Bab 15# Untung Bagi Bunga, Apes Buat Dibi

Di parkiran, Dibi gerah dan kepanasan menunggu orang yang sebenarnya tidak penting, tetapi kudu dipenting-pentingkan datang ke kampus menjemput Bunga, demi Arpina tidak ngambek dan ujung ujungnya minta pulang lagi ke Pelangi.

Meninggalkan motornya di parkiran itu, Dibi pun menyelusuri koridor kampus sembari mengetik, "AKU, DIBI." Untuk Bunga baca.

Banyak yang menatap penasaran, kagum terang terangan, bahkan menggoda Dibi dari bibir mahasiswi yang ia lewati. Tapi namanya juga orang yang berkepribadian batu, Dibi hanya cuek bebek melenggang kangkung ke arah cewek yang barusan berbalik karena panggilan orang yang Dibi kenali adalah Delon, adik Denisa yang kebetulan rekan kerjanya di Polres.

"Jadi, kan, kita pergi bersama?"

Wah, Dibi yang mendengar suara Delon jelas kesal dong. Bukan karena cemburu, tapi waktu berharganya akan dipermainkan Bunga. Sudah dibilangin tadi pagi kalau ia akan datang menjemput, malah bikin janji ke Delon.

"Ehem.."

Adu biyung, ada dehaman pria yang tak asing oleh Bunga di belakangnya. Beluman juga menjawab pertanyaan Delon, tapi bencana uda datang. Bunga bawaannya ketar ketir kalau bersangkutan dengan Dibi.

Tapi tunggu, Bunga mau mengkhayal dulu, 'apakah nanti ia akan diperebuatkan oleh dua cowok tampan sekaligus, seperti di novel novel itu?' Bunga berujung mesem mesem sendiri akibat kehaluan kepedeannya.

"Mau beli obat dulu?"

Eh, obat apa maksud Dibi? Gila maksudnya karena ketahuan senyum senyum tanpa sebab? Sialan. Bunga melotot, tapi matanya yang sipit tidak ngefek bagi Dibi.

"Pakai helm dan ayo pergi," titah Dibi harus mutlak untuk Bunga laksanakan.

"Tapi, kami sudah buat janji mau pergi bersama." Delon memprotes.

Nah, kejadiankan khayalannya. Bau bau mau diperebutkan. Antara bangga dan was was yang Bunga rasakan. 'Berkelahi nggak ya?'

"Jelasin ke dia. Siapa yang lebih dahulu yang buat janji." Dibi menahan nahan kekesalannya demi wibawanya di depan orang orang asing.

"Pak Dibi." Bodohnya, Bunga menjawab jujur karena spontan kenyataannya demikian. Membuat Delon cemberut. "Eh, maksud saya__"

"Lama!" Dibi main geret tangan Bunga untuk berjalan bersama. Padahal, Bunga akan menjelaskan baik baik ke Delon. Hiks, gebetan makin jauh. Pasti Delon mulai ilfil padanya. Dan ini gara gara Dibi, respect Bunga kian hilang untuk Dibi. Tengok ke belakang, Delon menatapnya dengan pandangan susah diartikan. Pasti kecewa tuh cowok.

"Kok Bapak datang sih? Kan, aku mau kerja seperti perjanjian kita." Bunga bertanya setelah langkah mereka berada di area parkir. Tangannya masih digandeng Dibi tanpa keduanya sadari.

"Kerja apa?"

"Kerja naklukin hati gebetan yaitu Delon dan saya pasti akan dapet gaji dari Bapak buat tambah tambah bayar semester saya. Lupa?"

"Itu bukan kerja. Tapi murahan." Mulut Dibi memang juara pedasnya untuk Bunga dengar. "Perjanjian itu batal."

"Baahh... Situ menghina?" Andai Bunga banteng, uda diseruduk jauh jauh. Masuk empang dimakan lele. Pusing lagi dah soal uang semester.

"Bukan, tapi kenyataan. Cewek terlihat murahan kalau agresif duluan."

