Bab 5# Jamu Kuat

Sampai rumah, Dibi masih menggerutu tidak jelas di pendengaran Arpina. Bocah itu membiarkan Papanya mengeluarkan ocehannya terlebih dahulu. Baru setelahnya akan bersuara kalau telinganya sudah tidak kuat menampung.

Dengan cuek, Arpina duduk bersila di atas sofa lalu membuka toples berisi keripik singkong yang gurih gurih manis.

"Besok mulai sekolah, Nak. Jadi jangan urus yang tidak penting. Paham maksud Papa?"

Arpina menggeleng tanpa dosa. Membuat Dibi kian tersulut emosi, tetapi ia tahan tahan. Semarah - marahnya dirinya, Dibi tidak akan pernah tega mencubit atau melakukan kekerasan fisik di kulit anaknya. Kalau ngomel, itu mah wajar. Seluruh orang tua pasti pernah marah marah pada anaknya.

"Apa Papa perlu perjelas lagi?"

"Iya, Pa!" sahutnya polos. Lalu kembali mengunyah keripiknya. Ujung jari pun, Arpina jilat karena sayang sama bumbunya yang gurih.

"Hais ... Jangan kebanyakan makan makanan yang ber-MSG. Tidak baik." Dibi merebut toples yang berada di pangkuan Arpina, lalu memutar rapat rapat tutupnya.

Sudah tau kurang bagus untuk kesehatan, kenapa disediakan? Arpina ingin memprotes demikian, tetapi diurungkan karena Papanya kembali berkata, "Jangan main comblang comblangan! Itu maksud Papa, Arpina."

"Tapi kenapa? Kan Arpina punya Mama baru." sahutnya begitu polos. Tidak paham wajah kesal Papanya. Mungkin kalau punya mata ajaib, maka Arpina akan sudah bisa melihat tanduk kemarahan di kepala Papanya di iringi asap dari lubang hidungnya.

"Arpina, kamu masih kecil, Sayang." Dibi masih berupaya menjelaskan dengan lembut. "Anak kecil tidak boleh ikut campur urusan orang dewasa. Paham, Nak?"

"Oh, paham. Itu tandanya, sebaliknya dong, Pa. Orang dewasa pun tidak boleh ikut campur urusan anak kecil. Begitu kan rumusnya?"

"Arpinaaaaa!" Dibi terpekik dalam hati. Andai orang lain di depannya, sudah ia smackdown ke lantai. Nasib punya anak pintar, ya beginilah. Ada saja caranya mematahkan omongannya. Dari pada pusing memberi tahukan Arpina yang seperti sengaja mengelak, lebih baik biarkan saja apa yang akan dilakukan anaknya tentang mak comblang mak comblangan konyol itu. Hah... Berendam lebih baik. Kruyuk... Tapi lapar duluan.

"Pa, uda nih ngomelnya?"

Dibi memijit pangkal hidungnya. Anak nya ini malah bertanya demikian. Seperti menyepelekan kemarahannya. Ck, gara gara selalu dekat sama tuh cewek tetangga, Arpina ikut sableng.

"Sudah. Papa lapar. Sushi yang papa pesenin lewat go foo* masih ada, kan?"

Arpina tercengir kuda memperlihatkan gigi putihnya. Lalu berkata, "Habis, Pa."

Lengkap sudah kesialannya. "Sebanyak begitu, habis?" Dibi tidak percaya kalau anaknya serakus itu.

"Ho'oh, di makan sama Tante Bunga. Doyan dia, Pa."

Bunga Kamboja itu lagi yang jadi biang keroknya.

"Sama kayak Papa, kan? Favorit Sushi."

Mulai hari ini, Dibi ogah makan itu lagi. Entah kenapa, mendengar nama Bunga membuat hatinya dongkol, padahal tanpa sebab jelas. Intinya, mah... Ini gara gara Arpina yang tiba-tiba mencap Bunga kandidat ibu tiri. Dibi kan bukan abg yang bisa atau mau dijodoh-jodohkan.

