Bab 4 — Emosional

Dinda keluar dari ruangan bos sombongnya itu dengan perasaan yang amat mengganggu dipikirannya. Dia sungguh tidak habis pikir, bagaimana bisa pria itu bertindak seenaknya dengan sikap arogansi yang menjengkelkan.

“Aku yang membantu tubuhnya itu menuju ke hotel, dan aku juga yang harus bertanggung jawab atas kerugiannya. Benar-benar tidak masuk akal pria itu. Bahkan aku dituntut ganti rugi sementara aku sendiri tidak melakukan apapun pada tubuhnya itu. Memang semahal apa tubuh pria itu. Jika bukan karena gaji di Perusahaan ini besar, mana mungkin aku bisa bertahan bekerja di bawah tekanan pria sakit jiwa itu.”

Pikiran wanita ini kacau balau ditambah perjanjian absurd dan konyol yang membuat kepalanya itu serasa ingin meledak.

“Hei Din, dari mana saja?” tanya Eva.

“Baru saja keluar dari ruangan CEO!” jawab Dinda ketus.

“Hah, serius?”

Dinda mengangguk. Ekspresi wajahnya masih terlihat kesal.

“Terus, terus gimana? Apakah dia tampan seperti yang di ucapkan para karyawan?” tanya Eva lagi. Penasaran sudah mendominasi pikiran gadis satu ini.

“Aku tidak tertarik membahas pria itu. Sudah cukup bagiku berurusan dengannya!”

“Maksudnya?”

“Aku tidak mau menggosip pria itu, kamu paham. Aku sedang tidak enak badan dan aku ingin mengambil cuti pagi ini.”

Eva bingung pada tingkah rekannya yang sedari pagi tadi sudah tidak ada mood untuk bekerja. Bahkan Eva harus kecewa karena tidak berhasil mendapatkan curhatan berkelas dari Dinda.

“Aku akan pulang sekarang, pekerjaanku sudah beres!” tambah Dinda, lalu meninggalkan meja kerjanya.

“Oke, hati-hati di jalan sayang!” teriak Eva. “Sebenarnya ada apa dengannya. Kenapa tingkahnya berubah jadi tidak semangat seperti hari biasanya?”

Dinda sebenarnya tidak sedang dalam keadaan tidak enak badan, tetapi dia ingin menghindar dari Steve. Untuk hari ini moodnya rusak hanya karena hal konyol.

Dinda benar-benar bingung pada sikap pria itu, karena tidak bisa membedakan mana yang salah dan mana yang benar.

Sedangkan Steve, di ruangan kerjanya merasa amat puas. Langkahnya untuk membalas Dinda perlahan mulai terealisasikan. Sekarang wajahnya tersenyum sumringah. Berbeda dengan tadi pagi. Di mana wajahnya memerah akibat panasnya emosi yang meluap-luap.

“Kita lihat saja nanti, sampai mana kamu berani menentangku Dinda!”

Sesekali Steve membayangkan bayangan punggung wanita yang ia kerjai itu. Tubuhnya yang modis dan seksi ditambah jalannya yang elegan dengan rambut blonde keriting bergelombang nan panjang tergerai rapi.

“Menarik juga, mengerjai wanita ini. Aku yakin, dia pasti sangat menggairahkan. Ehm ..., dia sudah membuatku gila sekarang!”

Pintu kaca itu terbuka dengan hadirnya Zico di ruangannya. Pria itu mengganggu Steve yang sedang berkhayal. Mau tidak mau, Steve harus mengakhiri kegilaannya siang ini.

“Hai Steve. Lama tidak mengunjungi tempat ini!”

Zico sok akrab pada Steve. Rasanya, Steve ingin sekali melempar wajah pemuda itu dengan botol air mineral.

Zico adalah teman Steve ketika sekolah di Frankfurt, Jerman. Setidaknya Zico tahu sikap dan perangai Steve selama mereka bersahabat di Jerman.

“Di mana sopan santunmu sebagi karyawan di sini Bung!”

Steve sinis pada sikap sok akrab rekannya itu. Zico tahu, pria dingin itu pasti selalu saja bersikap sombong. Namun baginya bukanlah Masalah. Karena Zico tahu sifat dasar sahabatnya itu, yakni dingin tapi perhatian.

“Kupikir aku salah memasuki ruangan sepertinya!” kata Zico sesumbar, menguji emosi Steve.

Tapi tidak berhasil, Steve acuh. Dia tidak marah sekarang.

