Bab 11# Kerjasama (Deal)

Dari ruang tengah, Dibi dibuat heran pagi pagi oleh Arpina. Sama siapa anaknya itu berbicara di area dapur sana? Apa Bi Muna sudah masuk kerja lagi? Baguslah, setidaknya ia tidak terlalu repot di pagi hari untuk menyiapkan sarapan.

Dengan gaya santai, Dibi masuk ke area dapur. Mata dan tangannya lagi sibuk mengoperasikan hape sembari terus berjalan. Duduk di kursi makan tanpa melihat keadaan sekitar. Bunga yang ia lewati di sisinya itu, dikira Bi Muna. Wajar, tinggi badan Bunga dan ARTnya sebelas dua belas, cebol imut imut. Bedanya, Bi Muna selalu dasteran dan keriput, tapi kalau Bunga kerudungan tapi modis maksimal, kulit halus dan wangi vanilla juga. Dibi mencium aroma segar itu, tetapi tidak ngefek karena sedang berbalas chat sama rekan kepolisiannya.

"Kopi hitam, ya, Bi."

"Ba, bi, ba, bi." Disambung bisa jadi Ba-bi. Itulah sebabnya Bunga bawaannya dongkol terus pada Dibi. Padahal nih cowok baru berkata seuprit. Mungkin, bawaan Bunga saja kali yang terlalu sensitif pada Dibi karena masih kesal tentang mimpi indahnya pun dihantui oleh si Dube ini.

Lantas mendengar suara Bunga, Dibi mendongak cepat. "Kamu? Ngapain di rumah ku pagi pagi begini?" Nah loh, Dibi bertanya pakai ngegas. Menyadari kalau ia harus berbaik baik sikap demi kembalinya STNK Emak, Bunga terpaksa menahan celetukan pedasnya.

"Sa-saya __"

"Tante Bunga kemari mau bikin sarapan lah, Pa." Arpina menyambar dengan nada santai. "Lihatlah, kopi buat Papa uda jadi. Susu dan roti bakar pun uda tersedia. Waktunya sarapan. Ayo, Tan. Duduk di dekat Papa."

Arpina memaksa Bunga duduk. Setelahnya, ia pun mengambil posisi nyamannya tepat di hadapan kedua orang dewasa yang sedang berlomba lomba membisu satu sama lain.

Sarapan dimulai. Arpina sangat lahap menikmati roti bakar coklat keju buatan Bunga.

Bunga hanya diam. Dalam hatinya, kenapa malah terjebak dalam keadaan seperti keluarga kecil yang sarapan bersama? Astaga ... Ada ada saja, dengkus kesal Bunga dalam hati.

"Kesini mau apa sebenarnya?" Dibi berbisik bisik. Tak sedikit pun ia menyentuh sarapan buatan Bunga, takut diracuni atau... "Kamu naruh pelet ya?"

"Memangnya Bapak ikan lele, koki, koi atau chana diberi makan pelet?" Bunga membantah tuduhan Dibi dengan suara sedikit keras. Sampai membuat Arpina terkesiap kaget, alhasil susu yang kebetulan ditenggak sedikit mengotori roknya.

"Yeak, Arpina ganti rok dulu ya," keluhnya. Dibi sih yes saja anaknya itu meninggalkan meja makan karena ingin berbicara sedikit alot dengan cewek sableng di sampingnya.

Eits, tidak akan bisa kabur. Cepat cepat Dibi menahan tangan Bunga yang tadinya bergerak ingin beranjak dari kursi.

"Apa sih, Pak? Kok pegang pegang, nanti naksir bahaya loh." Dip, dip. Dari pada sumpek melihat terus muka Dibi yang sebenarnya ganteng tapi pemarah dan nyaris tidak pernah kelihatan tersenyum, lebih baik ia jahili saja dengan kedipan lucunya. Mungkin seru juga menggoda orang kaku. Alhasil, membuat Dibi salah tingkah dan refleks menendang kaki kursi yang diduduki Bunga.

"Eh, eh..." Kursi itu oleng antara mau terjungkal dan happ... Selamat! Bunga menjadikan kerah baju Dibi sebagai pegangan spontannya. Daripada bokongnya mencium lantai untuk kedua kalinya yang sempat didapatkan dari tendangan Emak sebelumnya, lebih baik ia menjadikan leher Dibi sebagai cekalan alternatif. Aman sentosa dari kerasnya keramik.

Tidak tau saja kalau Dibi sedikit kesusahan bernafas dibuatnya. Cepat cepat Bunga menarik kedua tangannya dari leher itu yang mirip sudah seperti ular mencekik leher sang mangsa.

"Menyebalkan! Aku selalu sial kalau berdekatan denganmu. Lebih baik, pergi sekarang juga," usir Dibi sembari ngap-ngapan mengatur nafas. Kalau bersama Bunga, sikap sopan Dibi tidak berlaku. Gadis sableng kerudungan tapi bar bar ini memang tidak pantas diberi kelembutan. Kepalanya selalu pening dibuat kelakuan Bunga yang super duper tak tahu diri. Lihatlah, Bunga tidak bergeming di kursi itu yang nyatanya sudah diusir dirinya.