"Papa mau mandi biar adem."

"Silahkan, Pa. Setelahnya kita jalan jalan ya." Rencananya, Arpina cuma mau ke kios jamu Emak Dahlia. Biasa, memata matai Bunga. Apakah sama pelanggan bertingkah genit demi keuntungan semata atau tetap pada sikapnya yang tidak mudah baper? Ingat, misi negara eh misi mak comblangnya harus benar benar menghasilkan mama tiri yang berbobot. Bukan gampangan.

"Eum," sahut Dibi. Memang ada rencana keluar. Tapi buat beli makanan. Demi menghilangkan suntuk, makan di luar mungkin solusinya.

Sampai di kamarnya, Dibi tidak langsung mandi. Tarik hape lalu video call sama Mamanya.

"Hai, Sayang." Senyum Mamanya begitu lebar. Geser dikit, Ma. Aduh, di belakang sana ada Guntur dan Pelangi - mantan istrinya sedang masak bersama di dalam dapur. Mesra sekali.

Tut...

Dibi langsung mematikan hape . Tidak minat lagi curhat sana sini sama Mamanya. Melihat Pelangi, entah kenapa rasa sesalnya itu masih ada. Trauma sendiri ingin berhubungan serius dengan wanita lain. Bukan tidak bisa move on, ia hanya takut kegagalan dan berakhir menyakiti hati Pelangi Pelangi lain di luar sana. Biarkanlah ia menduda sampai waktu tak terhingga.

Ting...

"Kok dimatiin?"

"Salah pencet, Ma. Tadi rencana mau Video call sama rekan kerja," balas Dibi berbohong di chat Mamanya.

"Oh, tapi Mama rindu. Ayo kita videoan."

"Lagi sibuk, Ma. Nanti aja ya."

"Begitu ya. Ya sudahlah, Mama hubungi Arpina aja."

"JANGAN! Arpina lagi belajar. Besok hari pertama sekolah."

"Baiklah."

Akhirnya, Mamanya percaya juga. Dibi cemas kalau Mama dan anaknya itu saling sapa sekarang, berabe. Secara, Arpina pasti akan cerita ini dan itu dan ujung ujungnya juga pasti akan membahas Bunga. Big no!

***

"Eh, Pa. Stop dulu."

Ckiit...

Motor BMW R 1200 RT yang dikendarai Dibi, mendadak ngerem karena Arpina yang ada di boncengannya tiba-tiba terpekik sembari memukul pelan pundaknya.

"Ada apa?" Makan sudah, main sudah. Beli peralatan sekolah pun, sudah. Anaknya ini mau apa lagi memberhentikannya, apa ada yang kelupaan?

Arpina sudah di bawah boncengan dan melepas helm. Dibi belum sadar kalau motornya itu berhenti di depan kios jamu milik Emak Dahlia. Ada Bunga pun di dalam kios. Berjongkok, sembari mencuci gelas bekas ngejamu para pelanggan.

"Sebelum pulang, Papa ngejamu dulu. Kasihan Emak, sudah malam tapi kiosnya masih buka. Sepi ini juga. Ayo, Pa!"

"Eh__"

Ck... Dibi berdecak. Anaknya itu main ngacir ke kios. Nyesal dah mengindahkan tepukan Arpina tadi. Mau tak mau, Dibi pun memarkirkan motornya di tempat aman.

"Malam, Emak!" Sapa Arpina ke Dahlia. Bunga yang sibuk mencuci gelas di sisi kanan kaki Dahlia, tidak mendengar salam pelan Arpina.

"Neng geulis, kamu di sini? Ayo duduk, duduk!" Antusias sekali Dahlia menyambut bocah jelita itu. Tanpa sungkan, Arpina pun duduk di kursi plastik yang berjejer di depan kios kecil itu.

"Eh, ada Pak Dube eh Pak Dibi juga. Duduk, Pak. Nanti tak kasih jamu."

Demi kesopanan kepada orang tua, Dibi pun menurut manis diiringi senyuman tipisnya. Toh, Bunga tidak ada ini.

