“Semua yang berhubungan dengan Kanaya. Aku tidak akan pernah melepaskan sedikitpun. Karena dendam ini sudah mendarah daging di dalam hatiku. Jika sampai Budiman melakukannya, akulah orang pertama yang akan menghancurkan Kanaya dengan tanganku sendiri,” jelas Adinda.
Memang benar apa yang dikatakan oleh Adinda. Ia ingin mengungkap kematian sang mantan kekasihnya itu. Akan tetapi pada waktu itu Adinda belum memiliki keberanian manapun. Setelah kematian Rizal, Adinda memutuskan untuk meraih cita-citanya di Harvard university. Di sanalah Adinda bertemu dengan seseorang yang memiliki profesi sebagai agen rahasia sedang menimba ilmu di sana. Untung saja agen rahasia itu seorang perempuan. Ternyata agen rahasia itu berjenis kelamin perempuan. Adinda sangat bersyukur mendapatkan ilmu dari temannya itu.
“Aku dukung kamu. Aku nggak mau kamu lemah di hadapan Kanaya. Kamu harus mencari cara agar kaya mau melepaskan Budiman,” saran Netty.
“Yang benar saja kamu. Masak kamu memberikan saran kepada aku agar Kanaya melepaskan Budiman begitu saja. Ya kamu seharusnya bilang dong. Semangat untuk mengungkap kematian tentang Rizal,” kesal Adinda sambil memutar bola matanya dengan malas.
“Itu mah udah biasa. Ya nggak biasa dong. Masa aku harus bilang begitu sama kamu. Ya sudah deh... Aku akan menyiapkan meeting bersama klien lain di pusat perbelanjaan yang berada di Kemang sana,” pamit Netty sambil meninggalkan Adinda di ruangannya sendiri.
Setelah sang asisten pergi, Adinda hanya menghela nafasnya dengan kasar. Ia tahu kedatangan Budiman ke sini demi membela Kanaya. Namun dirinya tidak pernah gentar sama sekali. Ia tidak akan menguras tenaganya dengan susah payah demi mengurusi paket sialan itu.
Waktu bergulir hingga menunjukkan jam 05.00 sore. Adinda yang selesai mengerjakan tugas-tugasnya hanya bisa menatap ponselnya itu. Ia tidak sengaja melihat isi ponsel tersebut. Banyak sekali panggilan yang tidak terjawab di layar ponselnya. Mau tidak mau Adinda mengecek siapa saja yang menghubunginya saat ini.
“Begini nih... Ponsel tertinggal di mobil. Banyak sekali panggilan sampai-sampai Aku bingung harus mengeceknya. Aku yakin orang yang menghubungiku adalah Budi,” gerutu Dinda.
“Ngapain harus Budi sih yang hubungi kamu?” tanya Netty yang memberikan bahan meeting untuk nanti malam.
“Nggak tahu juga. Lama-lama aku sebel sama itu orang,” jawab Budiman.
“CK... sebel sama suami sendiri,” ledek Netty.
“Ah... carikan aku solusi agar bisa lepas dari si Budiman sialan itu,” kesal Adinda yang tidak betah dengan kehidupan rumah tangganya yang baru dijalankan beberapa hari.
“Terus kamu mau apa? Apakah kamu mau menyalahkan Andara?” tanya Netty.
“Ya... nggak mungkin aku menyalahkan Andara. Jujur aku tidak pernah peduli dengan kehadiran Budiman di hadapanku. Aku lebih mandiri hidup sendiri tanpa beban apapun,” jawab Dinda yang mendapatkan acungan jempol dari Netty.
“Lalu, kamu sekarang kamu mau apa?” tanya “Entahlah. Aku sendiri mau ngapain. Oh... ya... sebentar lagi aku mau pergi ke Amerika. Ayah sudah mendaftarkan S3 di Harvard university. Cepat atau lambat perusahaan ini akan dipegang sama Kak Faris dan Mas Herman. Aku harap semuanya bisa lancar,” jawab Adinda.
“Lalu bagaimana dengan pernikahan kamu ini?” tanya Netty yang mengerutkan keningnya.
“Semau Budiman saja. Biar dia yang memutuskan ini semuanya. Meskipun aku harus bercerai... maka aku akan mengabulkannya. Aku akan berubah menjadi seorang wanita karir yang sukses tanpa bantuan dia. Biar sekalian nyesel siapa yang namanya Adinda?” jawab Adinda yang tersenyum sambil membayangkan bagaimana menderitanya sang suami itu.
“Ternyata kamu tidak pernah gentar sama yang namanya Kanaya. Kalau begitu sekalian kamu mencari bule untuk dijadikan suami baru. Pasti nyesel tuh Budiman. Jadi orang nggak pernah terima kasih sama sekali,” jelas Netty yang mengompor-kompori Dinda.
“Jelaslah. Aku bukan wanita lemah yang hanya meminta kepada suami. Aku adalah wanita yang ditakdirkan menjadi tangguh,” ujar Dinda yang melihat pesan dari Budi.
Isi pesan tersebut.
Aku sudah ada di bawah. Temui aku sekarang juga.
Dengan terpaksa Dinda beranjak berdiri sambil menatap wajah Netty. Sebelum pergi Dinda berpamitan untuk menemui Budi. Ia langsung meninggalkan Netty saat ini juga. Sedangkan Netty hanya bisa mengelus dadanya. Ia tahu kalau Budi datang ingin membahas masalah tadi pagi. Jujur semenjak Dinda menerima pinangan dari keluarga Budi, Netty ingin Dinda bercerai dari Budi.
Netty tahu kalau hidup Dinda dalam bahaya. Ditambah lagi Budi yang orangnya sangat tempramental dan suka memukul orang-orang tidak suka dengan Kanaya. Karena Budi sendiri sangat melindungi Kanaya dari orang-orang yang ingin membuatnya menderita. Namun Budi tidak tahu apa yang dilakukan Kanaya sebenarnya. Sebab Kanaya sendiri sering sekali membuat kasus. Yang dimana kasus itu sering dilemparkan ke orang lain. Istilahnya Kanaya sering mencuci tangannya dari masalah tersebut. Bisa dikatakan orang yang tidak bersalah harus menanggungnya.
Sesampainya di lobi Dinda bertemu langsung dengan Budi. Sebelum terjadi perdebatan hebat, Dinda mengajak Budi ke ruangan baru kosong itu. Saat memasuki ruangan kosong, Budi mendekati Dinda dan mengangkat tangan kanannya. Namun Dinda tahu apa arti tangan Budi diangkat itu. Dengan jenisnya Dinda berkata, “Kamu bukan pria sejati buat aku. Pria sejati itu tidak akan pernah menampar seorang perempuan meskipun tidak disukainya. Aku harap kamu paham dengan semuanya.”
Akan tetapi hati Budi semakin marah dan ingin menghajar Dinda saat ini juga. Ia sangka Dinda adalah wanita lemah yang bisa diinjak-injak oleh pria. Namun semuanya salah, Dinda tersenyum sini sambil menjauhi Budi.
“Apakah kamu mengirimkan paket kepala hewan yang berlumuran darah itu?” tanya Budi sambil menahan emosinya.
“Kamu tahu siapa yang mengirimnya kepadaku? Dia adalah Kanaya. Orang pertama kali yang mengirimkan teror itu kepadaku. Kau menuduhku tanpa ada bukti yang jelas. Aku sudah mengecek CCTV bagian depan rumahku. CCTV itu menunjukkan bahwa ada seorang kurir yang di mana menaruh paket itu di depan rumahku sendiri. Aku nggak akan mungkin melakukan hal itu kepada Kanaya atau siapapun. Sebab aku bukan wanita pecundang seperti Kanaya. Lalu apa hubungannya dengan kamu?” tanya Dinda dengan serius.
“Yang perlu kamu tahu adalah itu paket dari kamu. Dia bilang gitu sama aku. Aku nggak percaya kalau paket itu dari Kanaya dikirimkan ke kamu,” jawab Budi yang tidak ingin Kanaya yang disalahkan oleh Dinda.
“Oh, ternyata dia playing victim ya.. hebat sekali kekasihmu itu. Yang membuat teror itu kepadaku. Aku sengaja mengembalikannya karena aku tidak takut teror yang dikirimkan kepada kekasihmu itu,” jelas Dinda yang tidak mau kalah dari Kanaya.
“Kamu! Jangan menuduh Kanaya. Kanaya tidak pernah bersalah sama sekali. Kamu yang mengirim paket itu kepadanya. Hingga dia menjerit ketakutan,” jawab Budi yang masih membela Kanaya.
“Lucu sekali dia. Bisa-bisanya dia menuduhku seperti itu. Terus apa mau kamu? Apa kamu ingin membelanya hingga dunia kiamat? Jangan sok jadi pahlawannya Kanaya. Karena Kanaya itu adalah wanita bermuka dua,” tanya Dinda sambil memperingatkan Budiman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments