Budi hanya menghela nafasnya melihat tingkah Dinda. Jujur selama ini banyak orang yang ingin melihat tubuhnya itu. Dengan dibalut kemeja putih dan jas hitam. Ternyata tubuh Budi sangat seksi sekali.
"Ada-ada aja Itu Dinda. Untung benda itu tidak mengenai kepalaku. Jika terkena maka aku akan menuntutnya hingga masuk ke dalam penjara," kesel Budiman di dalam hati.
Budi segera memakai baju dan tidur di atas ranjang. Wangi aroma parfum lembut masuk ke dalam hidungnya. Diam-diam Budi tersenyum sambil berkata, "Aku sangat beruntung sekali tinggal di sini. Apakah aku kangen tinggal di sini selamanya? Atau aku hanya."
Seketika ucapan Budi menggantung. Ia ingat tentang Kanaya. Jujur Budi sangat merindukannya. Karena beberapa hari lalu tidak pernah menemui kekasihnya itu.
Apakah Budi tahu kalau Kanaya sedang berdua di hotel? Itulah yang menjadi pertanyaan untuk sekarang ini. Padahal istrinya sudah mengetahui seluk beluk Kanaya itu.
Entahlah. Jawaban itu Budi hanya mengetahuinya. Dinda pun tidak mempedulikan soal itu. Dinda hanya cuek dan diam seribu bahasa.
Malam semakin larut. Dinda memutuskan masuk ke dalam dan melihat Budi yang sudah tidur. Untung saja Dinda tidak mengeluarkan sumpah serapah kepada sang suami. Ia memutuskan untuk menuju ke mejanya.
Saat meletakkan tasnya Dinda melihat map biru yang berada di atas meja. Dinda tersenyum licik sambil berkata dalam hati, "Sudah gue bilangin tetep aja buat perjanjian konyol. Kalau gue udah ngamuk. Bakalan perusahaan lo gue beli."
Lalu Dinda menghempaskan bokongnya sambil membuka map itu. Ketika membaca bukannya marah malah tertawa. Entah kenapa perjanjian itu sangat konyol sekali. Ia tidak terima dengan perjanjian itu. Lalu Dinda mendekati Budi dan membangunkannya. Namun Budiman malah memilih untuk tidur.
"Oke kalau begitu. Kalau nggak bangun perusahaanmu akan aku beli! Aku nggak bercanda. Malam ini aku akan membelinya!" ancam Dinda sambil menuju ke meja itu.
Budi tidak mempedulikan apa ucapan Dinda. Malahan Budi kembali tidur. Dengan kesalnya Dinda berteriak dan memberitahukan Kanaya berada di mana. "Lu belum tahu ya siapa itu kekasih kuntilanak yang bisa membuat tergila-gila?"
"Maksud lo apa?" tanya Budi dengan serius walau matanya masih menutup.
"Maksud gue Kanaya itu sedang berada di hotel bersama pria hidung belang. Kalau lu nggak percaya lihat saja," jawab Dinda dengan jujur.
"Lu kalau benci benci aja. Nggak usah ngomongin orang seperti itu. Gue nggak mempan apa yang lu omongin," kesal Budi.
"Kalau lu nggak percaya ikut gue. Gue kalau ngomong nggak pernah bohong," ucap Dinda.
"Oke... Kali ini gue ikut sama lu. Kalau lu masih bohongin gue. Nanti lu tahu akibatnya bagaimana? Dan satu lagi tanda tangani surat itu!" bentak Budi.
"Oh... Lu kok sekarang mulai bentak gue. Lu maunya apa sih Bud. Gue bilangin dengan jujur kenapa lu bentak? Memangnya salah gue apa? Kalau gue salah Ya sudahlah. Gue memang orangnya sibuk dan nggak pernah mau mencampuri urusan orang. Tapi gue lihat orang tua lu yang kasihan. Hampir tiap gue ke sana. Mama Kamila selalu cerita tentang kelakuan lo. Gue nggak habis pikir sama lu. Mantan lu itu adalah seorang penipu. Diam-diam udah nikah punya anak dan lu nggak tahu itu. Dan sekarang lu sekarang ngejar-ngejar dia. Orang tua mana yang bangga jika melihat anaknya ditipu seperti itu? Ya Nggak ada lah. Lu jangan mau kayak gitu Budi. Untung gue temenan sama adik lo. Gue sengaja menerima lamaran ini hanya untuk nolongin keluarga lu. Lu Nggak sadar kalau Kanaya sama suaminya itu memiliki rencana jahat. Memang lu beliin mereka hadiah-hadiah mewah. Tapi ujung-ujungnya hadiah itu dijual lagi demi foya-foya. Gue sayang sama lu sebagai sahabat. Sekarang udah gue jelasin semua kan. Gue nggak akan ganggu lo lagi setelah ini. Kalau lu mau bener-bener pengen lihat Kanaya. Gua anter ke hotel di mana Kanaya menginap dan tidur sama orang itu," jelas Adinda yang benar-benar ingin menolong Budi dari wanita itu.
