Penyesalan Ayah
Daina dan Maisara masih ingat dulu perusahaan itu hanya berupa dua ruko yang disewa, sampai tahun demi tahun pun berlalu, perubahan mulai terjadi. Perjuangan itu tidak mudah hingga akhirnya, satu blok di distrik pinggiran kota Askanawa itu bisa dibeli. Itu adalah gedung dengan konsep ruko tiga lantai dan masing-masing bagian ruko adalah masing-masing divisinya.
Daina menyesal mengapa dulu dirinya sangat lemah dan bodoh, hingga saat ia bercerai dari Hansan, ia tidak mendapatkan apa-apa selain harta pemberian ala kadarnya.
“Ibu, aku akan menengok Ayah, dia sakit dan hanya tinggal di rumah!”
“Itu, wajar! Dia sudah menikmati semuanya selama ini, jadi biar dia rasakan sakit itu!”
Ucapan Daina terdengar kasar di telinga Maisara, tetapi ia pun bingung, karena tidak mungkin marah pada ibunya tetapi juga kasihan pada ayahnya.
Maisara bergegas menuju mobil, di mana sopirnya sudah menunggu. Ia mengakhiri panggilan telepon dengan sang ibu, setelah berjanji akan mendatanginya besok.
Sesampainya di Perumahan Avonvile, Maisara langsung masuk ke rumahnya dengan leluasa, dan mendapati sang ayah yang tertidur lemah seorang diri di kamarnya, tidak ada siapa pun di sekitar kamar itu.
Ia mendekati ayahnya dan menyentuh tangannya dengan lembut.
“Apa Ayah sendiri di sini? Ke mana Bibi dan yang lain?” tanya Maisara begitu Hansen membuka mata karena menerima sentuhan anaknya.
Hansen mengangguk, wajahnya terlihat pucat dan matanya seolah setengah terkatup, ia membelai tangan Maisara.
“Maafkan aku,” kata Hansan lemah.
Maisara mengabaikan ucapan ayahnya, lagi pula untuk apa pria tua itu meminta maaf? Pikirnya.
“Kenapa ayah tidak pergi saja ke rumah sakit?”
“Memangnya kau punya biayanya?” tiba-tiba seseorang menjawab dari belakang Maisara, itu adalah Saida yang muncul entah dari mana.
“Apa Bibi tidak bisa bawa Ayah ke rumah sakit dan membiayainya?”
“Omong kosong! Kau tahu, sudah hampir satu bulan keuangan kami menipis!”
“Bukankah Ayah masih punya uang! Tidak mungkin kalau rekeningnya kosong!” Maisara menukas ucapan Sahida karena tidak percaya, sebab walaupun perusahaan tidak lagi mendapatkan uang, setidak-tidaknya masih ada uang tabungan Ayah, rekening itu tidak pernah kosong!” kata Maisara dengan lugas.
Ia pun heran, sebab pada jam-jam begini Nella tidak ada di rumah, apa yang dilakukan anak itu pun Maisara tidak tahu. Dan, ia berpikir buruk jika Nella sedang menghamburkan-hamburkan uang ayahnya.
“Kau pikir cukup uang kita untuk membiayai rumah sakit? Eh, bagaimana untuk kehidupan kami ke depannya? Apa kau mau menanggungnya? Jadi, uang itu untuk persediaan hidup kami nanti!”
“Bibi seharusnya berterima kasih selama ini sudah hidup tenang dan layak di rumah kami! Apa susahnya kalian berhemat sedikit dan uangnya sebagian untuk berobat ayahku, bukankah dia suamimu juga?”
“Apa maksudmu? Apa kau baru saja bilang kalau aku orang yang tidak tahu balas budi?”
“Kau sendiri yang bilang, aku tidak pernah mengatakan kau seperti itu!”
Sahida kesal dan hampir mati karena putus asa, ia tahu kalau ternyata, jauh sebelum ia menikahi Hansan, semua aset dan kekayaan pria itu sudah tertulis atas nama Maisara. Lagi pula semua surat dan pernyataan pengalihan aset ada di notaris, pengacara kepercayaan keluarga Hansan. Ia tidak bisa berbuat apa-apa, selain menghemat uangnya.
Walaupun, uang itu masih cukup banyak, ditambah dengan hadiah pernikahan yang diberikan keluarga Mahespati kepadanya saat pernikahan Meisara, tapi tetap saja uang itu akan habis juga kalau ia sendiri tidak menghasilkan uang.
Oleh karena itu, Sahida mengira jika merawat Hansan dan membawanya ke rumah sakit adalah kewajiban Maisara, bukan dirinya. Toh, kalaupun Harlan tiada, ia tidak akan mendapatkan apa pun dari kekayaannya.
Ternyata ia sama bodohnya dengan Daina yang dulu dianggapnya lemah, karena setelah bercerai, ia pergi tanpa membawa apa pun dari rumahnya. Sekarang kenyataannya pemilik semua aset adalah Maisara.
Sampai saat ini pun kemarahan dan kecewanya bertambah, karena kelakuan adiknya sendiri, yang sudah membuat perusahaan itu guling tikar. Adik laki-laki yang sengaja diperkerjakan agar kehidupannya lebih baik, justru sudah memanipulasi pembukuan dan semua uangnya di curi, sedikit demi sedikit.
“Ayah, aku akan menengokmu lagi, nanti. Percayakan urusan perusahaan kita padaku. Aku janji akan membayarkan semua hutangmu!” Maisara berkata sambil berdiri dari sisi ranjang ayahnya. Namun, kedua tangan ayah dan anak itu masih saling berpegangan erat.
“Maafkan Ayah, Nak! Aku memberikan warisan yang buruk padamu.” Suara Hansan terdengar serak memilukan, ada sejuta sesal terselip di sana.
“Semuanya sangat berharga, Ayah. Kalau bukan karena perbuatan orang tak tahu diri itu!” Maisara berkata sambil melirik Sahida.
“Pulanglah, Mai ... jangan buat suamimu menunggu!”
Maisara mencium punggung tangan ayahnya sebelum pergi, tanpa berpamitan pada Sahida.
Sampai di halaman rumah, ia berpapasan dengan Nella, yang membawa dua tas belanja di kanan kiri tangannya.
“Kau baru menengok ayahmu sekarang, Mai?” sapa Nella dengan ucapan meremehkan Maisara.
Maisara tidak menjawab dan terus berjalan.
“Dasar anak tidak tahu diri! Apa kau terlalu sibuk mengurus suamimu yang lumpuh itu, sampai kau lupa menengok ayahmu sendiri?”
❤️❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Chipitz◌ᷟ⑅⃝ͩ●ᴍɴᴅ2
pengen disumpel mulutnya Nella
2023-03-28
3
El_Tien
iyaaaaa dia sebok shopping
2023-02-13
3
💞 Lily Biru 💞
agak janggal di sini.. ada 2 dialog di awal dan akhir, tapi dialog akhir tidak tau mulai dari mana
2023-02-13
6