Suasana hujan sedang menyelimuti kota jakarta di siang hari.
Sejak pukul delapan pagi hujan itu mengguyur kota tanpa henti hingga pukul dua belas siang.
Dinda baru saja menyelesaikan tugasnya merevisi ulang laporan keuangan yang di perintahkan oleh Steve pagi tadi.
Steve tahu jika wanita itu bisa di andalkan dalam mengecek ulang laporan keuangan yang ia titah-kan, sehingga mulai sejak saat itu Dinda mengambil alih semua revisi laporan keuangan itu.
Steve yang sedang fokus menganalisis laporan keuangan sebelumnya yang di berikan Dinda tiba-tiba mendapat panggilan dari kantor pusat di mana tempat ia seharusnya bekerja. Bukan di kantor bobrok yang di pegang oleh Zico. Jarak antara kantor utama dan kantor cabang bagian tak terlalu jauh, namun jika sedang terburu-buru menuju kesana di tambah jalan tol dalam kota yang macet parah maka setidaknya butuh berjam-jam untuk tiba.
Dari telepon kantornya, interkom itu berdering menggema tanpa henti seakan hal itu mendesak.
Steve tak bisa fokus karena hal ini sehingga memaksa tangannya memegang gagang telpon itu, walau terpaksa baginya.
"Hallo! Ada apa!" seru Steve garang.
Terdengar sayup-sayup suara wanita di dalam gagang telepon putih model kuno meskipun di buat modern minimalis namun rasa antiknya menyatu dengan khas kontemporer.
"Pak ini sekretaris bapak dari kantor pusat. Hari ini ada rapat mendadak di kantor. Perusahaan penyalur dan penjual barang online asal Jerman ingin mengadakan pertemuan penting mengenai penawaran penjualan produk belagio kita di jerman. Jika tidak hari ini, maka mereka tidak akan tahu pasti kapan lagi akan ke Indonesia," ucap sekretaris Steve dari telepon berkabel.
"Dan mereka tak akan menundanya lagi jika tidak dilaksanakan hari ini!" seru suara itu.
Steve telah memikirkan hal itu. Kesempatan ini seharusnya menjadi sebuah kesepakatan yang menguntungkan jika di lakukan penandatanganan MOU. Kedepannya jangkau penjualan produk di perusahaan Steve akan meraih hingga ke 100 negara di tiap penjualan. Steve berpikir bahwa semua ini adalah kesempatan emas yang tidak boleh di lewatkan begitu saja, sehingga ia memutuskan untuk bertemu dengan para pengusaha dari Jerman.
"Baiklah, kalau begitu atur pertemuan siang ini. Dan aku akan datang setengah jam lagi." Ujar Steve setuju pada ucapan sekretaris bagian di kantor pusatnya. Sambil melihat arloji di tangannya memastikan waktu kapan ia akan tiba di kantornya.
Steve lalu bergegas menuju ke kantor pusat dengan jalan yang lumayan cepat. Tak lupa jas yang ia sematkan di kursi kerjanya ia ambil dan sedikit mengibas ke udara membuang debu dan tungau, lalu dengan sempurna menepi di bahunya.
Di tengah koridor kantor, ia berpapasan dengan Dinda yang hendak mengantarkan berkas yang telah ia revisi sebelumnya.
Wanita itu nampak elegan di mata Steve karena ia mengenakan pakaian berjenis formal dengan rambut di ikat kuncir kuda namun poni bagian depan ia ikut sertakan di kuncir kebelakang. Sehingga aura wanita itu memancar luar biasa cantik.
Dinda terampil dalam mode pakaian dan wajah yang di sentuh dengan sedikit makeup bergaya natural sehingga menonjolkan sisi Inner beauty.
Sampai-sampai Steve sedikit terpana melihat wanita itu yang penuh obsesi.
"Pak Steve! Aku telah menyelesaikan perbaikan laporan keuangan Minggu lalu. Apakah aku langsung menaruhnya di atas meja bapak sekarang atau aku serahkan kepada pak Zico?" tanya Dinda pada Steve yang tak sengaja bertemu di lorong menuju ruangannya.
Steve tersenyum sedikit manis dan sedikit penuh kelicikan. Melihat wanita itu ada di hadapannya membuat Steve terpikirkan ide cemerlang dan sedikit menambah semangatnya siang itu.