"A__" Bunga tidak jadi memprotes, karena Dibi benar juga menurutnya. Kehidupan sekarang memang jaman now, cewek pun sah sah saja melakukan pendekatan pada orang yang menurutnya disukai, tetapi Bunga termasuk wanita yang ingin diperjuangkan bukan memperjuangkan.

"Jangan banyak pikir. Sampai lebaran ayam juga, otak udangmu tidak nyampai ke sana. Jangan banyak omong lagi, lebih baik pakai helm. Saya mau mengajakmu ke suatu tempat."

Jangan bilang, Dibi jatuh cinta mendadak padanya dan hari ini adalah ngedate pertama mereka. Iihhh... Nggak mau. Meski Dibi termasuk 3M- Macho, Manly dan Mapan, Bunga tetap pada pendiriannya yaitu punya calon perjaka.

" Bapak mau ngajak saya ngedate?" To the point aja dari pada bertanya dalam hati yang tidak ada jawaban. Iya, kan?

"PEDE!"

Amazing, Bunga disembur galak. Untung gerimis Dibi tidak menyimprat ke wajah imutnya. Aman lah dari bau jigong.

"Terus kemana coba? Kan, kita bukan besti yang akrab. Ajakan Bapak hari ini yang secara tiba-tiba sangat mencurigakan. Kalau diajak casting sinetron ku menangis, aku sih mau aja biar dapat uang tambahan buat bayar semester. Tapi kalau diculik dan berujung hatiku diambil, aku mah ogah__hmmpt."

Cerewet sekali. Kuping Dibi jadi sakit. Alhasil, satu permen kopik* dijejel masuk ke dalam mulut Bunga.

" Kok dijejel permen?" Bunga bertanya sembari menikmati rasa manis manis ekstrak kopi itu. Lumayan dapat camilan.

"Biar tidak banyak omong. **** permennya dan ayo pergi. Aku butuh tempat untuk bicara serius padamu."

Karena penasaran juga, Bunga pun menurut. Seperti biasa, ia paling benci naik ke boncengan Dibi. Dada perawan sekalnya bisa bisa bunting. "Tunggu, Pak. Jangan jalan dulu." kata Bunga yang sebenarnya sudah stay di boncengan. Dalam hati, Bunga juga bersyukur karena helm lecet lecet Dibi tidak disadari oleh sang Empu.

Akal Bunga lumayan kali ini. Dadanya selamat dari punggung Dibi karena tas punggungnya ia cangkol bagian depan.

Dibi hanya diam memperhatikan lewat spion.

"Sudah, Pak. Lets go!"

Broomm...

Motor melaju. Tuh, kan, duduk Bunga merosot ke bawah karena jog motor Dibi yang nungging sangat licin. Untung ada tas yang menghadang di tengah, jadi Dada Bunga yang sebenarnya buasuaaar di balik hijab dan baju Over size modis nya tidak pernah terumbar oleh mata pria nakal, selamat kali ini dari punggung Dibi.

***

"Nggak, ah. Aku nolak diantar jemput sama Bapak."

Dibi membawa Bunga singgah di taman sebentar untuk menceritakan syarat kedua Arpina yang bunyi pasalnya, 'Papa harus anter jemput Tante Bunga.' Syarat pertama yang 'Papa nggak boleh galak galak sama Tante Bunga' tidak diceritakan oleh Dibi. Ngapain juga, nanti Bunga bisa gede kepala. Toh, syarat pertama bisa ia langgar kalau Arpina tidak ada di depannya.

"Kenapa nggak mau, hah? Harus mau dan aku tidak menerima penolakan."

"Idih...!" Bunga berdecak kesal.

"Kamu itu untung. Gunakan otak matre mu sebagai cewek. Sudah diantar jemput sama saya otomatis biaya ongkosmu tiap hari bisa utuh." Dibi membujuk. Tapi caranya tetap pada gaya mulut pedas yang tidak ada lembut dan manis manis nya untuk didengar oleh Bunga.

"Saya tetap nggak mau." Bukan tempat sebab Bunga menolak. Fine, uang ongkos memang utuh, tetapi gantinya adalah mati muda. Ya jelas, mulut galak Dibi kan sama dengan toxic yang mematikan. Mumet duluan dirinya membayangkan tiap hari bersinggungan dengan Pak pol galak ini.

" STNK, balik," tawar Dibi dengan datar.

Bunga berpikir dua kali. Tapi ujung ujungnya, ia tetap menggeleng.

"STNK plus dapat gaji tiap bulan, bagaimana?" Keterlaluan kalau Bunga masih menolaknya. Awas saja kalau itu terjadi.

"Wow... Terima nggak ya?" batin Bunga. Imannya sudah goyah mendengar gaji. Lumayan sekali penawaran Dibi. Tanpa gadai surat motor untuk bayar semester dan kerjanya cuma di boncengan, maka dapat gaji. Kerja enak kan ya.

"Bagaimana? Satu juta dalam sebulan. Mau?"

Mendengar nominalnya, Bunga tiba-tiba menggeleng. Satu juta nggak cukup buat nutupin satu semester yang lumayan besar nilainya. Dari pada mati muda, lebih baik tolak tegas.

"Kamu itu bodoh sekali!" Mulai galak lagi.

"Ih, kasar amat omongannya jadi cowok." Bunga menyindir santai.

Tersadar kalau dirinya yang membutuhkan Bunga, Dibi mencoba mengatur nafas demi bisa menguasai emosinya.

"Bagaimana kalau satu semester kuliah mu, aku yang bayar." Tadi kan, Bunga keceplosan menyinggung uang semester. Jadi, Dibi menggunakan penawaran itu.

"Nah, kalau ini aku mau!" Bunga sampai bertepuk tangan riang. Bebas sudah tanggungan Emak.

"Dasar matre!" cibir Dibi.

Anehnya, Bunga malah tercengir alih alih sakit hati dihina. "Kan kata Bapak tadi, gunakan otak matre sebagai cewek. Lupa?" sindir Bunga jumawa. Dibi tidak bisa menjawab karena memang ia yang terlebih dahulu menyinggung kata matre.

Bunga menang banyak dan dia? Apes banyak. Biarkan lah, terpenting anaknya senang.

Ting ... Atensi Dibi buyar saat hape yang ada di sakunya bergetar. Ada chat dari Arpina yang berbunyi, "Pa, sekalian mampir ke toko yang menjual dalema*, ya. Hehe, Mama cuma sedikit masukin ke koper waktu itu. Ajak Tante Bunga yang mengerti soal perempuan."

Ya ampun, Dibi merasa bersahabat dengan kata apes mulai hari ini. Toko dalame* bersama Bunga pula? Sial sungguh sial.

"Pak, kok melamun? Saya uda kirim nomer rekening atas nama kampus, Bapak boleh kirim langsung ke sana biar saya kerja dengan senang hati meski digalakin tiap hari juga."

"Berisik sekali! Itu soal gampang."

Holang kaya mah bebas. Bunga tersenyum jumawa.

"Ikut saya sekarang!"

"Pulang kan, Pak?"

"Bukan. Tapi ke toko can-cut."

"Hah...?" Apa katanya si Dube? "Maksudnya Bapak mau beli dalame* tapi ngajak saya juga."

Sembari berjalan, Dibi mengangguk malas.

"Sekalian beliin BH juga buat saya ya, Pak." Urat malu Bunga memang sudah putus. Anggaplah begitu karena ceplos ceplos mengumbar apa yang seharusnya privasi untuk perempuan, tapi gadis ajaib sableng ini malah minta ditraktir. Kan lumayan.

"Ya...!" Padahal, cuma satu kata. Tapi Dibi merasa berat mengiyakan. Bukan masalah uang, tapi 'anu'. Ah, sudahlah. Bunga kan memang sableng yang tidak tau malu.

Terpopuler

Comments

astri

astri

dibunga ya kadang" emang

2023-04-17

1

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

KIRA2 HYPERTENSI GK TU SI DIBI😂😂😂😂😂😂😂

2023-03-06

0

ᵉˡ̳𝐀𝐘𝐃𝐀ᴸᴷ⸙ᵍᵏ

ᵉˡ̳𝐀𝐘𝐃𝐀ᴸᴷ⸙ᵍᵏ

ya ampun cocok emang pak Dube 🤣🤣🤣🤣🤣

2023-02-10

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!