Dari lantai atas rumahnya, Steve dengan mudah menyaksikan kedatang Dinda yang sudah dia tunggu sejak tadi. Antara senang, canggung, deg-degan dan heboh sendiri pria modis ini mulai aneh.
Sadar wanita itu sudah berada di pintu rumahnya, Steve dengan sigap berlari menuju ruang tamu. Mengambil sikap tenang seakan dia tidak merasakan kehebohan.
“Paman Lu, wanita itu sudah tiba di depan pintu. Segeralah sambut dia dengan kehangatan!”
Steve memerintah Paman Lu yang tidak sengaja melintas di ruang tamu.
“Baiklah Tuan!” balas Paman Lu. Pria tua ini sedikit heran, sebab tadi pagi dirinya amat marah besar pada Dinda. Dan kini malah mulai bersemangat saat wanita itu datang.
Dinda sekarang insecure. Ini kali pertamanya dia memasuki rumah mewah. Berbeda dengan apartemen lusuh yang ia huni. Rumah Steve bahkan berkali-kali lipat besarnya dari bedeng Dinda.
Dengan keyakinan penuh Dinda menarik napas panjang dan mencoba mengulang menekan tombol bell rumah Steve.
“Selamat malam Nona. Selamat datang di rumah Tuan muda,” sambut pria tua itu hangat.
“Terima kasih pak!” jawab Dinda juga dengan keramahan dan sedikit senyum yang amat menawan.
“Paman lu!” Pria itu merevisi panggilan Dinda padanya.
“Baiklah, Paman Lu!” Dinda setuju pada panggilan itu, bahkan jauh lebih baik dari kata pak.
Saat memasuki kediaman Steve, terlihat bahwa pria angkuh itu sedang duduk sombong di ruang tamu. Tempat yang cukup dekat dengan meja makan.
Senyum pahitnya mulai menghiasi ekspresi wajahnya yang berkarakter emosional. Ini sangat cocok dengannya pikir Dinda jengkel.
Dinda mengalihkan pandangannya ke sekeliling ruangan yang begitu luas. Ia mencoba menghindari sepasang mata yang dingin nan angkuh itu.
“Nona, Tuan belum makan sedari pagi tadi. Bisakah Nona mulai memasak sekarang!” sela Paman Lu pada Dinda yang asik melihat ornamen rumah Steve.
Tentu saja Paman Lu melakukannya karena dia sudah diberi kode keras oleh majikannya, yaitu sepasang lirikan mata tajamnya.
Paman Lu dengan mudah menangkap arti kode macam itu. Mata dingin pria itu tak sedingin sebelumnya. Dingin wajah itu seperti dingin sebuah kasmaran yang sedang berbunga-bunga. Seperti sebuah es yang diberi sirup tentu akan menghasilkan minuman yang nikmat. Itulah yang ada dalam benak Paman Lu. Si tua sudah paham pada tingkah pemalu Tuannya.
“Oh baiklah Paman Lu, aku akan segera memasak untuk Tuan Steve yang terhormat!”
Dinda menuju ke dapur. Steve hanya menyaksikan bayangan punggung wanita itu.
Bagaimana tidak, malam itu ia nampak cantik dengan pakaian kasual kemeja pink peach, dengan bawahan berwarna putih dan high heels berwarna merah melenggang manja menebar pesona. Rambutnya tergerai panjang diikuti keriting akibat catokan panas. Sungguh menambah keanggunannya. Hingga mata angkuhnya tak bisa lepas dari terpaan gadis secantik itu.
Anggun, memikat, berkarakter dan sedikit jutek. Steve mulai merasakan aura wanita yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya. Rasa penasaran akan Dinda membuatnya terobsesi untuk terus menyusahkan wanita keras kepala berwajah menyebalkan ini. Ia sudah mendapatkan feel terhadap wanita itu.
“Menarik!” kata ini menggambarkan sosok Dinda sekarang.
