Alasan Yang Pantas
Maisara menghentikan langkahnya dan menoleh, seraya melemparkan tatapan membara ke arah Nella, yang sesungguhnya lebih tidak tahu diri daripada dirinya. Ia sudah menyatakan perang dengan sepupunya sejak hari itu, sejak ia mengatakan jika lebih beruntung menjadi kekasih Roni secara diam-diam.
Sepertinya Maisara merasa bahwa, Nella benar ... ia lebih beruntung mendapatkan laki-laki itu, seorang pengkhianat harusnya memang bersanding juga dengan pengkhianat. Mereka memang pasangan yang serasi.
“Coba pikir .... aku sibuk mengurus suamiku, itu urusan yang pantas, bukan? Sedangkan kau, sibuk belanja! Aku anak kandungnya, sedangkan kau hanya orang yang menumpang di sini! Jadi, sebenarnya siapa yang lebih tidak tahu diri? Hah!”
Maisara terbalik badan setelah bicara seperti itu, menghampiri mobil yang sudah disiapkan oleh sopir. Ia pergi meninggalkan Nella yang kesal dengan mengentakkan kakinya, ia berjalan ke rumah.
“Ibu! Kau di mana?” kata Nella setelah berada di dalam.
“Hus! Nella, apa kau sudah gila? Kau jangan memanggilku seperti itu di dalam rumah ini! Apa kau ingin ketahuan oleh Hansan?” sahut Sahida sambil melangkah cepat ke arah Nella dan menutup mulutnya dengan telapak tangannya.
“Ini sudah sekian lama Bu kenapa aku tidak boleh memanggilmu seperti itu, aku sudah bosan berpura-pura. Sepertinya laki-laki itu juga sudah mau mati tidak apa-apa kan kalau kita saling terbuka saja kalau aku bukan keponakanmu tapi anakmu!”
“Nella, kau harus mengerti Ibu! Dulu, aku mengaku masih gadis waktu bekerja di perusahaan itu, karena satu-satunya cara untuk menarik simpati pemilik perusahaan, yang masih membutuhkan sales! Aku dinilai pantas, bersabarlah sedikit ... aku pikir pria itu pasti akan memberikan salah satu warisannya untukku, misalnya rumah ini!”
“Benarkah? Kalau begitu, baiklah! Aku akan sabar demi warisan rumah ini, jangan sampai kita menjadi gelandangan lagi seperti dulu, Bu!”
“Ya, aku tahu, kalau bukan karena laki-laki itu kita tidak akan menjadi gelandangan.”
“Aku tidak salah memilih Roni, kan? Bu, dia tidak seperti ayah dan juga tidak seperti Paman Hansan ... ayahku tergoda oleh wanita lain, dan Paman Hansen tergoda oleh Ibuku sampai menceraikan istrinya. Aku pikir Roni tidak begitu, selamanya dia harus setia padaku! Aku tidak sabar ingin menjadi menantu keluarga Mahespati!”
“Ya, karena itu kamu harus bersabar sedikit, jadilah gadis baik dan manis di depan keluarganya!”
“Ya. Aku tahu.”
Dua orang ibu dan anak itu akhirnya berjalan ke kamar Hansan, setelah mengobrol. Mereka bersikap baik pada pria itu demi mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Sebenarnya itu jauh lebih baik dari pada berbuat kasar selamanya.
Sementara itu.
Maisara sudah sampai di villa Harlan. Saat di perjalanan tadi, sopir melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi, selain karena hari sudah malam, ia mendapatkan panggilan dari Harlan agar cepat pulang.
“Nyonya, cepat temui Tuan, tadi dia menghubungi dan memintaku agar segera membawamu pulang!” kata sopir itu saat membukakan pintu untuk majikan perempuannya
Maisara mengenyit karena heran, tapi ia tidak bertanya lebih lanjut dan melangkahkan kaki dengan cepat memasuki rumah.
Hara membukakan pintu untuknya, wanita itu tersenyum ramah, lalu membisikkan kata-kata yang akhir-akhir ini, begitu akrab di telinga Maisara.
“Masuklah, Nyonya ... Tuan sudah menunggu Anda sejak tadi!”
Meisara mendekati meja makan, di mana Herlan duduk di sana dengan kursi rodanya. Ia menatap laptop yang layarnya gelap.
Harlan menoleh pada Maisara, begitu tahu, wanita itu sudah berjalan ke arahnya.
“Kemarilah!” katanya sambil menjentikkan jari telunjuknya.
Maisara mendekat, dan pengawal yang sejak tadi berdiri di sisi kanan Harlan, pun mundur lebih ke belakang, menjauhi meja makan.
Harlan kembali menyalakan laptopnya setelah pengawal tidak ada di dekat mereka.
“Lihat, apa yang kau lakukan!” kata Harlan, sambil mengerahkan posisi laptop, kepada Maisara agar gadis itu bisa dengan mudah melihatnya.
Maisara membeliakkan mata dengan sempurna, begitu melihat video tayangan dirinya yang terpampang jelas di layar itu dari dua sisi. Itu adalah gambar selama ia berada di kamar, saat Harlan masih dalam keadaan koma.
Semua gerak-geriknya terpampang di sana, bahkan sejak pertama kali menempati kamar itu dan tidur bersamanya.
Tiba-tiba kepala Maisara berdenyut nyeri, hatinya juga. Ia tidak bisa menerima kalau Harlan sudah melihat tubuh polosnya. Siapa yang menyangka kalau di kamar itu ternyata dilengkapi kamera pengawas.
Kamera pengawas itu dipasang oleh Wendy, sebagai antisipasi bila perawat ataupun asisten melakukan kekerasan pada Harlan. Sebagai ibu ia tidak rela jika ada orang lain yang menyakiti anaknya. Kalau hal itu terjadi, maka Wendy bisa dengan cepat mengatasinya.
Namun sekarang, yang tertangkap kamera justru pemandangan yang sangat memalukan bagi Maisara. Seandainya ia tahu kamar itu dilengkapi kamera, ia tidak akan leluasa mengganti pakaian, di depan meja rias yang tak jauh dari tempat tidur Harlan.
Ah, yang benar saja!
Tubuh Maisara pun bergetar karena malu, wajahnya sudah terlihat semerah tomat, pipinya pun menghangat dengan cepat. Ia mengepalkan tangannya begitu erat, sambil memejamkan mata demi demi mengatasi debaran jantungnya yang semakin cepat.
Ia tidak tega melihat pemandangan dirinya sendiri yang tidur sambil memeluk Harlan, dalam keadaan tidak berbusana. Dan, itu ia lakukan hampir setiap malam selama kurang dari dua bulan bersamanya. Bahkan beberapa kali ia pernah memijat Harlan hanya dengan mengenakan pakaian dalam saja.
❤️❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Chipitz◌ᷟ⑅⃝ͩ●ᴍɴᴅ2
iman kuat imin gak kuat🤣
2023-03-28
4
💞 Lily Biru 💞
Roni tergoda km.. blog
2023-02-13
5
💞 Lily Biru 💞
lhoo.. katanya mau rabi sama Roni.. kan Roni kaya knapa jadi glandangan
2023-02-13
6