“Ada apa kamu kemari?” tanya Steve, mengganti topik pembicaraan.

“Sangat emosional pagi-pagi seperti ini," balas Zico. “Tentu saja aku datang ke sini karena ingin memastikan bagaimana kinerja wanita itu. Bagaimana, apakah oke atau akan membuatmu kecewa?”

kini Zico yang berulah arogan membalas sikap Steve dengan semangat.

”Kamu!”

Steve menahan emosi. Dia menarik napas dalam-dalam karena kesal pada Zico yang bertindak seakan-akan dia adalah dirinya. Si pemarah, dengan seribu alasan untuk adu gelud.

Zico hanya tersenyum kecil karena puas memancing emosi Steve yang bar-bar nan emosional.

“Baiklah. Aku paham kamu sangat membenci sikapku yang sangat ambisius ini. Jangan katakan bahwa kamu belum memeriksa laporan itu.”

Kali ini Zico menghentikan tingkahnya yang ambigu. Namun Steve, jangan tanyakan bagaimana dia bersikap. Wajah garang dan pemarahnya tak akan berubah. Sikap arogan adalah aura paling berkesan selama mengenal pria itu. Siapa pun yang ingin mendekati dirinya, pasti akan berpikir ulang hingga ribuan kali. Bagaimana tidak, wajah itu tak pernah menampakkan senyum indahnya kepada orang lain.

“Aku akan memeriksa berkas-berkas itu nanti. Dan satu hal yang perlu kamu ketahui, bahwa mulai hari ini hingga satu minggu kedepan, aku akan berada di bangunan kecil ini. Jadi kamu harus biasakan bersikap lebih baik dari hari ini, sebelum aku melemparmu jauh-jauh!”

"Ya ya ya, baiklah jika kamu inginkan itu. Tapi bagaimana dengan wanita itu? Cantik bukan? Dia adalah tipeku loh!” balas Zico menggoda.

Dia ingin melihat reaksi Steve seperti apa saat dirinya membahas Dinda. Zico melakukannya karena ia penasaran ada apa dengan Dinda. Sampai-sampai membuat CEO muda itu mau mengunjungi kantor bobrok ini. Bahkan meminta langsun agar Dinda mengantarkan berkas-berkas itu ke ruangan yang kedap suara ini.

Steve lagi-lagi harus menahan kesal pada teman paling bodohnya itu. Ingin rasanya dia menjatuhkan Zico yang idiot itu dari lantai atas gedung kantornya. Dengan begitu dia tak akan pernah lagi bertemu dengan si otak kolot.

Tetapi Steve dengan senyum manisnya, untuk sesaat Steve tertawa lucu. Mendengar ucapan Zico yang mengakui bahwa wanita jelek itu menjadi wanita tipe pilihannya.

Semakin banyak yang menyukai Dinda maka semakin semangat juga ia ingin mengolok Dinda. Wanita yang dengan berani telah mendekati tubuhnya bahkan tidur satu ruangan dengannya. Wanita yang menarik.

“Aku mau pulang hari ini, dan semua urusan kantor kamu yang urus. Aku ingin menikmati hari yang luar biasa di kota ini!”

“Baiklah, aku rasa memang pekerjaan kantor kecil ini bisa kutangani sendiri!” balas Zico. Steve sudah keluar, Zico mengekori sahabatnya itu.

Steve berjalan melewati ruangan bagian keuangan, namun dirinya tidak melihat Dinda di ruangannya.

“Wanita ini sudah mulai memancing kemarahanku. Sepertinya aku terlalu lembut padanya!”

Steve menahan emosi karena tidak melihat Dinda. Hingga Steve berinisiatif untuk mencari informasi di mana wanita itu tinggal sampai mendapatkan nomor ponselnya.

Semua informasi tentang Dinda, sangat penting. Baginya wanita ini adalah umpan ikan kecil yang harus diikat erat-erat agar tidak kabur sesuka hatinya. Seumur-umur dinda adalah wanita pertama yang berani menentang sikapnya.

“Kamu tunggu saja, kali ini kamu akan merasakan balasan dariku. Dasar wanita jelek!”

••••

Bagi Dinda, bertemu dengan Steve, adalah sebuah kesengsaraan. Sengsara yang nyata.

Tapi Dinda tak ambil pusing. Apalagi pada perjanjian kontrak yang telah ia tanda tangani tadi pagi. Dinda menganggap kejadian itu hanya ilusi semata dan hanya sebuah ancaman kecil saja.

