Sebuah Kepercayaan
Maisara mengharapkan kesembuhan Harlan bukan karena mengharapkan hartanya, tetapi ia ingin membalas sakit hatinya pada Roni dan Nella. Mereka tidak mungkin meremehkan kalau ia menjadi nyonya Mahespati Prawira! Meskipun begitu, tidak salah kalau ia menjadi kaya.
Maisara ingin menepis perkiraan mereka yang menganggap Harlan akan mati dan dirinya akan dihempaskan tanpa mendapatkan warisan.
Hari sudah gelap ketika perawat meninggalkan kamar, Hara masuk setelah itu, sambil membawa nampan berisi makanan dan mempersilahkan Maisara untuk makan malam.
Gadis itu menikmati makanannya seorang diri sementara Hara hanya menemaninya sambil berdiri. Maisarah mengajaknya makan, tapi wanita itu menolaknya karena kebiasaan rumah yang tidak bisa dilanggarnya.
Walaupun sang Tuan rumah dalam keadaan tidak berdaya, Hara tetap mempertahankan tradisi karena ia seorang yang berdedikasi dan berkomitmen tinggi. Sekian lama berada di kediaman pribadi Harlan, bukan berarti ia berhak melakukan semuanya sekehendak hati.
Sungguh mendapatkan kepercayaan dari seseorang yang mulia dan mempunyai kedudukan tinggi dalam strata sosial masyarakat, tidaklah mudah. Hara tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan begitu saja. Berada di antara keluarga Mahespati, merupakan kehormatan baginya.
“Bibi, sebenarnya aku besok ada pertemuan di kampus, tapi Ibu memintaku ke rumah sakit.” Maisara mengeluh pada Hara, karena hanya wanita itu yang kini dekat dengannya.
“Lalu, saya harus bagaimana, Nyonya?”
Mendengar pertanyaan Hara, Maisara menyadari jika ia pun tak tahu apa yang harus ia lakukan esok hari. Apakah ia harus mengingkari acara kampus atau tidak menuruti keinginan ibu mertua. Salahnya tidak bertanya, Wendi pun tidak memberitahu akan pergi jam berapa.
Pergi ke rumah sakit pun untuk apa?
Wendi memberinya sebuah teka-teki dan pertanyaan seputar kesehatannya.
Maisara merasa tubuhnya sehat, jarang sekali ia sakit, walau ia biasa sibuk dengan urusan kampus. Semasa kuliah hingga sekarang, ia dikenal sebagai mahasiswi yang aktif dan energik.
Setelah lulus, ia berniat akan bekerja di pusat grosir bahan bangunan milik ayahnya. Pekerjaan itu dirasa sangat cocok karena ia seorang sarjana perancang, dan menginginkan pusat perdagangan yang didirikan ayahnya itu lebih maju.
Dahulu, ayah dan ibunya mengelola toko kecil yang menjual aneka material bangunan di lokasi strategis. Lambat laun usaha itu pun semakin besar hingga mereka memiliki banyak pekerja.
Para pekerja sebanyak itu bukan hanya sebagai pelayan toko, tapi mendukung Hansan Foundation sebagai perusahaan yang melayani renovasi dan pembangunan. Banyak sekali yang harus dibangun, rumah, apartemen, vila dan sekolah-sekolah, baik kecil maupun besar. Mereka pun menerima permintaan rancangan gedung, serta penyelesaiannya.
Atas idenya sang ayah menjadi pendiri perusahaan Hansan Foundation itu. Ayahnya sebagai penyedia bahan baku bangunan, kemudian merekrut para pekerja dan perancang. Setelah itu mereka pun, bekerja sama dengan berbagai pihak hingga menarik proyek-proyek kecil maupun besar.
“Aku bingung, apa bisa aku mendatangi keduanya?” tanya Maisara.
“Tentu saja bisa! Lebih baik tanyakan dulu pada Nyonya Wendi, kapan kalian akan pergi? Nyonya sendiri bisa ke kampus sesudah atau sebelum ke rumah sakit,” kata Hara.
Maisara mengangguk. Ia seorang ketua perkumpulan mahasiswa, tapi karena sekarang ia sudah lulus, ia akan mengadakan acara pergantian dirinya.
Meisara pergi tidur setelah itu, dan tidak peduli pada Harlan yang seperti mayat hidup, karena ia sudah terlalu lelah. Namun, tidurnya pun tidak nyenyak, karena ia harus terbangun setiap kali mendengar suara nafas yang menderu serta rintihan, seperti suara orang yang kesakitan.
Oleh karena itu Maisara tidak mematikan lampu, bukan karena takut, melainkan karena khawatir pada Harlan kalau terjadi sesuatu padanya. Ia bukan manusia egois yang menganggap laki-laki di sebelahnya itu tak bernyawa, lalu berbuat semaunya. Tidak!
Maisara memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi dan bersih, jauh dari rasa dendam. Ia pun terpanggil dan merasa kasihan saat melihat kening Harlan yang berkerut.
Dia benar-benar kesakitan!
Maisara segera menyapu wajah Harlan dengan telapak tangan, saat mendapati laki-laki itu berkeringat. Ia mendatangi Hara di kamarnya.
Ia pun bertanya, “Bibi, maaf mengganggu, sungguh aku takut di salahkan, apa Harlan sering seperti ini?”
“Saya tidak tahu Nyonya, biasanya ada perawat lain yang menjaganya, tapi karena sekarang Anda di samping Tuan. Jadi, Nyonya Wendy menghentikan perawatan di malam hari dan perawat lain akan datang lagi besok, untuk membersihkan Tuan.”
“Apa kau mau membantuku menggantikan pakaiannya?”
Malam itu, Maisara menggantikan pakaian Harlan yang basah oleh keringat dingin, dibantu oleh Hara sampai selesai. Wanita paruh baya itu tidak sungkan, karena ia sudah merawat Harlan sejak masih kecil. Apalagi, sekarang ia bersama istri Tuannya.
Ah! Dia sungguh berat. Dia kekar, kenapa bisa sakit seperti ini?
“Lane!” kata Maisara saat sudah selesai melepaskan semua pakaian basah, dan melemparkannya di keranjang pakaian. Sementara dirinya pun basah oleh keringat.
“Lane! Kau sangat berat!”
Di saat Maisara meneriakkan nama panggilan nya pada Harlan, pria itu sedikit menggerakkan kelopak matanya hingga terbuka. Namun, hanya beberapa detik saja sebelum tertutup kembali.
“Bibi! Harlan membuka matanya!”
“Iya, Nyonya. Aku melihatnya, itu perkembangan yang bagus!”
“Apa dia sering begitu?”
“Kadang-kadang saja, tapi kali ini Tuan membuka matanya cukup lama.”
❤️❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
El_Tien
hidup enak usahanya gak enak
2024-04-05
2
Widi Widurai
trs ibu tirinya mau hidup enak, nggoda suami org.
2024-03-27
2
El_Tien
/Puke/ iya
2024-03-13
1