Sungguh, Steve merasa puas pada kejahilannya. Seakan dirinya yang dingin seperti bukan dirinya lagi kala melihat wanita itu. Mata Steve terus saja melihat lekuk tubuh dan tangannya yang putih, seputih susu itu menyentuh wajan-wajan keras. Dengan lincah, Dinda memainkan spatula dan memasak dengan apik khas wanita rumahan.
Tanpa bantuan siapa pun, Dinda berhasil melakukan semuanya. Memasak hingga enam masakan berbeda rasa, gaya dan tampilan.
Sedari awal Dinda tidak mau menambahkan masalah apapun. Apalagi mengerjai pria sombong ini dengan masakan meskipun terlintas dibenaknya untuk membalas keserakahan Steve. Tapi ia berpikir ulang, jika bermasalah dengan pria itu maka ia akan kehilangan pekerjaannya. Ini tak menguntungkan dirinya.
Jarak antara ruang tamu dan meja makan tak terlalu jauh. Bahkan Steve bisa merasakan dan melihat semua itu sekali tengok. Steve sungguh tidak kuasa menahan nafsu untuk memakan masakan wanita itu yang terlihat amat lezat.
Sesekali dirinya menelan ludah kesengsaraan karena tidak sabar ingin mencicipi seperti apa masakan yang ia buat.
Dinda menghampiri bosnya yang sedang duduk manis itu. “Tuan steve yang terhormat, makanan sudah siap untuk disantap. Silahkan Anda mencicip makanan buatan pegawaimu yang teladan ini!”
Dinda memulai bicara dengan gaya bahasa sok akrab dan sopan. Steve pura-pura tidak peduli dan tidak menggubris ucapan wanita itu bahkan ia beranjak dari duduknya menuju meja makan tanpa basa basi. Tetapi sesungguhnya ia sangat menantikan ucapan ramah Dinda, namun dia tidak berani mengucapkannya.
“Masakan apa ini yang kamu buat?” tanya Steve penasaran.
Jelas saja Steve tahu jika masakan yang di buat Dinda adalah makanan pedas. Melihat tampilannya saja sudah bisa ditebak bahwa itu masakan full cabai. Terutama warna makanan itu amat merah pekat bak masakan khas masakan Korea. Selain warna merah, masih ada warna lain dalam masakan itu.
Dinda mencoba memberikan senyum ramah dan bersikap tenang menghadapi pria yang menjengkelkan ini, meskipun hati Dinda bicara kebalikannya. Senyum palsu andalan Dinda.
“Aku memasak jamur saus tiram, seafood saus padang, spageti saus italia, lasagne keju mozzarella dan daging panggang berbeque serta aku juga membuat jus alpukat. Tetapi Anda jangan khawatir, jus alpukat yang kubuat tidak memakai gula buatan, tetapi gula alami serta susu segar berkualitas. Aku tidak tahu apakah makanan ini semuanya Pak Steve bisa menyukainya atau tidak!” jelas Dinda panjang lebar.
Setidaknya, Dinda sudah melakukan apa yang diinginkan oleh si gila ini. Steve benar-benar kagum pada semua masakan yang dibuat Dinda. Semuanya adalah tipenya dan juga makanan kesukaannya. Bagaimana bisa ia tahu semua jenis makanan itu.
“Apakah semua ini makan favoritmu?” tanya Steve memastikan rasa penasarannya.
“Sesungguhnya iya, namun aku takut jika Bapak tidak menyukainya!”
Steve hanya termenung sesaat, sungguh jarang ada wanita yang baru dia kenal sudah ada kecocokan masakan dengan lidahnya.
“Tapi apa kamu tahu, jika aku benci masakan pedas?” kata Steve berbohong. Padahal Steve mencintai makan pedas bahkan maniak pedas.
“Silahkan Anda mencobanya terlebih dahulu Pak!” balas Dinda.
Steve menuruti ucapan wanita itu.
Dalam gigitan pertamanya sungguh memikat dan nikmat. Seperti masakan seorang koki profesional di hotel bintang lima.
Tiap gigitan ia kunyah dengan elegan.
Namun pria ini tidak mau menunjukan sikap pujian pada Dinda, jika tidak dia pasti merasa GR dan percaya diri berlebihan.