Dering telepon masuk. Mengganggu Dinda yang sedang rebahan santai di kasurnya.

“Pasti Ibu lagi yang nelpon!”

Siapa lagi? Hanya Ibunya yang menelpon kalau seperti ini. Atau adik lelakinya. Tapi itu jarang. Telepon dari Ibunya yang mendominasi telepon Dinda.

“Iya hallo Bu!!” jawab Dinda, tanpa melihat dulu siapa yang menelpon.

“Ibu? Kamu pikir aku Ibumu yang menelpon!”

Dinda terkejut, saat mendengar sapaan keras dari seorang pria. Dia mengecek ponselnya. "Bukan Ibu yang menelpon. Lalu siapa?”

Jelas bahwa di layar teleponnya tertulis nomor tidak di kenal. Bahkan Dinda merasa tidak ada kerabatnya yang menelpon dengan suara amat jelek dan kasar.

“Hallo, maaf dengan siapa ini?” tanya Dinda ingin tahu.

“Nampaknya kamu sudah melupakan suara ini!” jawab suara dalam telepon itu.

Tak perlu berpikir keras, Dinda tahu siapa pemilik suara itu. Secara spontan dinda menyebut nama pria itu. “Pak Steve!”

“Ya ini aku. Kenapa, kagetkah jika bos besarmu menelpon karyawan jeleknya?”

“Oh tidak Pak, aku hanya kagum pada suara Bapak yang amat merdu!” tapi bohong.

"Aku tidak peduli pada pujianmu. Yang aku perlukan sekarang adalah kamu harus mengingat perjanjian kontrak yang telah kita sepakati tadi pagi. Aku butuh makanan lezat nanti malam pukul tujuh. Ingat kamu harus datang sebelum pukul tujuh malam dan harus sudah menyiapkan makanan lezat untukku. Apakah kamu mengerti!"

“Tentu saja aku mengerti Pak. Aku akan datang sebelum jam tujuh malam!”

“Baguslah. Ingat jika terlambat maka biaya ganti rugi menjadi dua kali lipat dari perjanjian awal!”

“Iya pak aku mengerti!” pungkas Dinda seraya mematikan ponselnya.

Ah ..., dasar pria introver, psikopat, pria sakit jiwa. Ingin sekali Dinda memakinya secara langsung. Tapi tidak! Dinda tidak ada keberanian memaki bos pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Sekarang, kehidupan Dinda ada padanya.

Pertemuan malam itu, akhirnya membuat Dinda masuk dalam perangkapnya sendiri. Dari semua wanita di seluruh Jakarta, mengapa harus dirinya yang bertemu dengan Steve.

••••

Sejak tadi siang, Steve sudah di rumahnya. Sambil terus membayangkan, betapa lucunya nanti dia bertemu mangsa yang siap dia lahap. Tanpa sadar, dia bersikap salah tingkah dikala akan menyambut kedatangan Dinda.

“Aku rasa dia akan membalasku dengan makanan pedas. Untungnya aku adalah pecinta makanan pedas sehingga tak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi bagaimana jika wanita jelek itu memasak makanan yang sangat asin? Apa yang harus aku lakukan. Ah aku belum memikirkan masalah ini!”

Steve sibuk sendiri, memikirkan bagaimana mengerjai Dinda. Dia memang kekanakan, entah kenapa menjahili Dinda membuatnya ingin terus terkekeh geli.

Paman Lu yang tak sengaja menyaksikan Tuannya berprilaku aneh, seperti seseorang yang sedang kasmaran—terkekeh manja seraya menutup senyum tuanya. Pikir pelayan tua itu, ini kali pertamanya dia menyaksikan wajah dingin Steve tersenyum bahagia.

“Hei Paman Lu. Apa yang kau tertawakan?”

Steve sadar jika dirinya menjadi pokok perhatian pria tua pengintip itu.

“Tidak Tuan muda. Aku hanya sedang membayangkan film lucu milik Walt Disney,” kecoh Paman Lu.

“Apa benar begitu? Kau yakin tidak mentertawakan aku?”

“Tentu saja Tuan. Kalau begitu aku akan melanjutkan tugasku.”

Berekspresi datar seperti tak terjadi apa-apa, Paman Lu meninggalkan Tuannya. Dia tidak mau mengganggu wajah yang sedang bahagia Steve. Tapi Steve menghentikan langkah kakinya.

“Tunggu Paman Lu, apakah bahan makanan masih banyak?”

