Bab 16# Dikurung Di Bagasi

Motor berhenti sempurna di parkiran Mall. Bunga turun cepat dari boncengan sebelum dapat semburan galak atau cibiran pedas lagi. Sekarang kan, ia kacung Dibi. Jadi baik baik sikap lebih utama.

"Pak, kok Bapak berhentinya di Mall?" Helm sialan! Macet lagi dan dibantu Dibi lagi. Duh, kayak orang pacaran, tapi nyatanya bukan, batin Bunga.

"Terus, mau beli di mana?"

"Di pasar, Pak. Murah - murah loh. Ada yang lima ribuan, satu. Ada sepuluh ribu dapat tiga. Terus BH-nya, juga ada yang lima belas ribu meski jelek juga. Dari yang termahal juga ada loh."

Setiap Dibi mendengar kata behaaa... Tubuhnya seperti tersetrum panas dingin dengan mata refleks mencuri pandang ke dada cewek berbody datar menurutnya. Bulu Dibi meremang membayangkan isinya, pasti kecil.

"Pak, mikirin apa?"

Dibi tersadar dari lamunan kotornya. Syukur dia tidak keceplosan berkata, 'Membayangkan isi gunung BH.'

"Jangan banyak protes. Arpina nanti bisa gatal-gatal pakai barang murah yang kata kamu sepuluh ribu tiga. Lebih baik dengar instruksi ku. Ini, uangnya. Beliin underwear Arpina yang menurutmu cocok untuknya. Kalau kamu mau, beli saja."

Ouh, untuk Arpina? Bunga kira segita berbiru untuk Dibi. Bunga senyum senyum tidak jelas.

" Apa yang lucu? "

" Nggak ada, Pak. "

" Sana masuk! Tapi jangan lama lama!"

Ngegas mulu si Dube tea. Gimana kalau Bunga goda sedikit biar urat tegang Dibi yang ada di wajah, kendur barang sesaat.

"Bapak nggak ikut masuk? nanti nyesal, loh. Nggak bisa lihat patung patung mulus pakai BH sama __ iya, Pak, iya. Saya masuk nih. Elaaah, mata kok mau copot."

Niat hati mau menurunkan emosi Dibi, malah bertambah dua kali lipat. Bunga ngacir cepat sebelum Dibi mengetuk kepalanya atau dijejelin permen lagi.

Ting...

Chat dari Arpina lagi.

'Pa, beliin sushi juga ya.'

Dibi menghela nafas. Itu tandanya, ia juga harus masuk membelikan pesanan Arpina yang kedua.

***

"Hehehe... Uda, Emak. Pasti Papa dan Tante Bunga lagi jalan jalan bersama."

Arpina dan Emak Dahlia ternyata bersatu kompak membuat Dibi dan Bunga saling mengenal satu sama lain.

"Memangnya, Arpina suruh apa?" Emak bertanya sambil nyuapin Arpina. Meski bocah ini menolak, tapi Emak memaksa tulus ingin memanjakan Arpina. Dalam hatinya, Emak kasihan yang mengira Arpina itu kekurangan kasih sayang dari seorang ibu. Makanya, Arpina ngebet punya ibu tiri. Namun nyatanya, Emak salah prediksi. Kalau kasih sayang, Arpina justru berlebihan mendapatkannya. Mama Pelangi dan Papa Gunturnya, ada. Empat Om dari saudara Mamanya juga sangat menyayanginya. Buktinya, saat ini, Arpina itu nimbrung di grup chat yang isinya khusus saudara kandung sang Mama.

Ting...

Ting...

Ting...

"Suruh beli dalamen buat Arpina, Emak." Arpina menjawab sambil membaca chat dari para Om nya. Mulutnya mengunyah nikmat. Sayur lodeh masakan Emak, ia sukai.

"Apa, Pin. Jadi, mereka berdua cuci mata di toko renda renda?!"

Respon Arpina hanya mengangguk polos. Padahal Emak shock mendengarnya. Dasar bocah banyak akal. Saking banyaknya, Arpina tidak tanggung tanggung menyuruh Dibi dan Bunga pedekate yang background-nya tergantung kain kacamata dan segitiga renda renda sana sini. Emak geleng geleng speechless.

'Om Angkasa, nggak percaya kalau Papa dan calon Mama tiri Arpina ngedate di toko underwear? Nih, Arpina ss-in bukti chat ku sama Papa.' Chat Arpina tertulis di GC yang isinya adalah om-omnya yang kece tetapi iseng parah.

'Pa, sekalian mampir ke toko yang menjual dalema*, ya. Hehe, Mama cuma sedikit masukin ke koper waktu itu. Ajak Tante Bunga yang mengerti soal perempuan.'

Screenshot demikian terbaca oleh empat Om Arpina di lain tempat. Kompak mereka tertawa so hard membayangkan Dibi milih milih kain berenda dikelilingi wanita wanita pelanggan toko yang Dibi masukin. Ada cewek yang bernama Bunga pula. Kasihan Dibi...

"Arpina ... Itu keterlaluan, Nak! Kamu berbohong membawa nama Mama."

Mampus, Mamanya ternyata aktif dan memperingatinya dengan emoji hidung berasap diujung chat.

Mama Pelangi masih berstatus sedang menulis di dalam GC, cepat cepat Arpina out dari GC tersebut sebelum dapat ceramah panjang kali lebar. Para Om dari tempat masing-masing pun out, biarkan chat Pelangi berkicau seorang diri.

"Emak, nambah boleh? Sayurnya enak loh."

Dipuji masakannya, Emak Dahlia tentu senang.

"Tunggu sebentar ya, Neng. Emak ambil di rumah." Mereka memang ada di teras rumah Dibi.

Kepergian Emak, Arpina kedatangan tamu yang asing dilihatnya. Denisa, wanita polwan yang sudah mengganti seragam kesatuannya menggunakan dress selutut cantik menggoda di mata lelaki itu, membawa oleh oleh tangan untuk Dibi sebagai kode kode kesamsemnya.

Alis Denisa yang sudah disulam itu, menyernyit mendapati seorang gadis kecil yang sedang menyibak nyibak kembang di pelataran rumah Dibi. Pasti, bocah itu anak tetangga yang masuk ke pelataran karena mencari bola yang Denisa lihat ada di semak kembang sebelahnya.

"Eh, lagi apa?"

"Nyari uang." Arpina menjawab tanpa menoleh siapa yang bertanya padanya. Ia memang tidak berbohong, koin angklung Emak yang mungkin saku si Emak bolong, dilihat Arpina jatuh tanpa Emak sadari yang tadi buru buru balik ke rumah sebelah.

"Kamu, maling?"

Masih setengah berjongkok, Arpina pun menoleh ke wanita yang beralis tebal hitam dibuat buat si Tante. Dituduh maling, tentu saja Arpina terusik. Namun jahilnya, bocah nakal itu malah mengiayakan tanpa sadar. Membuat Denisa mengambil ancang ancang sigap siaga yang pekerjaannya memang memberantas segala tindak kejahatan, menangkap Arpina.

"Eh..." Arpina kaget. Baju bagian leher belakangnya dicekal kasar oleh Denisa, mirip penjahat yang berhasil diringkuk. "Sakit!" rengek Arpina mengadu. Tangannya yang kecil berusaha menepis cekalan Denisa, tidak sampai ke belakang.

"Katakan padaku, di mana orang tuamu?!"

Galak amat suaranya. "Nggak ada. Pergi."

Anak yatim piatu mungkin yang terpaksa mencuri. Pergi? Dikira Denisa, pergi ke alam dunia lain.

"Rumah mu di mana?"

Arpina yang ingin menunjuk ke arah belakang, terhenti karena Denisa kembali bertanya galak mengintimidasinya, "Apa kamu tau, kalau pemilik rumah yang hendak kamu curi adalah seorang polisi?"

Arpina cuma menganga mulutnya. Bukan karena takut, tetapi terperangah dengan suara galak mengintimidasi Denisa.

"Kamu mau dipenjara di usia bocah seperti ini, hah? Muka mu yang jelita ini dan pakaianmu yang mahal pasti cuma pengecoh. Heran sama penjahat deh, masih kecil tapi pintar sekali modus yang sangat mengecoh korban." Denisa mengomel sembari menguatkan cekalannya di baju Arpina.

" Tante, ish. Sakit tau. Arpina bukan maling!"

"Penjara penuh kalau maling mengaku maling. Ayo ikut! Saya akan membawa mu ke LPKA."

Alamak, Arpina kicep mendengar LPKA yang ia ketahui artinya adalah Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang jelasnya adalah tempat penjara atau rehabilitasi anak yang bermasalah.

"Tan, Arpina bukan maling. Tapi anak pemilik rumah itu."

Ogah percaya! Denisa terus menggeret kasar Arpina ke arah rumahnya. Berniat mengurung bocah itu di bagasi mobilnya agar tidak kabur sebelum kesatuannya datang membawa si maling atau kalau perlu ia akan memanggil Dibi. Menceritakan kronologi si maling, dan pasti Dibi akan berterima kasih padanya karena rumahnya ia selamatkan dari percobaan perampokan. Asyik, pasti Dibi pun akan terkesima padanya. Jatuh cinta dan mengajaknya menikah deh.

"Tante, aku tuh anak dari pemilik rumah tadi."

"Ngaco aja. Saya taunya, pemilik rumah itu tinggal sendirian. Saya juga tau, kalau pemilik rumah itu seorang duda anak satu, tapi kan anaknya ngikut ke Emaknya di ibu kota sana. Jadi, jangan harap kamu bisa menipu saya dengan pengakuan kibul mu itu."

Asem. Arpina hanya bisa pasrah di dorong masuk ke dalam bagasi mobil. Di tutup rapat dan berujung ke gelapan. Untung hape masih ia kantongi.

Ada yang nanya Emak Dahlia kok lama padahal cuma ngambil sayur berikut nasi? Si Emak yang punya tensi darah tinggi yang kadang kumat secara mendadak, kini lagi duduk di kursi karena kepalanya kliyengan. Dari pada kehilangan rotasi dan berujung pingsan, si Emak memutuskan untuk berdiam sejenak menetralkan kepala yang pening.

Arpina malang. Bawa hape tapi signal di dalam bagasi lagi pelit. Ia tidak bisa menghubungi Dibi atau pun Bunga dan Emak Dahlia.

"Tanteeeee sincang! Bukain pintunya." Darrr dorrr, daar dorrr. Rolingdor penutup bagasi Arpina gedor gedor. Denisa hanya berdecak malas di luar sana yang sedang sibuk mengoperasikan hapenya.

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

MMPUS LO DENISA, SPRTI LO YG MAU JDI KANDIDAT IBU TIRI NYA ARPINA, LEWATLH, MNTANG2 POLWAN SOMBONG, BKNNYA NGAYOM, TPI KASAR SAMA ANAK KECIL..

2023-03-06

1

ᵉˡ̳𝐀𝐘𝐃𝐀ᴸᴷ⸙ᵍᵏ

ᵉˡ̳𝐀𝐘𝐃𝐀ᴸᴷ⸙ᵍᵏ

Sinchan nyari masalah 🤣🤣🤣🤣

2023-02-11

1

ᵉˡ̳𝐀𝐘𝐃𝐀ᴸᴷ⸙ᵍᵏ

ᵉˡ̳𝐀𝐘𝐃𝐀ᴸᴷ⸙ᵍᵏ

Pak Dube nyari yg gede juga ternyata 🤣🤣🏃🏃🏃

2023-02-11

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!