Steve tiba-tiba bertingkah lelucon seakan masakan Dinda sangat pedas. Dia terbatuk-batuk, seraya menepuk tenggorokan berharap pedas itu hilang.
Dinda tersenyum kecil, sebab dia paham bahwa akting bosnya itu sungguh memukau. Dinda sudah mengantisipasi hal ini pasti akan terjadi seperti di film-film romantis yang pernah ia tonton.
Di mana pria angkuh nan sombong ini pasti akan selalu mencari kesalahan untuk diperdebatkan. Bosnya itu termasuk dalam salah satu daftar pria favoritnya jika berhasil memerankan drama romantis komedi dengan sempurna.
“Hei! Bosmu ini sudah batuk merasakan pedas, tetapi kamu hanya tersenyum. Apakah kamu ingin balas dendam?”
Steve menuntut, meminta segelas air putih dihadapan dinda yang seakan dirinya merasa Dinda tak peka.
Namun jauh sebelum Steve membuat ide konyol itu, Dinda telah memikirkannya dengan matang. Dinda sudah menduga akting konyol itu akan terjadi.
“Maaf Pak sepertinya Anda salah makan. Atau mungkin saja ada yang mengumpat Anda saat ini. Karena masakan yang kubuat tidak mengandung cabai tetapi full saus tomat!” jelas Dinda. “Atau bisa saja mungkin karena kesombongan Anda. Jadi Anda tersedak makanan ini!”
“Kamu!” Steve menahan emosi, bahkan wajahnya memerah. Ia memegang gelas dihadapannya dengan sekuat tenaga tanda bahwa ia amat emosional. Ia melampiaskan kekesalan itu pada gelas, jika tidak bagaimana orang-orang akan menganggapnya seorang pria bila memukul wanita macam Dinda.
Sial bagi Steve ia harus terjebak dalam aktingnya sendiri. Wanita ini amat cerdas bahkan sudah berani mempermainkan dirinya. Wajahnya amat malu karena ketahuan berbohong. Sambil tangannya meminum air putih dengan emosi yang ia tahan. Bagaimana tidak, ini kali pertamanya ia dipermalukan oleh wanita jelek itu.
Hingga tanpa sadar Steve menghabiskan makanan di atas meja dengan kekesalan.
Meskipun kesal namun makanan yang masuk dalam mulut itu ia nikmati dengan seksama.
Bagi Dinda balas dendam secara halus ini sangat berhasil membuatnya terpojok oleh tingkahnya sendiri.
Kini perut kotak itu terisi penuh oleh macam-macam makanan yang dihidangkan oleh Dinda. Dinda merasa sangat senang meskipun sempat jengkel pada pria yang bersikap angkuh itu.
Paman Lu yang melihat dari pojok ruangan ikut senang karena ini kali pertamanya ia menyaksikan Tuannya itu makan dengan lahap setenang ini. Bahkan selama bertahun-tahun bekerja pada keluarga wong ia tak pernah melihat Tuan muda sedikit pun menyentuh makanan yang ia hidang.
Namun berkat Dinda pria itu bahkan sampai berani bertanya bahan makanan hingga tidak ingin di masak oleh pelayan lain selain Dinda.
Akhirnya rasa penasaran Paman Lu terbayar lunas saat melihat sesosok gadis cantik yang selalu ceria pada semua orang, kecuali Steve. Dia sudah di-Blacklist oleh Dinda dari daftar pria baik.
“Mungkinkah Nona muda itu bisa membuat Tuan muda selalu tenang seperti ini!” pria tua mencoba menebak kisah aneh itu.
Ia melangkah pergi. Tidak kuasa menyaksikan keduanya. Jika tidak dia akan merasa kembali seperti umur dua puluhan.
Bernostalgia mengenang dirinya. Lu muda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
Berdo'a saja
ooohh akting ternyata
2023-05-16
0
Bunda Reni
sifat dan karakter dinda yg sangat kusukai
2020-10-18
0
Bella
ngakak kocak
senjata makan tuan
2020-05-21
4