Paman lu untuk sejenak berpikir keras ada apa tiba-tiba Steve bertanya makan dapur. Biasanya dia tak peduli.

“Tentu saja Tuan, bahkan semuanya sangat segar. Apakah anda ingin dimasakan makanan yang enak?”

“Tidak, aku hanya ingin kau menyambut wanita jelek itu nanti malam. Dan biarkan dia memasak untukku!”

Steve benar-benar aneh di mata Paman Lu. Tidak seperti Steve biasanya yang jarang mengajaknya bicara maupun menyapanya. Bahkan hanya sesekali saja ia menyapa Paman Lu. Itu pun ucapan senada yakni, “Aku tidak akan makan di rumah, jadi kau tak perlu menyiapkan makan!”

Terpopuler

Comments

Berdo'a saja

Berdo'a saja

udah umum

2023-05-16

0

ratu adil

ratu adil

ngakak trus smpek kesel mulutq ketawa cekikikan hibibi

2020-09-19

0

☠⏤͟͟͞R⚜🍾⃝ ὶʀαͩyᷞαͧyᷠυᷧ⚜Msf࿐ཽ༵

☠⏤͟͟͞R⚜🍾⃝ ὶʀαͩyᷞαͧyᷠυᷧ⚜Msf࿐ཽ༵

bener bener aneh...

2020-01-20

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 — Prolog
2 Bab 2 — Memulai sebuah pembalasan
3 Bab 3 — Inikah pilihanku
4 Bab 4 — Emosional
5 Bab 5 — A Special Feel
6 Bab 6 — Harapan
7 Bab 7 — Debar
8 Bab 8 — Penampilan
9 Bab 9 — Pertemuan di Kafe
10 Bab 10 — Si pria Masa lalu
11 Bab 11 — Dua wanita
12 Bab 12 — Hutang Budi
13 Bab 13 — Boneka kesayangan
14 Bab 14 —
15 Episode 15
16 Episode 16
17 Episode 17
18 Episode 18
19 Episode 19
20 Episode 20
21 Episode 21
22 Episode 22
23 Episode 23
24 Episode 24
25 Episode 25
26 Episode 26
27 Episode 27
28 Episode 28
29 Episode 29
30 Episode 30
31 Episode 31
32 Episode 32
33 Episode 33
34 Episode 34
35 Episode 35
36 Episode 36
37 Episode 37
38 Episode 38
39 Episode 39
40 Episode 40
41 Episode 41
42 Episode 42
43 Episode 43
44 Episode 44
45 Episode 45
46 Episode 46
47 Episode 47
48 Episode 48
49 Episode 49
50 Episode 50
51 Episode 51
52 Episode 52
53 Episode 53
54 Episode 54
55 Episode 55
56 Episode 56
57 Episode 57
58 Episode 58
59 Episode 59
60 Episode 60
61 Episode 61
62 Episode 62
63 Episode 63
64 Episode 64
65 Episode 65
66 Episode 66
67 Episode 67
68 Episode 68
69 Episode 69
70 Episode 70
71 Episode 71
72 Episode 72
73 Episode 73
74 Episode 74
75 Episode 75
76 Episode 76
77 Episode 77
78 Episode 78
79 Episode 79
80 Episode 80
81 Episode 81
82 Episode 82
83 Episode 83
84 Episode 84
85 Episode 85
86 Episode 86
87 Episode 87
88 Episode 88
89 Episode 89
90 Episode 90
91 Episode 91
92 Episode 92
93 Episode 93
94 Episode 94
95 Episode 95
96 Episode 96
97 Episode 97
98 Episode 98
99 Episode 99
100 Episode 100
101 Episode 101
102 Episode 102
103 Episode 103
104 Episode 104
105 Episode 105
106 Episode 106
107 Episode 107
108 Episode 108
109 Episode 109
110 Episode 110
111 Episode 111
112 Episode 112
113 Episode 113
114 Episode 114
115 Episode 115
116 Episode 116
117 Episode 117
118 Episode 118
119 Episode 119
120 Episode 120
121 Episode 121
122 Episode 122
123 Episode 123
124 Episode 124
125 Episode 125
126 Episode 126
127 Episode 127
128 Episode 128
129 Episode 129
130 Episode 130
131 Episode 131
132 Episode 132
133 Episode 133
134 Episode 134
135 Episode 135
136 Episode 136
137 Episode 137
138 Episode 138
139 Episode 139
140 Episode 140
141 Episode 141
142 Episode 142
143 Episode 143
144 Episode 144
145 Episode 145
146 Episode 146
147 Episode 147
148 Episode 148
149 Episode 149
150 Episode 150
151 Episode 151
152 Episode 152
153 Episode 153
154 Episode 154
155 Episode 155
156 Episode 156
157 Episode 157
158 Episode 158
159 Episode 159
160 Episode 160
161 Episode 161
162 Episode 162
163 Episode 163
164 Episode 164
165 Episode 165
166 Episode 166
167 Episode 167
168 Episode 168
169 Episode 169
170 Episode 170
171 Episode 171
172 Episode 172
Episodes

