Bab 10# Shattered Sweet Dreams

Malam ini, euforia bulan dan bintang sedang berpesta memamerkan cahayanya.

Terlihat, Bunga dan seorang pria tampan nan muda sebayanya yang tak lain adalah teman kampusnya sendiri, Delon namanya. Saat ini, mereka melakukan dinner di tempat yang terbilang romantis. Lihatlah, ada pantulan sinar rembulan yang seakan-akan bercermin di kolam renang menemani privat dinner Bunga dan cowok idamannya.

"Kamu suka dengan semuanya, Bunga?"

"Suka..." Anggaplah cara jawab Bunga seperti putri kemayu yang lemah lembut. Wajahnya pun tersipu malu malu biar kesannya dianggap cewek anggun, padahal aslinya bar bar diplus-in sableng julukan dari Dibi.

"Sudah lama aku ingin mengajakmu dinner seperti ini, Bung."

Kenapa disingkat 'Bung' sih? Kan kesannya seperti sapaan aneh. 'Unga' kan lebih unyu unyu menggemaskan. Tapi, meski disapa Bung, gadis itu tetap tersipu bahagia. Andai kata, Delon ngentut pun, Bunga akan mengira aroma itu adalah wangi parfum langka. Begitulah perumpamaan cinta buta; punya mata tetapi picek, punya hidung tetapi disumpel oleh kapas mayat yang tak kasat mata.

Delon tersenyum. Memperlihatkan lesung pipi kecil yang hanya terdapat di pipi kiri, matanya menyipit seperti Oppa Korea yang tak punya bewok setipis pun seperti Dibi onoh noh. Jorok, kalau kata orang zaman beheula mah, pasti waktu masih di dalam perut, calon ibunya itu tidak resik. Seperti; nyapu tidak bersih dan lainnya. Jadinya, anaknya berbulu.

"Ah, kenapa harus ingat ingat tuh duda kutil. Kan lagi sama calon ayam eh ayang." Bunga membatin. Di sisi itu, ia berharap Delon melesatkan panah asmara untuk namanya agar impiannya makin dekat yaitu ingin dipersunting oleh perjaka. Asyik - asyik jos.

Ploteek...

Eh, Bunga sedikit terkejut akan pergerakan Delon yang menjentikkan jari tiba-tiba. Sejurus ada alunan musik romantis yang berasal dari instrumen biola yang dimainkan oleh pria berjas putih dipadu dasi kupu kupu yang baru muncul entah dari mana?

"Wait..?" batin Bunga terkejut. Kenapa pemain biolanya si Dube? Kok bisa? Apakah pria itu dipecat jadi kesatuan Pak Pol? Aduh, Bunga jadinya kikuk akan kehadiran Dibi yang menurutnya merusak suasana romantisnya.

"Mau berdansa denganku?" Delon mengulurkan tangan.

Harusnya, hati Bunga kegirangan seperti tadi, tetapi kehadiran Dibi yang jadi pemusik, tiba tiba membuat Bunga ingin pontang panting kabur.

"My Princess, maukah berdansa denganku?"

So sweet panggilannya. Mau kabur tidak jadi karena Delon sudah menarik lembut tangannya untuk berdiri.

Grrrrrr... Seperti ada listrik bervolt rendah menyetrumnya, manakala Delon menyentuh pelan kedua sisi pinggangnya dan dansa pun dimulai.

Sempat terhipnotis kembali pada suasana romantis, tetapi saat melirik ke arah si pebiola, tatapan mata Dibi seperti mengintimidasinya. Melotot seram. Bunga jadi bergetar dan berkeringat dingin. Tengok lagi, alamak... Mata Dibi yang tajam bak netra elang seperti belati mengancam mangsanya. Siap menerkam.

"Aduh...!"

"Eh, maaf, maaf, Delon. Aku nggak sengaja." Bunga tidak enak hati karena merusak suasana gara gara konsentrasinya diganggu oleh Dibi, alhasil kaki Delon ia injak keras di bawa sana. Padahal, niat Bunga adalah ingin mengunyek-unyek kaki Dibi tetapi Delon yang kena karena gugup ditatap tajam terus oleh Dibi.

"Sudah, tak apa. Lupakan saja."

Dansa yang harus berlangsung romantis, hancur sudah. Keduanya kembali ke meja. Lanjut makan dan si pebiola pun sudah disuruh berhenti oleh Delon masih menggunakan cara songong yaitu jentikan jari. Karena Dibi sudah tidak ada, Bunga kembali rileks nan enjoy menikmati suguhan romantis yang disediakan oleh Delon untuknya. Oh, bahagianya.

"Ehem..." Delon berdehem. Bunga mengangkat pandangan malu malu seperti kucing manis. Dalam hati berkata, "Pasti mau nembak." Bunga tidak sabar ingin mendengarnya.

"Bunga..." Delon memberanikan menaruh satu tangannya di atas punggung tangan Bunga. Mau nembak sesuai prediksi Bunga.

"I-iya, Delon." Bunga gugup tetapi nervousnya itu adalah hal yang bahagia. Ayo tembak, ayo tembak. Begitulah dalam hatinya yang buru buru ingin mendengarnya.

"Aku __"

"Permisi, ini makanan penutupnya." Dibi datang lagi dan di mata Bunga, duda ini jadi waiters, bukan pebiola lagi.

"Ini juga masih ada. Eskrim rasa vanilla."

Astagfirullah ... Kenapa ada Bocah tengil si Arpina juga yang muncul entah dari mana. Benar-benar deh, anak bapak ini perusak hidup sejahteranya. Bunga yang kesal karena Dibi dan Arpina masih berdiri mematung di sisi meja, refleks menarik tangan Dibi lalu menggigit tangan pria itu. Kuat - kuat. Rasakan. Nyam - nyam ... Emang enak? Nih, nambahin kekuatan giginya. Sakit sakit deh lo.

"Aaarggh...! Sakiittt! Lepasin, Bunga. Tangan Emak nanti diamputasi. Bungaaaa...!" Bugh, bugh...

Gedubrak...

Awal pagi yang gaduh. Bokong Bunga dapat tendangan kuat dari Emak yang sedari tadi menjadi korban gigi anak gadisnya sendiri. Gadis itu bersungut sungut sakit di atas lantai dingin yang sudah terjatuh dari kasur efek kaki gajah Emak Dahlia.

"Aduh. Mak, kok nendang Unga sih?" rambut keriting Bunga yang dilepas hijabnya kalau tidur, sekarang berdiri awut awutan seperti rambut singa. Berantakan sekali.

"Lah, situ gigit Emak!" Emak Dahlia tak kalah nyolot. Tadi, niat hati cuma mau bangunin anaknya karena hari memang sudah pagi.

Gigit? Bukannya, tangan Dibi yang ia kunyah kunyah? Kenapa jadi daging Emak?

Tunggu dulu, Bunga ingin memastikan. Celingak kanan dan kiri. Lah, kamarnya! Fixed, tempat romantisnya bersama Delon hanyalah mimpi belaka.

"Hiks..." Bunga terisak pelan sembari menggigit gigit kesal ujung bantal gulingnya. Cuma mimpi! Cuma... Bukan kenyataan. Astagfirullah adzim, Bunga ingin kejer tapi malu di depan Emak.

"Anak Emak mimpi basah ya?" Emak Dahlia berujung menggoda. Ia tersenyum geli melihat ada raut kecewa di muka bantal anaknya.

"Apa sih, Emak. Ngaco aja. Kalau basah itu yang pasti di kamar mandi. Aneh!" Sungut Bunga kesal dan mencoba berdiri dari lantai. Bibirnya manyun manyun karena Emak masih mesem mesem gaje.

"Makanya, Nak. Cepat nikah, gaet noh tetangga polisi. Terus, semalam pelukan boncengan itu artinya apa? Ayo cerita!" Emak merapatkan duduk ke kasur. Siap mengkhiba di pagi hari. Semalam, anaknya itu enggan bercerita tentang kejadian kebersamaannya dengan Dibi. Jadi, pagi ini harus bercerita riam

"Nggak ada cerita cerita, Unga mau setor!"

"Maksudnya, setor?" Emak kadang-kadang tidak mengerti ucapan ambigu anaknya.

"Setor di WC, mau ikut?" Bunga menepuk bokongnya diiringi senyum jahil.

"Jorok!" Kepala Bunga mendapat pukulan bantal dari Emak sebelum gadis itu masuk ke kamar mandi kecil yang alhamdulillah ada di dalam kamar sederhananya.

