Letih tak tertepis tergambar jelas di wajah dua anak manusia yang tengah berjuang itu. Tetapi, semangat untuk menyambung hidup sungguh tak memudarkan pencarian mereka. Hampir semua sudut Kota Bandung mereka singgahi. Dapat beberapa tempat yang murah, sayang kurang strategis. Yoga ingin punya kios di satu tempat yang ramai.
"Yog, kalau boleh kusarankan, coba saja buka usaha di rumah sendiri. Sekalipun kurang strategis, tapi siapa tahu jadi strategis.." kata Tito ketika singgah di sebuah Kedai nasi goreng.
"Maksudmu?" tanya Yoga.
"Kita pasang iklan dijalan-jalan. Kalau perlu, buka kiosnya di rumahku saja. Kurasa bagus, tuh. Rumahku kan dekat jalan. Banyak Mahasiswa yang lewat. Barang yang dijual ditambah dengan bermacam aksesoris. Gantungan kunci, boneka, atau apalah. Kalau perlu, buka counter pulsa juga. Biar mantap lagi, buka kost-kostan.." celetuk Tito, tak putus sepatah kata pun idenya. Tawa lucunya mengembang seketika.
Yoga menggaruk-garuk kepala. "Idemu bagus juga. Kenapa tidak bilang dari awal kalau kita bisa buka usaha, walau nebeng di rumahmu?" katanya.
"Awalnya aku segan bilang. Tapi, tadi sebelum pergi. Aku iseng tanya sama Babeh. Katanya, boleh. Pajaknya dua persen dari penghasilan. Buatku..." lagi-lagi Tito bicara dengan tawa renyahnya.
"Enak saja! Ya, sudah. Besok pagi, aku ke rumahmu. Mau ngomong empat mata sama Mister Midun, your father." ujarnya.
"Oke, aku tunggu..." balas Tito.
Pukul sepuluh lebih, mereka keluar dari Kedai nasi goreng. Siap pulang dengan segala rencana esok hari.
"Yog, Yog! Bukannya itu Ibumu?" Tito menunjuk kepada seorang perempuan yang baru saja turun dari sebuah mobil putih di halaman sebuah hotel kecil sebrang jalan.
Yoga yang hendak masuk ke mobil terpaksa mungurungkan niatnya. Cepat, matanya tertuju ke arah yang ditunjukkan Tito. Ia melihat Ibunya bersama seorang laki-laki, digandeng mesra dan masuk ke dalam hotel.
"Aku tidak sedang mimpikan, To?" Yoga mengucek matanya sendiri.
"Coba kamu cari tahu ke resepsionis hotelnya." kata Tito.
"Bodoh! Mana dia tahu itu Ibuku?!" ujar Yoga.
"Cobalah dulu.." ucap Tito.
Yoga terdiam. Berpikir sejenak. Ia penasaran juga ingin tahu apa yang dilakukan ibunya bersama lelaki itu di hotel.
"To, kamu tunggu disini!" Yoga pun menyebrang jalan. Diam-diam, ia masuk ke hotel, menuju front desk. Kepada resepsionis, ia bertanya di kamar berapa kedua orang tadi menginap.
"Kamar nomor 12. Mas ini siapanya mereka, ya?" tanya resepsionis cantik bernama Anggi dengan nada curiga.
"Teman si pria. Kalau yang perempuannya sering kesini?" jawabnya.
Resepsionis menoleh kepada rekannya, lalu sama-sama tersenyum. "Jangan ditanya. Tante cantik itu ratunya di hotel ini. Mas mau booking juga, ya? Setahu saya, mahal. Dia selalu masuk dengan laki-laki bermobil." jelasnya.
Yoga terdiam. Hatinya sangat sakit. Sakit sekali. Setelah mengucapkan terimakasih, ia pun berlalu meninggalkan meja resepsionis.
"Kuharap, hal ini bisa kamu rahasiakan, To..." pinta Yoga pelan setelah duduk di dalam mobil.
***
Ketika Yoga baru merasakan aura cinta Keysa, kesedihan tiba-tiba muncul dalam dirinya. Terjawab sudah kecurigaan terhadap ibunya. Akhirnya, ia tahu apa yang dikerjakan Daryani, selain bekerja di arena biliar. Bukti yang kuat adalah ketika ibunya diantarkan pulang di subuh hari dengan mobil yang ia lihat di hotel itu. Dari jendela kamar, Yoga yang tidak bisa tidur berhasil memergokinya.
Kala Daryani telah menghilang di balik kamar, Yoga mendengar sang ibu berbicara dengan seseorang lewat ponsel. Mungkin, Daryani mengira anaknya sudah tidur. Katanya dalam telfon, besok siap check in lagi di tempat yang sama. Obrolan-obrolan Daryani terdengar oleh Yoga, hingga membuat panas hati dan telinga pemuda itu.
Di bengkel seni, Yoga menangis sendiri. Dingin malam tak bisa memadamkan hatinya yang dilanda amarah. Ingin rasanya ia melampiaskan semua itu di hadapan ibunya. Ternyata, selama sekiat tahun, dirinya diberi makan dengan uang haram. Pantaslah ayahnya selalu memarahi sang ibu, sehingga pertengkaran kerap kali terjadi di hadapannya.
Bagi Yoga, seorang ibu adalah malaikat yang diturunkan Tuhan ke dunia hanya untuk belahan jiwa tersayangnya. Bagi pemuda yang tengah lara hati itu, ibu adalah tumpuan harapan dan jubah cahaya yang bisa membalut setiap lukanya. Bagi lelaki yang kehilangan berjuta kasih sayang keluarga itu, ibu adalah segalanya hingga Rasulullah Saw. pun menyebutnya sampai tiga kali. Dan, puncak karamah sang ibu adalah Tuhan meletakkan Surga-nya di bawah telapak kakinya.
Haruskah Yoga marah kepada ibunya hingga membuatnya mengeluarkan air mata? Haruska ia mencerca pekerjaan ibunya, seperti yang diam-diam dilakukan para tetangga?
Yoga sangat terpuruk. Seperti ingin pergi. Namun, ia tetap memikirkan ibunya. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada ibunya, apabila dia pergi? Bagaimana kalau nanti tetangga semakin mencerca ibunya? Siapa yang akan melindungi ibunya? Karena ia tidak memiliki saudara dekat.
"Oh, ibu.. Kau berikan satu permasalahan yang begitu pelik, hingga surga dan neraka pun terkait. Oh, Tuhan.. tunjukkanlah kebenaran agar keraguan hatiku sirna. Aku ingin bersujud di kaki ibuku, namun terasa begitu sulit karena tabir hitam itu..." bisik batin Yoga.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔 𝑵𝒂𝒚𝒍𝒂 𝑨𝒊𝒔
hadir kembali nambah setoran
2021-02-03
3