.
"Bukan begitu maksud ku. Tidak maksud ku bapak nanti akan sakit jika masih mengenakan pakaian basah," Dinda bicara sedikit perhatian sambil menolak untuk melakukan itu lagi.
"Menggantikan pakaiannya seperti malam itu. Tidak kuat bagi ku untuk melihat masa depan yang begitu suram. Aku akan mati dalam rasa penuh penyesalan jika harus melihat bagian itu. Bagian teraneh dan menakutkan untuk dilihat. Bahkan adiknya lebih menyeramkan dari yang aku bayangkan." Batin Dinda bergumam sedikit takut saat membayangkan jika hal itu terjadi. Hal dimana tak pernah ia bayangkan sebelumnya
Namun Steve menanggapinya dengan serius bahkan dengan ekspresi bangga karena di perhatikan.
"Benarkah? bukankah jika aku sakit kamu akan merasa senang karena tidak akan bertemu dengan ku beberapa hari. Dan kamu akan merasa bebas dari cengkraman ku. Bukankah begitu yang kamu pikirkan?" Steve mencoba memancing Dinda untuk bicara jujur.
Ia bicara dengan wajah makin dekat hingga Dinda makin merasakan nafas segar Steve.
"Tidak!!! mana mungkin aku berpikir begitu. Bapak terlalu berpikir berlebihan dan aku tidak mungkin melakukan hal itu." Dinda bicara jujur seraya ingin menjauhkan wajahnya dari wajah Steve.
Melihat Dinda menghindari wajahnya, membuat Steve tergoda untuk memberikan sedikit ciuman sebagai bentuk protes.
"Bapak mau melakukan apa?" tanya Dinda pada Steve yang terus saja mendekat.
Steve tak menggubris pertanyaan itu justru ia makin bergairah melakonis tingkahnya.
Namun... Sekonyong-konyongnya.....
"Hatcyuh....."
"_________"
Steve memberikan Dinda sebuah bersin. Ia tak sengaja melakukannya di hadapan Dinda sehingga wajah Dinda terkena sedikit liurnya.
"Bapak terkena flu, sepertinya bapak sudah masuk angin!" Dinda sedikit panik tak karuan.
"Sudahlah. Lupakan saja. Aku tak selemah yang kamu pikirkan." Steve menyela membela diri dari prasangka Dinda.
Lalu ia berbalik badan dan kembali lagi menegakkan tubuhnya.
Tangannya kembali ia masukan kedalam saku celana, sehingga bokong indah Steve nampak berisi dengan indah. Dinda melihatnya, melihat bagian dalam celana Steve nampak membekas mengikut lekuk bokongnya.
"Jangan terus memperhatikan aku. Jika tidak gaji mu akan terus ku potong!" ucap Steve memperingati Dinda. Dirinya sadar Dinda memperhatikan bokongnya yang indah.
"Ya ya ya. Bapak memang yang terbaik, bahkan aku sampai terkesima melihat penampilannya." batin Dinda menaruh rasa sebal.
Dia tak percaya apapun yang sedang dirinya pikirkan pasti Steve akan bisa menebaknya semacam orang yang bisa membaca emosi dan pikirannya.
"Lebih baik pakai jas ini. Dan aku akan mengantar mu pulang!" tegas Steve seraya melempar jas tepat di wajah Dinda.
Dinda hanya pasrah dan menerima kenyataan bahwa dirinya sekarang berada di bawah kendali dan perintah Steve.
Steve sudah kembali seperti semula, bersikap hangat dan tidak bertindak dingin lagi.
Lega rasanya bagi Dinda karena tak lagi di tatap dengan wajah dingin tanpa ekspresi.
BERSAMBUNG
Jangan lupa tinggalkan like dan komentar kalian ya.
Semoga novel ini bisa menghibur kalian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
Tri Erna wijayanti
thoorrr bukan ciuman malah Dinda d kasih Huacyynnnn.... bersin
🤣🤣🤣🤣
2020-02-26
5
Dharsha Alfysya
thoor
2020-01-30
0
☠⏤͟͟͞R⚜🍾⃝ ὶʀαͩyᷞαͧyᷠυᷧ⚜Msf࿐ཽ༵
untung pembacanya pada pinter....hehehee
2020-01-21
5