"Eh, kok aku lupa ya?" Emak tepuk jidat. Awalnya, ia membangunkan Bunga karena ada hal sesuatu yang ingin ditanyakan.

Tok tok tok...

"Bungaaaa... Dengar Emak tidak?"

"Iya...!" Bunga menjawab malas dari dalam kamar mandi. Gadis itu nongkrong sembari merenung tentang mimpinya. Tidak di dunia nyata, lewat mimpi pun, ada Arpina dan Dibi yang menghantui. Nasibnya apes terus semenjak ada dua orang itu. Mulai hari ini, Bunga ogah lagi bersangkutan dengan tetangganya itu. Titik. Camkan ya, ogah!

"Bunga, surat motor, kamu taruh di mana?!" Emak kembali berteriak di luar pintu.

Awalnya Bunga malas mendengarnya. Tapi saat mencerna kalimat Emak nya, ia jadi kecacingan di dalam sana. Mampus deh, ah. Surat berharga itu kan masih ditahan oleh Dibi. Haduuh, pusing pala Bunga. Baru juga berniat ingin menjauhi pasangan anak bapak itu, keadaan malah memaksanya untuk mendekat.

"Bunga, dengar nggak?"

Ciprat ciprat ciprat... Pura pura tidak dengar saja. Mandi cubar cubar air. Jangan sampai ketahuan kalau ia pernah ditilang oleh Dibi saat dua minggu yang berlalu. Sebelum kehadiran Arpina, ia dan Dibi memang sudah seperti tom dan jerry. Ribut melulu gara gara Dibi mentilangnya saat itu.

"Kalau uda kelar mandi, kasih ke Emak ya. Mau Emak gadai dulu buat bayar semester kuliahmu."

Lemas sungguh lemas. Bunga tiba-tiba bersedih mendengar suara susulan si Emak. Ternyata, Emak tidak punya uang untuk bayar semester. Bunga jadi kasihan pada perjuangan Emaknya yang sangat bersungguh-sungguh membiayai pendidikannya. Sebenarnya, ia sudah sempat menyerah dan pernah mengatakan ke Emaknya kalau ia tidak lanjut study tidak apa apa juga. Tapi Emaknya yang ngotot, demi bisa menunaikan wasiat sang Bapak katanya. Terus, demi mengubah perekonomiannya yang sedari dulu serba pas pasan.

"Terpaksa deh berurusan duda itu lagi."

Cepat cepat Bunga menyelesaikan acara mandinya. Berpakain hijab, lalu keluar kamar. Celingak celinguk nyari Emak? Alhamdulillah, bokong gemoy Emak tidak kelihatan. Paling sibuk di dapur. Bunga tidak mau ditagih surat motor saat dokumen itu belum ada di tangan. Jadi, hari ini ia akan menyerempet Dibi sampai Dube itu mengasihaninya.

Karena aman, Bunga ngacir keluar rumah. Pagi pagi sudah terpaksa bertamu di rumah Dibi. Ia berharap, Dibi ingin berbaik hati memudahkan jalannya.

"Eh, Tante." Arpina yang membuka pintu, tentu saja sangat terkejut kejut bahagia karena kedatangan Bunga tanpa dipancing pelet, ingin bertamu sendiri.

"Ayo, Tan, masuk. Jangan malu malu kalau niat datang pagi pagi ke sini. Arpina tau kok, kalau Tante pasti mau bikin kopi atau sarapan buat Papa dan Arpina."

Asem nih bocah. Di tarik sampai masuk dapur. Dipaksa bikin sarapan juga.

Terpopuler

Comments

Dewi Sri Marlina

Dewi Sri Marlina

ni bukan bapak nya yg kebelet, tapi anak nya, arpina kebelet pengen punya emak, yg belum arpina sadari, kandidat bunda bunga, hampir mirip dg emak kandung nya pelangi yg pecicilan nya, tpi gaya menolak nya gaya ala2 mentari nenek nya arpina,

2023-04-06

2

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣

2023-03-06

0

ᵉˡ̳𝐀𝐘𝐃𝐀ᴸᴷ⸙ᵍᵏ

ᵉˡ̳𝐀𝐘𝐃𝐀ᴸᴷ⸙ᵍᵏ

yaa loh ya loh Bung🤣🤣🤣🤣

2023-02-07

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!