Updated 172 Episodes

1
Bab 1 — Prolog
2
Bab 2 — Memulai sebuah pembalasan
3
Bab 3 — Inikah pilihanku
4
Bab 4 — Emosional
5
Bab 5 — A Special Feel
6
Bab 6 — Harapan
7
Bab 7 — Debar
8
Bab 8 — Penampilan
9
Bab 9 — Pertemuan di Kafe
10
Bab 10 — Si pria Masa lalu
11
Bab 11 — Dua wanita
12
Bab 12 — Hutang Budi
13
Bab 13 — Boneka kesayangan
14
Bab 14 —
15
Episode 15
16
Episode 16
17
Episode 17
18
Episode 18
19
Episode 19
20
Episode 20
21
Episode 21
22
Episode 22
23
Episode 23
24
Episode 24
25
Episode 25
26
Episode 26
27
Episode 27
28
Episode 28
29
Episode 29
30
Episode 30
31
Episode 31
32
Episode 32
33
Episode 33
34
Episode 34
35
Episode 35
36
Episode 36
37
Episode 37
38
Episode 38
39
Episode 39
40
Episode 40
41
Episode 41
42
Episode 42
43
Episode 43
44
Episode 44
45
Episode 45
46
Episode 46
47
Episode 47
48
Episode 48
49
Episode 49
50
Episode 50
51
Episode 51
52
Episode 52
53
Episode 53
54
Episode 54
55
Episode 55
56
Episode 56
57
Episode 57
58
Episode 58
59
Episode 59
60
Episode 60
61
Episode 61
62
Episode 62
63
Episode 63
64
Episode 64
65
Episode 65
66
Episode 66
67
Episode 67
68
Episode 68
69
Episode 69
70
Episode 70
71
Episode 71
72
Episode 72
73
Episode 73
74
Episode 74
75
Episode 75
76
Episode 76
77
Episode 77
78
Episode 78
79
Episode 79
80
Episode 80
81
Episode 81
82
Episode 82
83
Episode 83
84
Episode 84
85
Episode 85
86
Episode 86
87
Episode 87
88
Episode 88
89
Episode 89
90
Episode 90
91
Episode 91
92
Episode 92
93
Episode 93
94
Episode 94
95
Episode 95
96
Episode 96
97
Episode 97
98
Episode 98
99
Episode 99
100
Episode 100
101
Episode 101
102
Episode 102
103
Episode 103
104
Episode 104
105
Episode 105
106
Episode 106
107
Episode 107
108
Episode 108
109
Episode 109
110
Episode 110
111
Episode 111
112
Episode 112
113
Episode 113
114
Episode 114
115
Episode 115
116
Episode 116
117
Episode 117
118
Episode 118
119
Episode 119
120
Episode 120
121
Episode 121
122
Episode 122
123
Episode 123
124
Episode 124
125
Episode 125
126
Episode 126
127
Episode 127
128
Episode 128
129
Episode 129
130
Episode 130
131
Episode 131
132
Episode 132
133
Episode 133
134
Episode 134
135
Episode 135
136
Episode 136
137
Episode 137
138
Episode 138
139
Episode 139
140
Episode 140
141
Episode 141
142
Episode 142
143
Episode 143
144
Episode 144
145
Episode 145
146
Episode 146
147
Episode 147
148
Episode 148
149
Episode 149
150
Episode 150
151
Episode 151
152
Episode 152
153
Episode 153
154
Episode 154
155
Episode 155
156
Episode 156
157
Episode 157
158
Episode 158
159
Episode 159
160
Episode 160
161
Episode 161
162
Episode 162
163
Episode 163
164
Episode 164
165
Episode 165
166
Episode 166
167
Episode 167
168
Episode 168
169
Episode 169
170
Episode 170
171
Episode 171
172
Episode 172

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!