Sembari membalas senyuman itu, kaki Dahlia sedikit menendang bokong anaknya. Kode, supaya berdiri cepat. Ada Dube, woi. Elah, ngimpi apa semalam, calon mantu pertama kalinya mampir ke kios kecilnya.

"Ada pelanggan ya, Mak?" tanya Bunga sembari berdiri cepat dan astaga... Ada saitoni tampan dan jelita. "Yasin wal qur'anil hakim___"

"Huzzz..." Emak langsung membungkam mulut Bunga yang spontan membaca ayat kursi dengan cara menginjak kaki Bunga di bawa sana. Dikira setan kali yang perlu di usir. Wong kasep kok di samain makhluk halus.

Hah... Di kira Bunga tidak ada, taunya muncul tuh wajahnya tepat di depan duduknya. Malas jadinya. Dibi memilih sibuk main hape aja.

"Hay, Tan." Sapa Arpina ramah sekali.

Bunga tersenyum kikuk membalas Arpina. Ke Papanya, Bunga sedikit memberi tampang masam. Entah sadar atau tidak, bodo amat.

Aduh, kenapa pakai mules segala ya. Padahal ada calon mantu. Sedikit berbisik ke Bunga, Emak Dahlia ngacir keluar kios, nyari MCK.

"Arpina mau jamu?" Pembeli adalah raja, jadi Bunga mencoba bersikap profesional. Perkara password I lovu you, sudah lewat maka lupakan saja.

"Mau, Tan. Jamu upik rasa strawberry."

"Oke siap!"

Tapi sayang, ramahnya Bunga kali ini hanya ke Arpina. Badung badung juga, wajah Arpina itu menggemaskan di mata. Kalau lagi bersikap kalem, Bunga sebenarnya suka sama tuh anak. Suka lihat cantiknya, maksudnya. Bunga jadi penasaran wajah Emak tuh bocah. Anaknya saja jelita begitu, bagaimana induk nya ya? Dan Bunga semakin penasaran lagi, kenapa Bapak nih bocah bisa jadi Duda Beken. Nanti lah kapan kapan Arpina ia ulik.

"Pakai beras kencur nggak?"

"Boleh deh."

Racik-racik, jadi deh di gelas. "Ini, bismillah dulu baru di minum. Takut ada setan!"

Ngomong setannya kenapa harus menatap wajahnya? Dibi kesal dalam diamnya.

"Saya mau jamu yang bikin kuat!" Dibi hanya spontan memesan tidak tau aja kalau pesanannya itu terdengar ambigu.

"Kuat apa, Pak? Di kasur?" Oups, cepat cepat Bunga menggigit lidahnya pelan. Pertanyaannya itu loh, menjurus yang iya iya. Lah, sama siapa Pak Dube akan banting bantingannya? Kan duda!

"Kuat di mana pun."

Glekk...

Pak Dube makin melantur. Di mana pun katanya. Itu tandanya, si Dube ini tukang celap celup seperti teh sariwang*? Masuk lubang satu pindah ke lubang lain? Ajdrjfkd... Bunga kok jadi mual membayangkannya.

"Baik, Pak." Sekali lagi, pelanggan adalah raja. Bunga bersikap profesional. Aduk, aduk, aduk. Serbuk jamu herbal yang mujarab andalan kios Emak, air panas dikit, dan sari sari air jamu tercampur di gelas. Dibi tidak tau akan mendapat masalah besar untuk dirinya kalau minum tuh racikan manjur dari Bunga.

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

ADA DARAH PELANGI DI TUBUH ARPINA, WAJAR PINTAR.

2023-03-06

1

Bu latif

Bu latif

sumpah bikin cengar cengir sendiri author memang kocak gk kaleng"

2023-02-27

0

ᵉˡ̳𝐀𝐘𝐃𝐀⸙ᵍᵏ

ᵉˡ̳𝐀𝐘𝐃𝐀⸙ᵍᵏ

kuat Anue🏃🏃🏃🏃🏃🏃

2023-02-03

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!