"Ya udah. Tapi lo jangan pernah ngambil kesempatan ini di dalam mobil," ancam Budi.
"Lu salah besar. Lu itu ternyata punya percaya diri yang tinggi tapi narsis. Lama-lama gue jadi mual sama lu," kesal Dinda.
Budi pun akhirnya bangun dan melihat Dinda. Ia akhirnya bangun dan mendekati Dinda.
"Ngapain di situ?" tanya Budi sambil memicingkan matanya.
"Sebentar lagi perusahaan lho akan berganti nama menjadi namaku! Sudah gue bilangin. Kalau gue nggak mau melakukan perjanjian seperti ini. Lu mau bubar bubar saja. Ngapain juga pakai perjanjian konyol gini. Gue ngerti di balik perjanjian ini ngejar Kanaya. Lu memang bodoh dikerjain sama Kanaya," jawab Dinda yang membuat mata Budi membelalak sempurna.
"Sial ini cewek. Bisa beli perusahaan gue!" Budi menggeram di dalam hatinya.
"Memang kenapa kalau gue beli perusahaan lu? Salah! Ketimbang jatuh ke orang-orang seperti itu. Mending gue amanin aja. Lu nggak kasihan sama karyawan lu yang nyari makanan di perusahaanmu?" tanya Dinda dengan jujur.
Budiman semakin frustasi menghadapi Dinda. Bagaimana dirinya bisa dijodohkan oleh makhluk seperti ini. Kenapa juga adiknya memiliki teman sialan seperti ini?
"Transaksi selesai. Perusahaan itu sudah menjadi milik gue. Dan lu masih tetap akan jadi CEO di perusahaan itu. Gue nggak akan pernah megang perusahaan itu. Pekerjaan gue banyak. Meskipun begitu gue akan memantau semuanya dari jauh. Kalau lu sekali-sekali ngambil uang perusahaan itu buat kepentingan Kanaya. Gue bisa nendang lu dari perusahaan Itu," ucap Dinda yang tidak main-main.
Terpaksa Budiman diam terlebih dahulu. Ia tidak bisa melakukan apapun untuk perusahaannya itu untuk sekarang. Malahan pikiran Budiman berada di Kanaya.
Malam itu juga mereka akhirnya pergi ke hotel itu. Di dalam perjalanan mereka memilih diam. Budi masih fokus dalam membawa mobil. Sedangkan Dinda menghubungi sepupunya itu. Untung saja sang sepupu masih berada di tempat.
Setelah mendapatkan izin dari sang sepupu, Dinda tersenyum manis. Lalu Dinda memainkan game online di dalam ponselnya itu.
Sesampainya di hotel mereka berdua langsung ke resepsionis. Bimo sang sepupu langsung mendekatinya. Kemudian Bimo melihat Budi dan terkejut.
"Kamu dekat sama Budi?" tanya Bimo.
"Hanya teman saja. Aku sama Budi tidak ada apa-apa," jawab Dinda.
"Baguslah," ucap Bimo sambil memberikan kode agar Dinda tidak banyak berkata.
Tujuan Bimo memberikan kode supaya Dinda tidak banyak bertanya. Mengingat Budi Itu adalah pria yang sangat kejam. Namun Bimo baru sadar kalau sepupunya itu melebihi kejamnya Budi. Akankah Dinda bertanya sesuatu kepada Bimo? Entahlah... Hanya Bimo yang tahu.
"Gue mau bikin perjanjian sama lu. Kalau lu melihat Kanaya secara langsung beradegan seperti itu. Gue mohon lu tinggalin dia. Soal rumah tangga ini hanya lu saja yang mutusin," ucap Dinda sambil membuat perjanjian.
"Mutusin apa?" tanya Budi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments