Sementara itu Renata
merasa, semakin dia dekat dengan Bram, makin terasa kesedihan itu. Dia tidak tahu
kenapa bisa begini. Dia belum bisa berdamai dengan hatinya. Apalagi hari-hari
ke depan, dimana seharusnya dia sedang sibuk mempersiapkan untuk pernikahannya.
Ah....
Tak sadar, air matanya kembali
menetes, dan Bram menoleh
“Ren... dua kali aku melihat
air matamu hari ini. Ada apa sebenarnya...?” tanya Bram dengan hati-hati.
Tangannya memegang tangan Renata.
Renata tidak menjawab,
dia berusaha menahan agar air matanya tidak kembali menetes, dan menoleh ke
arah Bram sambil tersenyum miris menggelengkan kepala.
“Gak papa mas. Aku cuma
terbawa suasana saja.”
“Kamu tidak sedang
berbohong kan Ren..?”
“Maksud mas Bram...?”
Bram menghela nafas
berat. Hatinya kembali sakit melihat air mata Renata.
“Kenapa kamu gak mau
jujur Ren...?” Tanya Bram pelan
“Apa yang mau mas Bram tahu.....?”
Renata balik bertanya.
“Sudahlah lupakan saja. Gimana
kalau kita duduk di saung itu sambil pesen minum dan makanan. Kayaknya lebih
enak ngobrol disana sambil selonjoran.” Bram berusaha mengalihkan pembicaraan
agar Renata tidak merasa didesak.
“Oke...” Jawab Renata
sambil bangkit berdiri
Setelah duduk di saung
Bram memesan minuman dan snack. Mereka ngobrol-ngobrol ringan sambil menikmati
minuman. Renata berusaha melupakan sejenak rasa sakit hatinya pada Adhitya. Dia
merasa tidak enak dengan Bram. Tiba-tiba ponsel Renata bunyi nada panggilan. Setelah
dibuka ternyata dari Tia.
“Ya... Tia. Aku lagi di
luar..”
“............”
“Kunci aku titip di reception.
Oke aku bentar lagi balik ya...”
Renata menutup ponselnya
dan menoleh ke arah Bram.
“Mas... Tia sudah di
hotel, kita balik sekarang..?”
“Ayuk... ini juga sudah
sore. Lama-lama dingin juga di sini. Mana kamu gak pakai jaket lagi..”
Mereka pulang menuju
hotel untuk bergabung dengan Tia dan Arya. Setelah sampai di hotel, mereka
masuk ke kamar masing-masing untuk istirahat.
“Gimana Ren.., tadi kemana
aja sama mas Bram..?” tanya Tia setelah Renata di kamar.
“Yaaa... cuma nongkrong-nongkrong
aja. Kamu bener lagi persiapan mau nikah.?”
“Siapa bilang..?”
“Tadi mas Bram bilang
kalau kamu sama mas Arya lagi nyicil-nyicil buat persiapan nikah.”
“Sebenernya masih agak lama
Ren. Aku pengennya gak buru-buru nikah. Tapi..... mas Arya yang minta cepet. Sudah
umur katanya. Jadi ya.... itung-itung mumpung di Bandung, sekalian ada perlu..”
“Hhhmmm...enak ya yang
sudah mau nikah... Tapi bener juga pikiran mas Arya.” kata Renata dengan suara
sendu. Tia paham maksud Renata, karena sebenarnya kalau tidak ada pengkhianatan
Adhitya, maka Renata pun dalam beberapa bulan mendatang akan menikah juga.
Tiba-tiba Tia memeluk
pundak Renata begitu melihat wajah Renata terlihat muram.
“Renn... saatnya untuk
kamupun akan datang. Yakinlah... kamu tinggal buka hatimu saja.” Kata Tia pelan
sambil mengelus punggung Renata, sementara air mata Renata menetes pelan-pelan.
“Renn... jangan begini
terus dong...” Tia makin mengetatkan pelukannya, dia sangat iba melihat wajah
sahabatnya.
“Semakin mendekati hari
yang harusnya aku nikmati, rasanya makin menyakitkan Tia. Saat itu hanya
tinggal kira-kira tiga bulan lagi kan....?” Renata makin terisak. Tia pun tak
sanggup melihat kesedihan sahabatnya. Air matanyapun ikut menetes. Keduanya diam,
tidak tahu harus berkata-kata apa. Tia dapat merasakan kesedihan sahabatnya.
“Ah... sudahlah... kenapa
aku jadi merusak suasana bahagia kamu Tia..” kata Renata sambil melepaskan pelukan
Tia.
“Ngomong-ngomong apa yang
bisa aku bantu..?” tanya Renata.
“Masih lama kok Ren. Ntar
aja kalau sudah dekat, pasti aku minta bantuan kamu. Sekarang rasanya belum
perlu.”
“Lho emangnya kapan kamu
merried?”
“Yaaa... paling lama
sepertinya setengah tahun lagi. Tapi kan mesti ada yang harus aku siapin.
Apalagi mas Arya sangat sibuk, jadi kalau gak nyicil-nyicil takut keteter
nantinya..”
“Berarti...harusnya kita
hampir berbarengan nikahnya ya....kok bisa....” kata Renata sambil tersenyum
sedih. Tia mengusap-usap bahu Renata.
“Sudah Ren....gak usah
dipikirin. Everything to be allright. Oke... Came on baby...?”
Keduanya melanjutkan obrolan
dengan asyik. Karena Tia pintar membuat suasana nyaman, akhirnya Renata dapat
melupakan kesedihannya yang tadi tiba-tiba muncul.
“Eh...udah sore, mandi
gih gantian. Ntar kita jalan-jalan. Kita nikmati malam minggu dengan kulineran
di Garut. Banyak makanan enak lho di sini. Kapan lagi nodong bos minyak... heee....”
“Ish... kamu paling
bisa... dah, aku mandi dulu..” kata Renata sambil siap-siap mau mandi.
Malam hari, mereka ber
empat menikmati jalan-jalan di Garut dengan kuliner yang enak dan beragam dan
dilanjutkan dengan ngobrol-ngobrol ringan. Mereka berusaha menciptakan suasana
yang menyenangkan agar Renata dapat melupakan kesedihannya.
Minggu pagi mereka kembali
ke Bandung untuk menikmati suasana di Bandung dan Lembang.
Bram masih ingin mengajak
Renata jalan-jalan, sedangkan Arya dan Tia langsung balik ke Jakarta.
Acara ini sungguh membuat
Bram merasa senang, karena bisa makin dekat dengan Renata, meskipun Bram merasa
Renata masih suka membuat jarak di antara mereka. Tapi Bram tidak berputus asa.
Dia bertekat akan terus memperjuangkan untuk memiliki Renata sepenuhnya, meskipun
dia harus bersabar. Tapi tidak apa-apa. Itu akan dia lakukan demi Renata.
Apalagi ada orang lain yang juga sedang berjuang untuk mendapatkan Renata, yaitu Erwin. Ini membuat
Bram semakin bersungguh-sungguh dalam menunjukkan rasa cinta dan perhatiannya
pada Renata.
“Ren kita ke tempat yang
aku janjikan kemarin, mau gak....?” tanya Bram
“Yang mana mas...?”
‘Waktu malem-malem kita nongkrong
lihat kota Bandung dari atas. Aku kan janji mau ngajak ke tempat lain lagi.
Tapi lebih tinggi dan lebih dingin, bagaimana... agak jauhan sih....?”
“Boleh saja mas. Mumpung
lagi di sini....”
“Oke. Kita makan siang di
sana saja ya. Suasananya lebih enak, bikin nafsu makan gede...”
Bram pun melajukan mobilnya
ke arah yang dituju. Melalui jalan yang berkelok, kemudin berbelok masuk ke jalan
yang lebih sempit. Untung jalanan bagus. Renata sangat menikmati pemandangan di
sepanjang jalan yang semuanya serba hijau, menyegarkan mata. Bram membiarkan
Renata dengan kesyikannya sendiri, dan tak menyadari kalau perjalanan sudah sampai.
“Ayo Ren turun... sudah
sampai...” suara Bram pelan
“Hah.... kok cepet
mas.... katanya jauh.....”
“Ya..... kamu asyik
tengok kiri kanan... jadi gak kerasa kalau jauh. Sudah yuk...kita makan dulu, sudah
siang nih...”
“Abisss... pemandangannya
bagus banget mas.... jadi gak kerasa.....” kata Renata sambil mengikuti langkah
Bram menuju tempat makan. Mereka memasuki rumah makan yang cukup besar.
“Kamu akan lebih kagum
lagi kalau makan di sini. Lihat itu dibelakang, kita makan menghadap ke sana...”
kata Bram sambil menunjuk ke arah belakang rumah makan dengan pemandangan hutan
pinus yang sangat bagus. Renata sangat senang dengan suasana di sini, apalagi
dengan udara yang sangat segar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Amarantha Chitoz
move dooooonggggh..../Frown//Frown//Frown/
2024-08-18
0
Whi Tut
penghianat di ingat" trus..hadeh
2022-05-12
0
Atien Boenjamin
kalau lama2 gak bisa luluh mending pergi aja Bram.biarkan mungkin belum jodoh.masa di deketin tapi masih gak ada respon kasihan Bram nya
2021-12-13
0