"Laporan ya!" ucap Steve seraya memojokan tubuh Dinda Kedinding. Steve ingin menggoda Dinda lagi dengan pesona dan rayuannya.
"Pak Steve! ini di kantor pak. Apa yang ingin bapak lakukan?" tanya Dinda sedikit takut. Dua buah berkas berwarna hitam ia dekapkan di dadanya sebagai tanda perlindungan.
"Wanita ini sungguh berharap jika aku akan melakukan hal seperti semalam. Dasar rubah kecil licik!" umpat Steve dalam hati atas pikiran negatif Dinda. Namun Steve sangat mengharapkan ini semua, terlebih Dinda memang cantik. Hal ini membuat steve benar-benar tak bisa menahan hasratnya untuk mendapatkan sisi wanita itu. Namun Steve menahan kemauan dirinya untuk memeluk gadis itu dengan erat.
Steve tak mengatakan sepatah kata pun dari mulutnya, namun ia tersenyum penuh kemenangan. Wajahnya dan wajah Dinda begitu dekat terlebih wanita itu amat pendek sehingga memudahkan tubuh Steve yang jangkung menindas-nya.
Steve memegang dagu Dinda yang tertunduk dan membuatnya menatap sepasang mata dingin Steve.
Ia tahu jika dinda sedang merasa ketakutan, canggung, malu dan sedikit penasaran, Penasaran atas apa yang akan Steve lakukan padanya. Semua itu jelas terlihat dari raut wajahnya yang panas dingin.
"Kamu pikir aku akan melakukan apa?" Steve menyeringai dengan picik.
"Mulai hari ini jadilah sekretaris ku."
Tawar Steve tanpa basa-basi.
"Sekretaris!" ucap Dinda mengulangi ucapan Steve. Ia sedikit kaget karena ia berpikir pria mesum ini akan melakukan ciuman seperti semalam dengan seenaknya.
"Memangnya kamu pikir aku akan melakukan apa? lebih baik hentikan tontonan mu tentang film romantis, agar otak mu tak idiot. Kamu pikir aku akan mencium mu seperti tadi malam? mimpi!" dengan sombongnya Steve bicara seakan semalam adalah inisiatif Dinda.
Steve selalu saja begitu, menyalahkan orang lain padahal semua itu jelas adalah ulahnya.
Steve lalu mengambil dua map hitam yang ada di dekapan Dinda dengan paksa lalu menegakkan kembali tubuhnya seperti semula.
"Kurang ajar. Dasar pria picik. Seenaknya saja dia mengatakan ucapan seperti itu. Dia pikir aku wanita murahan. Benar-benar pria tak tahu malu." Umpat Dinda emosi besar.
"Mulai sekarang ikut aku ke kantor pusat. Hari ini aku sedang ada rapat mendadak dengan pengusaha online asal Jerman. Dan aku mau kamu menemani ku hari ini." Tukas Steve memerintah semaunya.
"Bagaimana jika aku menolak?" Dinda dengan respon yang cepat langsung mengambil keputusan.
Mendengar ucapan Dinda yang berani menentang bahkan membantah ucapannya membuat Steve sedikit geram. Sehingga tubuhnya yang hendak melangkah ke luar, terpaksa ia membalikkannya dengan sedikit amarah di dada.
"Kamu bilang apa? menolak? apa kamu sudah lupa pada perjanjian kita. Apakah kamu siap kehilangan uang yang banyak? atau kamu sudah bosan dengan uang mu itu sehingga berani menentang ku." Ucap Steve pada Dinda dengan ancaman tak masuk akalnya. Steve ragu jika wanita itu akan menolak uangnya yang terbilang banyak.
Ia bicara tepat di wajah Dinda yang polos. Karena tubuh gadis itu amat mini, sehingga Steve sedikit menunduk demi mendapatkan ekspresi wajah Dinda yang sedang di lema.
"Sial. Aku melupakan perjanjian itu." Untuk sesaat Dinda terpaku dan mati kutu karena tak bisa menjawab ucapan yang telah mematahkan rantai ucapan. Skak mat adalah kata yang tepat untuk Dinda saat itu.
"Baiklah pak. Maafkan aku telah membantah ucapan anda tadi," Dinda mengaku kalah dalam permainan kali ini.
Steve paham jika Dinda tak akan menolak dan menawar bahkan membantah ucapannya.
"Baguslah jika kau paham. Lain kali jangan pernah membantah ku. Bahkan sedikit pun," tukas Steve seraya menegakan tubuh dari bungkuknya.
"Selalu saja mengancam ku dengan perjanjian itu. Jika bukan karena uang, aku pastikan akan membuang mu jauh-jauh," batin Dinda rasanya ingin mencakar rambut Steve agar ia tahu betapa galak dirinya. Tak peduli seberapa semena-menanya Steve, Dinda ingin sekali membuat Steve yang bermuka tebal itu meminta maaf padanya atas semua kesalahannya. Namun itu semua hanya sia-sia karena Steve tak akan pernah melakukannya kecuali di alam mimpi.
Namun Steve berpikiran lain. Steve sangat yakin pada kontrak yang ia buat. Terbukti dengan ancaman lelucon itu Dinda langsung seketika patuh tak bergeming.
"Sudah ku duga, gadis kecil ku sangat licik jika membahas uang. Aku penasaran untuk apa ia mengumpulkan uang begitu banyak. Bahkan gaji yang di berikan perusahaan padanya cukup untuk mencicil apartemen bobrok selama setahun. Wanita ini penuh gairah jika membahas uang." Ujar Steve dalam hati.
"Aw!" pekik Steve merasa sakit di bagian leher.
"Pak Steve. Bapak kenapa pak," tanya Dinda pura-pura khawatir.
"Ini semua karena kamu," tuntut Steve.
"Aku!" Dinda bertanya-tanya mengapa jika bos galaknya itu merasakan sakit ia yang disalahkan.
"Iya kamu!" seru Steve membenarkan ucapan Dinda sambil tangannya memegang bagian belakang lehernya yang sakit.
"Mengapa aku pak. Bukankah aku tidak Melakukan apa pun terhadap tubuh anda yang mahal ini," sindir Dinda sambil mengingat kejadian malam itu.
"Tentu saja ini semua gara-gara kamu. Kenapa kamu terlalu pendek. Karena kependekan kamu, aku jadi sampai sakit begini." tukas Steve sewot manja disertai sedikit malu karena wanita itu jelas telah menyindir dirinya.
"Bukan karena aku yang terlalu pendek tetapi bapak sendirilah yang terlalu tinggi. Dan aku tak pernah memaksa bapak untuk menunduk di hadapan ku. Semua itu atas kemauan bapak sendiri," pekik Dinda. Kali ini ia tak mau mengalah, karena dirinya tak merasa bersalah walau Steve terus mengatakan kebenaran.
"Sial. Wanita ini sudah tahu jika aku akan menyalahkan dirinya. Pasti dia juga tahu jika aku akan meminta pertanggungjawaban. Benar-benar wanita licik. Baiklah kali ini, aku akan mengalah tetapi lain kali aku pastikan dia yang akan mengalah," gerutu Steve dalam hati sedikit jengkel karena ini kali pertama baginya mengalah begitu saja.
"Sudahlah lupakan. Ayo kita berangkat sekarang. Jika tidak aku akan kehilangan triliunan dollar jika kesempatan ini berakhir," ucap Steve mengalah dengan paksa.
Dinda tak membantahnya lagi kali ini. Ia cukup diam dengan manis, karena bosnya sedang mengidap sakit jiwa parah sehingga prilaku emosionalnya berubah-ubah sesuai keadaan.
Dinda mengekori bosnya yang sudah melangkahkan kakinya lebih dulu keluar.
"Aku tak menyangka jika lulusan akuntansi bisa menjadi sekretaris seorang bos sombong. Sungguh aku tak pernah bisa memikirkan hal ini selama hidup ku," lirih Dinda dalam hati. Pikir Dinda bosnya itu melakukan semua hal semaunya dan tak terikat pada persetujuan. Sehingga apa yang ia buat harus sesuai keinginannya tak peduli pada tanggapan orang lain.
"Aku penasaran bagaimana ia bisa mengelola perusahaan besar jika dirinya sendiri melakukan penanganan tanpa sabar dan selalu emosional." pikir Dinda dalam hati penuh dengan pertanyaan.
BERSAMBUNG.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
Marya Emlysokar
lucunya si Steve😂😂
2020-03-24
3
Elis Suhartini
asyeekk...naik jbtn jd sekretaris...💪👏
2020-03-22
1
Dharsha Alfysya
gemezzzzz
2020-01-30
1