"Namanya pak Budiman Bu. Katanya pak Budiman dari perusahaan Njawe Company," jawab orang itu.
"Baiklah. Saya akan turun sebentar lagi karena jam makan siang akan dimulai," ucap Dinda.
Sambungan terputus.
"Kenapa lagi itu orang? Kenapa kok mengejar-ngejar aku? Harusnya orang itu berada di kantor bukan mengurus aku seperti ini!" geram Dinda.
Saat membersihkan dokumen-dokumen di meja, Netty masuk sambil menyapanya, "Bu bos."
"Iya ada apa?" tanya Dinda.
"Makan siang yuk," ajak Netty.
"Maaf Net.. aku tidak bisa makan siang sama kamu. Sebenarnya aku rindu makan siang bersama kamu. Berhubung di bawah sudah ada Budi. Aku menolaknya," jawab Dinda.
"Tidak apa-apa. Sepertinya hubungan kalian akan membaik," puji Netty kepada Dinda dengan tulus.
"Aku nggak terlalu berharap banyak. Aku juga tidak paham dengan pernikahan ini. Terkadang aku menganggap pernikahan ini adalah mimpi burukku. Yang di mana mimpi guruku itu akan menghantuiku," jelas Dinda.
"Jangan bicara seperti itu. Yang sudah berlalu biarkanlah berlalu. Jangan pernah menyerah pada keadaanmu. Kelak suatu Hari nanti kamu akan mendapatkan kebahagiaan bersama Budi. Meskipun orangnya dingin nanti kamu lihat sisi baiknya bagaimana. Tetaplah semangat sahabatku. Jangan pernah menyerah sedikitpun. Biarkanlah Rizal menjadi kenangan yang manis buatmu," ungkap Netty yang membuat Dinda semangat.
"Aku masih rindu sama Rizal. Terkadang aku sangat bersalah sekali kepada orang tuanya. Kenapa pas waktu itu aku tidak menyelamatkannya? Kenapa pas waktu dulu aku tidak pernah ada di sampingnya? Aku adalah kekasih yang tidak ingin dianggap olehnya," jelas Dinda yang menahan air matanya keluar.
"Kamu nggak salah. Rizal sangat bangga kepadamu. Andai saja saat itu kamu nggak ada di sana. Kamu akan terbunuh sama Kanaya. Begitu juga dengan orang tuanya. Orang tuanya sangat bersyukur sekali ketika kamu tidak berada di sana," ucap Netty.
"Kapan-kapan aku akan ke sana untuk menengok Bu Vina. Udah lama aku tidak ke sana karena kesibukan yang menumpuk. Kemungkinan besar aku akan mengajak Andara ke sana. Kamu mau ikut?" tanya Dinda.
"Kalau kamu jadi hubungi aku. Ya sudah deh aku mau makan siang dulu. Cacing cacing sudah memanggilku untuk diisi," pamit Netty.
Melihat kepergian Netty, Dinda mengepalkan kedua tangannya. Ia sangat membenci sekali Kanaya. Ia merasa sangat kesal jika mengingat kejadian di masa lalunya itu. Yang di mana Kanaya telah membunuh mantan kekasihnya itu.
Gara-gara peristiwa itu, Dinda memutuskan untuk menutup hatinya. Ia tidak pernah mengenali seorang pria lagi. Hidupnya dibuat untuk bekerja seharian. Hingga kedua orang tuanya begitu juga teman-temannya sangat kesal sekali.
Akhirnya Dinda meraih ponselnya dan turun ke bawah. Sedangkan Budi masih menunggunya dengan sabar. Entah kenapa Budi tidak mengeluarkan amarahnya untuk kali ini. Biasanya jika orang yang ditemuinya tidak muncul. Budi akan marah-marah dan membatalkan pertemuannya begitu saja.
Beberapa saat kemudian Dinda mendekati Budi dan menyapanya, "Sudah lama di sini?"
"Lima menit yang lalu aku sudah di sini," jawab Budi.
"Kita makan dulu yuk," ajak Dinda.
"Kamu mau makan apa?" tanya Budi yang mulai berbasa-basi dengan Dinda.
''Terserah kamu. Aku hanya ngikut saja," jawab Dinda menyerahkan keputusannya kepada Budi.
"Ya udah kita satu mobil saja," Budi mengajak Dinda pergi ke danau yang berada di tengah kota.
Di dalam perjalanan mereka hanya diam dan tidak berbicara. Menurutnya Dinda tidak bisa berkata apapun kepada Budi. Dinda masih menganggap Budi adalah orang asing.
Sesampainya di sana Budi mengajak Dinda untuk duduk di dekat danau. Di sana banyak anak-anak sekolah yang sudah berkumpul untuk mengerjakan tugasnya. Ada juga yang makan dan mengobrol. Entah kenapa Budi sangat suka sekali ke sini jika banyak masalah.
"Ada yang perlu kamu katakan?" tanya Dinda.
"Ya... Aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu dan bertanya tentang Kanaya," jawab Budi. "Tapi sebelumnya kita pesan makanan terlebih dahulu."
"Oke," balas Dinda.
Tak lama ada seorang pelayan mendekatinya sambil membawa buku menu. Pelayan itu memberikannya kepada Budi dan Dinda. Mereka menerimanya sambil mengulas senyum. Setelah itu mereka memesan menu makan siang.
"Kamu pesan apa? Jangan cari makanan yang aneh-aneh di sini," tanya Budi sambil membaca buku menu itu.
"Aku pesan ayam geprek saja dan sayurnya capcay. Satu lagi minumnya kopi cappucino dan air mineral," jawab Dinda.
"Nggak ada lagi?" tanya Budi.
"Sudah ini saja. Jangan lupa nasinya juga," jawab Dinda sambil mendapatkan anggukan dari Budi.
"Sudah makan saja pasanganku dengan istri saya," pinta Budi sambil menyerahkan buku menu itu.
Pelayan itu segera pergi dan meninggalkan mereka. Lalu Dinda melihat sebuah danau yang cukup asri. Jujur dirinya baru mengetahui kalau di pusat kota ada danau buatan seperti ini. Kenapa Dinda tidak pernah ke sini sama sekali?
"Kok aku baru tahu ya ada danau buatan di sini?" tanya Dinda.
"Danau Ini sebenarnya sudah dibuka sejak lama. Berhubung dulu tidak ada orang jualan di sini makanya sepi. Beberapa tahun terakhir temanku sengaja membuka kedai di sini. Aku sering merekomendasikan tempat-tempat ini ke mereka. Alhasil danau ini menjadi sangat ramai. Oh iya.. warung yang kita kunjungi adalah milik temanku. Tempatnya tidak terlalu mewah seperti restoran pada umumnya. Temanku memang sengaja membuat konsep seperti ini. Agar warungnya bisa membaur dari kalangan bawah maupun atas. Harganya pun cukup murah dan tidak terlalu mahal buat anak sekolahan," jelas Budi.
"Aku sangat menyukainya. Berisik tapi enak. Kapan-kapan aku akan mengajak teman-temanku ke sini. Untuk sekedar mengobrol dan berbincang. Kalau enak tempatnya, aku bantu mempromosikan tempat ini agar semakin ramai," tambah Dinda. "Sembari menunggu apa yang ingin kamu katakan? Sepertinya ada yang mengganggu di pikiranmu itu?"
"Ini masalah Kanaya. Apa benar Kanaya pernah membunuh kekasihmu itu?" tanya Budi.
"Maafkanlah Aku. Aku tidak akan bercerita sekarang. Karena perasaanku sedang tidak baik," tolak Dinda yang tidak ingin mengingat kejadian masa lalu.
"Segala keputusanmu aku akan menghormatinya. Aku akan menagihnya di lain waktu saja," ucap Budi.
"Sebenarnya aku malas mengingat kejadian di masa lalu. Entah kenapa kejadian itu sangat menyakitkan bagiku!" ujar Dinda.
"Aku sebenarnya ingin tahu tentang Kanaya. Aku tahu kamu sebenarnya sudah tahu tentang Kanaya," pinta Budi yang meminta Dinda untuk menjelaskannya sedikit.
"Aku sama Kanaya tidak terlalu kenal dekat. Bisa dikatakan aku sama dia adalah teman nongkrong saja. Lama kelamaan Kanaya bukan teman yang mengasyikkan. Malahan dia sering sekali membuat hubungan yang baik menjadi tidak baik. Bisa dikatakan Kanaya membuat hubungan toxic antara satu grup perkumpulan. Saat itulah aku memutuskan untuk keluar dari sana. Aku memilih fokus bekerja dan menjalin hubungan dengan kekasihku itu," jelas Dinda.
"Di mataku Kanaya adalah seorang wanita yang baik. Kenapa kamu menyebutnya dia sering merusak hubungan baik menjadi toxic?" tanya Budi yang semakin penasaran saja terhadap Kanaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments