Bella adalah satu di antara beberapa perempuan yang pernah tergila-gila kepadanya sejak masih kuliah dulu. Apakah sekarang masih seperti dulu? Namun, sayang, cinta tak pernah memandang materi.
"Tidak ada yang kurang dari Bella. Perfect. Saranku, cobalah jalani dulu. Cinta itu bisa menyusul, Yog.." Tito kembali bicara.
"Kamu tau apa yang tidak ku sukai dari dia?" tanya Yoga.
"Apa?" kata Tito.
"Ya ke diskotek itu." jelas Yoga.
"Alaaah! Dulu juga waktu masih kuliah kamu pernah dugem." tukas Tito.
"Itu dulu, To. Sekarang beda. Aku sadar siapa aku. Tempat seperti itu bukan duniaku." balas Yoga.
"Main ke diskotek bukan berarti jalan dong, Yog. Aku tahu siapa Bella. Rajin juga shalatnya." ujar Tito.
"Rajin juga mabuknya. Ironis!" tukas Yoga.
"Jadi nggak mau datang, nih?" tanya Tito.
"Sampaikan maafku padanya." jawab Yoga.
"Walaupun untuk menghargai seorang teman?" tanyanya lagi.
"Ya." balas Yoga.
"Yog, dulu Rasulullah pernah diundang Abu Jahal ke tempat orang-orang kafir berkumpul. Beliau memenuhi undangan itu untuk menghargai Abu Jahal." tukas Tito.
"Tapi, beliau datang bukan untuk pesta! Untuk berdebat, Tito!" seru Yoga.
"Intinya sama memenuhi undangan." balas Tito.
"Sudahlah, To. Aku benar-benar tidak mau datang. Bella kalau dikasih respon sedikit, beraninya minta ampun. Agresif. Dan, celakanya imanku lemah." kata Yoga, setengah mengeluh.
Tito geleng-geleng kepala dalam gelinya. Satu sahabatnya itu memang unik. Kadang bicara bijak, terkadang berbicara nyeletuk saja.
"Kalau Bella datang sendiri menjemputmu, bagaimana?" tanya Tito sambil tersenyum.
"Pasti kamu yang kasih tahu rumahku. Sejak dulu, dia tidak tahu rumahku." balas Yoga.
Tito geleng-geleng kepala lagi, lalu berdiri, siap pulang. "Oke, gini aja. Kalau nganter aku, gimana?" tanya Tito.
"Sama saja bohong!" tukas Yoga.
"Yasudah. Kalau nggak mau, nanti kuberitahukan Bella dimana rumahmu. Nggak ada protes lagi. Titik segede kelapa! Selamat sore, Yoga gila." ujar Tito.
"Kau yang gila, To!" balas Yoga.
Tito pun tergelak-gelak keras seraya melenggang keluar dari bengkel seni Yoga.
***
Malam, pukul setengah sepuluh, Tito kembali datang ke rumah Yoga. Dengan pakaian cool dan wangi parfum yang cukup menyengat. Benar-benar membuat Yoga Geli.
"Aku pinjam sepatumu, dong. Pakai ini kayaknya kurang matching." ujar Tito.Tanpa menunggu izin, Tito menarik satu dari tiga pasang sepatu milik Yoga.
Sebaliknya, Yoga berpenampilan santai. Ia hanya memakai T-shirt berlapis jaket jeans dengan bawahan jeans hitam. Rambut gondrongnya dibiarkan tergerai klimis, hingga wajahnya tampak segar. Sedikit parfum ia semprotkan ke leher, lalu di sambarnya handphone di meja rendah.
"Bu, aku pulang agak larut. Ada acara sama teman lama. Kunci ku taruh di tempat biasa." pamit Yoga via telepon, kepada sang ibu yang masih sibuk di bar.
"Oke, sayang.." kata Daryani di ujung ponsel.
Handphone dimatikan, lantas Yoga mengajak Tito segera pergi.
***
Sejak lulus kuliah, baru kali ini Yoga mendatangi lagi diskotek. Permainan laser lighting aneka warna serta dentuman musik Disc Jokey kembali ia rasakan. Aura mesum pun mendadak tercium. Napas-napas jalang seakan menjadi atmosfer seanteronya, sedangkan hedonisme menjadi jubahnya.
Kedatangan Yoga dan Tito langsung disambut hangat oleh teman-teman lamanya. Bella, sang empu hajat, menyediakan waktu untuk menghampiri Yoga. Aroma alkohol menyebar seketika dari mulut gadis itu, memuakkan. Itulah yang membuat Yoga kian tak senang kepada perempuan cantik di hadapannya itu.
Sebuah black forest telah menanti untuk dibagi-bagikan kepada semua tamu undangan. Sepotong kue pertama, Bella berikan secara spesial kepada Yoga. Tanpa malu, Bella berseru bahwa malam ini miliknya, lantas melontarkan tantangan kepada beberapa lelaki untuk adu minum. Si pemenang akan diberinya hadiah.
"Kalu mau check in, gue bayarin!" tegas Bella, disusul tawa kerasnya.
Gaya hidup Bella luar biasa. Jelas tak sepadan dengan Yoga. Mendadak Yoga merasa kecil di hadapannya. Terlebih, orang-orang di sekelilingnya adalah anak orang kaya yang bisa berfoya-foya. Jika uang habis, mereka tinggal meminta semudah membalikkan tangan. Jelas, tempat ini bukanlah untuk Yoga. Baginya, bermalam di hutan lebih indah daripada berada di tempat semacam itu.
Diam-diam Yoga mundur. Duduk di satu sofa yang cukup remang dan sudah dihuni dua perempuan cantik. Dari sana, ia memperhatikan teman-temannya yang mulai bertarung menenggak minuman. Permainan DJ dan dance floor semakin panas. Namun, hati Yoga meratap. Ingin rasanya ia berlari keluar dari tempat baraura panas itu.
"Ada apa, Yog? Kulihat wajahmu murung?" sapa Tito yang sudah berdiri di sampingnya.
"Katakan pada Bella, aku pulang sekarang. Tidak enak badan. Kalau kamu masih mau berpesta, di sinilah dulu." ujar Yoga.
Setengah malas, Tito menghampiri Bella yang asyik tertawa-tawa melihat beberapa pria beradu minum di hadapannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Berdo'a saja
pergi saja ga usah ijin
2021-03-02
2