"Gue adalah Tio. Asisten pribadi Tuan Budiman," jawab Tio dengan tegas.
Mata wanita itu membelalak dengan sempurna. Wanita itu mendekatinya dan menatap wajah Tio sambil berkata, "Oh... ini yang dinamakan Tio?'
"Ya... aku Tio," ucap Tio yang mengerutkan keningnya.
"Perkenalkan aku Kanaya Rahman," Ucap wanita itu yang membuat Tio terkejut.
"Kamu Kanaya Rahman?" tanya Tio sambil mengerutkan keningnya.
"Iya... saya adalah Kanaya Rahman," jawab Kanaya nama wanita itu. "Saat baru saja datang dari Belanda. Saya kesini ingin bertemu dengan Budiman."
Sungguh Tio tidak mengerti dengan situasi seperti ini. Tio memutari tubuh Kanaya dan menilainya seperti wanita berkelas. Ia terkejut dan mendekati wanita itu sambil bertanya, "Jika kamu benar-benar Kanaya. Siapa wanita yang sering kesini mengaku Kanaya?"
Kanaya langsung memicingkan matanya dan menghela nafasnya secara kasar. Ia terdiam sejenak sambil bertanya balik, "Memangnya ada apa? Kok kamu menanyakan ada wanita lain bernama Kanaya?"
"Maaf nona... Ini jam makan siang. Lebih baik kita bicarakan semuanya," ajak Tio.
"Apa maksud kamu?" tanya Kanaya.
"Maksud saya... saya meminta. konfirmasi dari Anda. Kenapa Anda tidak mengenali saya? Ketika saya berada di sini?" tanya Tio balik.
"Maksud anda apa sih? Saya tidak mengerti,'' jawab Kanaya.
Satu kata buat Tio adalah BINGUNG.
Entah kenapa dirinya semakin bingung melihat Kanaya sebagai wanita berkelas. Sejenak Tio berpikir, Kanaya yang ini adalah wanita berkelas. Lalu, siapa Kanaya satu lagi yang sering datang ke kantor?
"Maaf... lebih baik Anda duduk di dalam saja. Aku akan menghubungi Tuan Budi untuk datang kesini," ucap Tio sambil mempersilakan Kanaya masuk ke dalam kantor Budi.
Kanaya pun menuruti keinginan Tio. Lalu Kanaya masuk ke dalam dan duduk di sofa. Sembari menunggu kedatangan Budiman, Kanaya memutuskan untuk membaca novel online.
Sedangkan Tio, Tio terpaksa mengirim pesan. Dalam pesan itu Tio mengatakan kalau dirinya bingung dengan Kanaya. Ia menceritakan secara detail apa yang telah dialaminya.
Saat makan siang bersama, Budi dan Dinda sangat menikmati makanan itu. Budi meminta Dinda menilai rasa makanan itu. Dinda pun memberanikan dirinya menilai makanan tersebut.
Meski makanan sederhana, Dinda sangat menyukainya. Ia tidak rewel memilih makanan tersebut.
"Aku memilih delapan persepuluh. Begitu juga dengan tempatnya. Sangat bersih dan asri," ucap Dinda.
"Terima kasih," sahut Budi sambil meraih ponselnya di meja. "Aku boleh meminta nomor kamu enggak?"
"Astaga... kamu tidak memiliki nomor aku?" tanya Dinda bingung.
"Ya... aku memang tidak memiliki nomor kamu," jawab Budi.
"Jadi selama ini kemana saja? Apakah kamu berusaha tidak meminta ke Andara?" tanya Dinda lagi.
"Aku tidak pernah meminta nomor orang ke siapapun. Kecuali dari Tio sahabatku,'' jawab Budi yang membuat Dinda semakin kesal.
Dinda akhirnya memberikan nomor teleponnya. Lalu Budi menyimpan nomornya dan berkata, "Simpan ya."
"kami enggak usah tanya. Aku sudah menyimpan nomor telepon itu," sahut Dinda.
Ketika ada notifikasi pesan masuk, Budi membaca dan mengerutkan keningnya. Ia bingung dengan apa yang dialami Tio pada waktu tadi. wajahnya langsung berubah dan tidak berbicara apapun.
Melihat perubahan pada wajah Budi, Dinda bingung. Ia memilih diam dan tidak bertanya. Ia tidak ingin mencampuri masalah sang suami.
"Apakah kamu sudah selesai makan?' tanya Budi.
"Ya... aku sudah selesai," jawab Dinda sambil melambaikan tangannya untuk memberikan kode agar pelayan mendekat.
"Buat apa kamu memanggil pelayan?' tanya Budi.
"Aku ingin membayarnya," jawab Dinda yang mengambil dompet.
"Nggak usah bayar. Biar aku yang membayarnya," sahut Budi.
"Tidak perlu. Aku harus membayarnya," ujar Dinda.
Tak lama pelayan itu mendekatinya. Lalu pelayan itu membawa tagihan dan memberikannya ke Dinda.
Dinda segera menyerahkan uang berwarna merah satu lembar. Ia juga tidak lupa mengucapkan terima kasih. Kemudian mereka pulang bersama. Namun memakai mobil berbeda.
Di dalam perjalanan menuju ke kantor, Dinda merasakan ada yang aneh dengan Budi. Jujur rasa aneh itu ia rasakan. Ia mulai curiga dan bertanya-tanya dalam hati, ada apa ini?
Sesampainya di kantor Budi langsung menuju ke ruangan kantornya. Ia merasakan ada hal yang aneh. Entah kenapa jantungnya berdetak kencang, Seakan ada yang memompa dengan kecepatan tinggi.
"Ada apa ini?" tanya Budi dalam hati sambil memasuki lift khusus CEO.
Ketika sampai di atas, Budi melihat Tio dengan wajah pucatnya. Ia lalu mengajak Tio menjauh dari ruangan kerjanya sementara. Lalu Budi mendesaknya untuk bertanya, "Ada apa fasih sebenarnya setelah aku tinggal pergi?"
Tio menceritakan semuanya Mulai dari awal hingga akhir. Di akhir cerita ia menyebutkan kalau Kanaya satu ini memiliki suara lembut. Bahkan suara lembutnya itu seperti dibisiki.
Budi terkejut dengan pernyataan Tio. Bagaimana bisa Tio mengatakan hal itu? Apa jangan-jangan Tio sedang menggali? satu kalimat itu berada di pikiran Budi. Kenapa sang asisten bisa mengatakan seperti itu? Padahal Tio sendiri mengetahui keberadaan Kanaya.
Meskipun kesal terhadap sang asisten, Budi tetap saja memaafkannya. Ia tidak pernah mengatakan tentang Kanaya ketika sedang berhadapan. Menurutnya ini sangat aneh sekali.
Ceklek.
Pintu terbuka.
Budi mengarahkan matanya tertuju ke seorang gadis sedang duduk. Ia mengerutkan keningnya sambil melihat penampilan gadis itu yang sangat berkelas. Lalu Budi tidak menghiraukan kedatangan Kanaya. Ia segera duduk di kursi kebesarannya dan mengambil sebuah dokumen.
Kanaya sendiri tidak sengaja melihat Budi duduk. Ia berdiri lalu mendekatinya sambil bertanya, "Kenapa kamu tidak menyambutku?"
Suara lembut Kanaya menggema ke seluruh ruangan. Ia baru percaya apa yang dikatakan oleh Tio. Lalu ia mengangkat kepalanya sambil melihat Kanaya yang berambut pendek. Jujur siang ini Budi bingung. Semalam dirinya melihat Kanaya masih memiliki rambut panjang. Lalu kenapa Kanaya yang berdiri di hadapannya rambutnya pendek sebahu?
"Sudah potong rambut rupanya?" tanya Budi yang menyindir Kanaya.
"Maksud kamu apa? Sedari dulu rambut aku seperti ini," tanya Kanaya yang tidak paham apa yang dimaksud dengan Budi.
"Sudah puas kamu menyakiti aku dengan cara meniduri pria lain? Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri!" bentak Budi.
"Ha!"
Sontak saja Kanaya terkejut dengan apa yang didengarkannya. Gadis itu semakin bingung dengan pertanyaan Budi. Ada apa sebenarnya yang terjadi ini?
"malam tadi aku baru saja mendarat. Pesawatku telat menuju kesini. Jadi aku tidak bisa menemui kamu malam tadi," jawab Kanaya dengan jujur.
"Alasan saja kamu!" geram Budi yang mulai menahan amarahnya.
"Serius. Aku tidak bohong. Aku sudah kirim email dua kali ke kamu. Yang pertama memang aku ingin menemui kamu malam hari ke rumahmu. Email yang kedua aku membatalkan pertemuan itu. Karena pada waktu itu aku masih berada di Singapura," jelas Kanaya.
"Jangan cari alasan! Aku tahu kamu hanya berpura-pura saja mengalihkan perhatian peristiwa semalam!" tegas Budi.
"Astaga... aku harus bagaimana ini?" tanya Kanaya dalam hati.
Jika yang berdiri adalah Kanaya asli. Lalu siapa Kanaya yang tercyduk oleh Budiman semalam? Apakah ada sesuatu? Kita lihat saja nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments