Bab 3# Salah Paham

Tok ... Tok ... Tok ...

Siapa sih yang ganggu acara makan Bunga. Tidak tau apa, kalau nasi di depannya belum sama sekali tersuap ke dalam perut. Lapar! Demi kata ngirit, uang jajannya di kampus ia sisihkan buat jaga jaga keperluan mendadak. Kasihan Emak juga kalau dirinya boros. Bunga yang sholehah tapi bar bar ini harus tau diri sama ekonomi keluarganya yang serba ngepas. Ibarat baju mah, kesempitan. Gerak sana gerak sini, tercekik. Jadi, Bunga harus hidup lurus seperti paralon yang mengesampingkan dunia mudanya. Tidak seperti teman temannya, habis ngampus sedikit dikit ngecafe taria. Ngopi - ngopi cantik sambil bahas percintaan atau hal lainnya.

Lagian, Bunga juga sudah tidak mau di cap bodoh sama Emaknya, gara gara ketahuan beliin panci buat mantan pacarnya dulu, dikira ia mau saja diporotin uangnya. Yaelak, Emak kate kolor kali diporotin. Padahal itu sebenarnya sekali kalinya doang. Meski dulu, Ricky memang kere di mata Emak, karena tiap minggu dirinya selalu di rumah. Tidak pernah malam mingguan katanya.

Tok tok tok...

"Iya, iya. Ini juga mau buka pintu. Sabar napaaa!" Bunga sedikit lama karena jilbab yang ia pakai tadi sudah dilepas. Jadi harus memakainya. Ribet, silang sana silang sini kain panjang hitam itu dengan asal asalan yang penting terlilit di leher dan menutupi bagian kepalanya. Meski bar-bar, gadis itu paham sekali arti dari menutup mahkota kepalanya.

Ceklek...

Nyesal dah buka pintu. Taunya si bocah tengil, siapa lagi kalau bukan Arpina yang memasang muka nelangsa. Kenapa ya ni bocah?

"Tan, laper!"

Oh...

Eh, dikata dirinya Emaknya nih bocah?Ngerengek lapar kok ke dirinya. "Makan sono. Masa kemari?"

"Nggak ada makanan." Percayalah, Arpina cuma ngibul. Mana mungkin Dibi meninggalkan anaknya tanpa ada makanan. Meski pembantu rumahnya di kata sedang izin, Dibi tetap menomer satukan keperluan Arpina.

"Bibi Muna lagi sakit bisul di bagian bokongnya. Jadi izin nggak masuk. Papa belum pulang. Arpina kesepian juga." Arpina menimpali cepat demi bisa menguji pilihan kandidat calon Mama Tirinya.

"Duh, bocah. Kasihan amat ya idup mu. Sini masuk deh. Kebetulan aku memang juga mau makan."

Toplah pilihannya. Meski sering ditolak dan ucapan si Tante terkadang kadang nyelikit, tapi Arpina tau kalau Tante Bunga ini punya hati baik. Wajarlah si Tante nolak Papanya, Arpina paham kalau si Tante ingin kejar cita cita dulu. Itu cerita Emak Dahlia padanya.

"Terimakasih ya, Tan. Arpina jadi 'enak hati' nih gangguinnya."

Cepat cepat Bunga mendelik ke muka jelita menggemaskan tapi songong sekaligus, mendengar celetukan Arpina yang 'enak hati' alih alih berkata 'tidak enak hati.' Kampret lah. Mana uda duluan lagi tuh bocah ngacir ke meja makan. Terpaksalah mengalah.

"Ini nasi nya. Makanlah." Piring berisi nasi telor ceplok dikecapin, disodorkan ke hadapan duduk Arpina.

"Punya Tante mana? Katanya mau makan juga."

"Nasi cuma ada satu piring. Emak juga belum nyolok mecigom. Nggak apa, Tante masih sedikit kenyang. Makanlah daripada kamu pingsan karena belum makan." Kalau Dibi sudah pulang ngantor, Bunga berencana untuk menegur pak polisi itu, agar Arpina tidak dilantarkan. Kasihan, nakal nakal juga manusia yang perlu diperhatikan.

Sikap alami keibuan dan apa adanya yang dirasakan hati suci Arpina dari Bunga sekarang inilah, yang membuat bocah itu tertarik mencomblangkan pakai ngebet Papanya dan Bunga. Meski nyamplak dan sedikit sableng, Arpina tetap suka kandidat satu ini. Justru penolakan Bunga malah menjadi tantangan tersendiri untuk Arpina. Kan pesan Mamanya, jangan nyari calon ibu tiri gampangan. Nah, si Bunga inilah yang sekarang bukan gadis 'mauan' di mata Arpina.

By the way, Arpina jadi merasa berdosa nih kalau ia tega memakan jatah makan sore Bunga. Masih kecil juga, Arpina punya otak cerdas kalau si Tante pasti belum makan.

"Eh, Tan. Dengar nggak ada suara teriak 'paket' di rumah Papa? Tunggu ya, Arpina cek dulu. Tunggu, oke! Jangan dimakan nasi telor yang uda jadi milik Arpina."