"Saya nggak mau pergi sebelum Pak Dibi mau mengembalikan STNK motor Emak. Balikin, Pak," paksa Bunga meminta dengan bibir cemberut. Sebenarnya, ia sudah pernah berusaha datang ke kantor Dibi, tetapi kata salah satu polisi di sana, tidak ada tuh STNK yang bernama Dahlia. Padahal, Bunga sudah membawa surat tilangnya sebagai bukti nyata. Fixed, pasti ada campur tangan Dibi yang mungkin sengaja mempersulit dirinya hanya karena urusan pribadi. Tidak ada profesionalnya sama sekali, kan?

"Oh, STNK? Kalau mau urus itu, harusnya di kantor bukan di rumah." Dibi menyeringai. Dengan santai, kopi yang tadinya enggan diminum karena curiga ada apa apanya, berakhir diseruput nikmat. Bunga tidak akan mendapatkan surat itu kecuali menuruti permintaannya.

Bunga berdecak kesal. "Saya sudah pernah ke sana, tapi nggak ada katanya. Pasti Bapak kan yang menyimpannya?"

"Gadis pintar," Kalimatnya memang memuji, tetapi yang terdengar adalah sebuah ejekan. Bunga sampai memutar mata malas. Maunya sih memelintir kuping Dibi sampai copot seperti telinga wajan yang rusak, tetapi ia masih waras. Bisa digodok nanti sama Dube galak ini.

"Ayo dong, Pak. Itu sangat berarti untuk ku." Kali ini Bunga memohon. Tetapi kali ini pun, Dibi bersekukuh menggunakan kekuasaannya dalam urusan pribadinya demi kebaikan dan kesejahteraannya.

Sebelum berkata, Dibi terlebih dahulu celingak celinguk memastikan kehadiran Arpina. Jangan sampai anaknya itu mendengar percakapannya yang akan mengajak Bunga bekerja sama.

"Bagaimana kalau kita bekerja sama?" ujar Dibi setengah berbisik.

"Kerja sama?"

"Iya. Kerja sama! Kamu kan katanya tidak suka jodoh Duda. Akupun sama, tidak suka dijodohin sama Arpina."

Bunga mendengarkan seksama sembari mengangguk. Kali ini, Si Dube sedikit waras, batinnya.

"Biar Arpina berhenti dari misi mak comblangnya, kamu carilah pasangan secepatnya. Pamerin terus di depan Arpina."

Pagi ini, keduanya terlihat seperti upin dan ipin yang akur.

"Elah, Pak. Aku juga maunya punya pacar. Semalam hampir saja saya melepaskan stasus jomblo saya, tapi Bapak reseh__"

"Kok saya?

" Iya, memang Bapak biang keroknya. Gangguin orang sedang romantisan." Bunga ngotot. Padahal yang ia ceritakan hanyalah sebuah mimpi

Dibi yang tidak merasa jelas tidak terima.

" Heh, kapan saya mengganggu mu pacaran, hah? Aneh. Fitnah pun ada KUHP nya tau nggak?"

" Tapi benar kok, Bapak tukang __"

"Shut up!" Dibi yang kesal dan mengira Bunga melantur pagi pagi menjejal pelan sepotong roti bakar ke dalam mulut Bunga.

"Eh, roti buatan saya ternyata enak juga loh." Nyam nyam, alhasil Bunga nambah lagi.

Melihat itu, Dibi hanya menggeleng malas. Gadis ini memang sableng. Tidak bisa diajak ngomong serius. Ujung ujungnya hal konyol yang terlihat.

"Bagaimana tawaran ku? Aku bayar plus STNK balik."

Menggiurkan. Status jomblo berubah, dapat uang pula katanya. Jelas Bunga yang lagi butuh uang semester, menyanggupi.

"Deal?"

Bunga menatap tangan Dibi yang mengajaknya bersalaman. Sejurus meraihnya sembari berkata dalam tangan saling bersentuhan, "Deal!"

Terpopuler

Comments

ᵉˡ̳𝐀𝐘𝐃𝐀ᴸᴷ⸙ᵍᵏ

ᵉˡ̳𝐀𝐘𝐃𝐀ᴸᴷ⸙ᵍᵏ

nanti kalo beneran cinta bagaimanapun Dub😂😂😂

2023-02-08

2

🇳 🇦 🇬 🇦 𝗕𝗜𝗥𝗨 💙

🇳 🇦 🇬 🇦 𝗕𝗜𝗥𝗨 💙

kayak blom tau aja sebleng Anakmu pak Dube

2023-02-07

1

Firly Muhammad

Firly Muhammad

oooo.... tidak semudah itu Dube...🤣🤣🤣🤣 anakmu tidak akan menyerah begitu saja.. kang ojek aja sampe.kabur😅😅😅

2023-02-07

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!