Bocah itu ngacir. Percayalah, kalau Arpina bohong lagi tentang teriakan 'paket' mirip khas panggilan kurir di depan pintu, bocah itu cuma mau akting yang niatnya mau mengambil kotak makan yang di kirimkan Papanya lewat gofoo* yang sudah datang satu jam lalu.

Kruyuukk...

Perut Bunga berbunyi. Kalau sedang lapar, nasi telor kecap pun terasa menggiurkan di mata. Ingin rasanya Bunga makan nasi yang awalnya miliknya. Ah, Arpina sih, pakai datang memelas 'laper' hatinya yang sebenarnya lembut lembut sutra itu kan jadi tidak tega.

"Boleh nyicip nggak sih?" Toel... Biar kata kena kecapnya juga, sudah seperti angin segar buat Bunga. Cepat cepat dia menjilat ujung telunjuknya manakala derap langkah lari Arpina terdengar kian mendekat.

"Hai, Tan." Arpina langsung duduk di meja makan yang kapasitas kursinya ada empat. Kotak yang ada di tangan ia sodorkan ke Bunga.

"Ini, apa?"

"Buka saja!" Tidak mau menunggu lama, Arpina segera menyendok satu suap nasi telor kecap itu. "Astaga, Tan. Itu bukan bom, tapi makanan. Kita tukeran!"

"Yaak, mana tau kotak ini isinya aneh aneh yang berniat ngeprank aku. Kamu kan orangnya songong," cibir Bunga penuh kata curiga. Lah, ia tidak salah sepenuhnya kok. Arpina kan memang badung. Eh, ralat dikit. Arpina badung tapi baik karena sudah memberinya kotak berisi sushi bermacam macam isi. Kapan lagi coba makan enak ala ala Jepang. Santap ah. Tanpa ada jaim jaim di depan Arpina, Bunga sudah melahap satu potongan sushi yang pas di mulutnya.

Arpina yang melihat itu, jadi tersenyum simpul di sela sela kunyahannya.

"Oh ya, Tan. Boleh tidak, aku ikut ke kios jamu Emak?" Arpina sudah hafal betul jadwal Bunga. Selepas pulang kuliah, istirahat sebentar, maka si Tante pasti sibuk bantuin Emak dagang jamu yang kios kaki lima itu terletak di depan jalan raya. Banyak pedagang kaki lima lainnya yang berjejeran kalau malam.

"Nggak boleh!"

"Ish, pelit. Boleh ya. Lagian, apa Tante nggak kasihan? Kan hari ini papa pulang malam. Ada kasus pembunuhan yang sedang diusut. Jadi, Arpina pasti sendiri. Bibi Muna juga nggak ada. Boleh ya, Tan? Please!"

Bunga berpikir keras. Sedetik sampai sepuluh menit sembari makan, baru ia menjawab. "Tetap nggak boleh!"

Arpina mencibik cemberut. Lama lama berpikir, si Tante tetap saja kekeuh. Huu...! Bukan Arpina namanya kalau malam ini ia tidak datang ke kios.

"Jangan mendelik begitu. Sono pulang ke rumah sendiri. Kan uda selesai makannya, " usir Bunga tanpa dosa. "Lagian aku sibuk, mau kerjain tugas dulu baru ke kios." Bunga memang tidak berbohong. Tugasnya numpuk, tapi modem laptopnya menipis. Andai wifi tetangga bisa dibobol passwordnya, adem deh.

"A __" Arpina terjeda. Ada suara bariton Papanya yang memanggil dari pekarangan rumah.

"Arpina...!"

"Hayoo... Ketahuan ngibul lu bocah. Katanya papa mu pulang malam. Itu suara siapa?" Bunga melotot ke gadis kecil yang tersenyum senyum gaje di depannya.

"Iya, Paaaa ...! Pina di sini. Masuk aja kata Tante Bunga...hmpptt!"

Sekate kate mulut nih bocah.

Sayangnya, Bunga telat membekap mulut jahil Arpina. Dibi yang memang lagi nyari nyari cemas Arpina yang tidak ada di rumah, langsung memastikan keberadaan anak tersayangnya.

"Eh, itu kamu apakan anak saya? Lepasin tanganmu! Kalau sesak kehabisan nafas bagaimana? Mau saya penjarakan, hah?" Dibi salah paham. Ia kira, Bunga menyakiti Arpina dengan cara membekap hidung beserta mulut anak tengil itu.

Terpopuler

Comments

choky_chiko_r

choky_chiko_r

beneran lucu abis aku suka kak..mksh..o iya.epsd nya jg ga panjang...mksh kak..keren

2023-08-12

1

Asrini Zafarani

Asrini Zafarani

penjarakan aja langsung om.di penjara hatimu..hassseeeekk

2023-06-15

0

Rhiedha Nasrowi

Rhiedha Nasrowi

kenapa gak sakit panu aja 🤣🤣🤣🤣

2023-02-06

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!