Seminggu lebih kejadian
di gereja telah berlalu. Dan siang ini Tia dan Arya sudah sepakat untuk
mempertemukan Renata dan Bram dengan cara makan siang bersama tanpa
sepengetahuan Renata.
“Cepet Ren mumpung boss
gak ada, kita keluar sekarang yuk.” Tia mengajak Renata makan di luar kantor.
“Gak sabar amat
sih....!!!!” Kata Renata sedikit cemberut
“Keburu abis waktu
istirahat...”
Setelah sekitar duapuluh
menit, keduanya sampai di restaurant langganan dan mencari tempat duduk di pijok
yang menjadi favorit mereka. Sedang serius memilih makanan di daftar menu,
datang Arya berdua dengan Bram ke meja mereka. Tia dan Renata menoleh. Dan saat
tatapan mata Bram bertemu dengan Renata, ada desiran halus di dadanya, melihat
mata sendu yang memperlihatkan ada luka di dalamnya.
“Eh... mas, duduk yuk.
Ren kenalin ini temen mas Arya. Mas Bram ini temenku, kenalin.” Kata Tia sambil
berdiri.
“Bramantyo...” Sambil
mengulurkan tangannya.
“Renata....”
“ Kalian sudah pesan apa?
Kita ngikut aja, atau Bram kamu mau apa? ” Tanya Arya
“Eeemmm... ter...terserah
apa aja ngikut” Jawab Bram sambil sedikit gugup, karena tertangkap basah Arya
dia sedang memandangi wajah Renata yang tertunduk asyik dengan ponsel di
tangannya.
“Eeeiiittss... knapa jadi
gugup loe? Gak ada menu terserah...” Jawab Arya menggoda Bram.
“Kamu pesen apa Ren?
Terserah juga, ........?” Goda Arya
“Biar Tia aja yang pesen
mas, udah apal kok dia. Aku ngikut aja....” Kata Renata lembut sambil melirik
Tia.
“Yaaakk.... oke makanan
udah, tinggal masing-masing mau minum apa?” Kata Tia sambil menyodorkan daftan
minuman ke tengah meja.
Setelah semua lengkap, sambil menunggu pesanan datang,
mereka terlibat dalam obrolan. Hanya Renata yang terlihat diam mendengarkan
obrolan teman-temannya, sekali-kali jawab kalau ada pertanyaan.
“Ren ini mas Bram yang
pernah aku omongin dulu, yang mau ku kenalin sama kamu. Dia sohib mas Arya,
malah bisa disebut kayak sodara cuma beda emak sama bapak doank. Eeiiitss..
satu lagi, beda urat. Maksud gue, yang satu urat boss, yang satunya urat malu.....haaa....”
Bram sama Arya tertawa
ngakak mendengar omongan ngacau Tia, sementara Renata hanya tersenyum seperti males-malesan
dengan menarik sudut bibirnya sedikit. Cuma untuk menghargai guyonan sahabatnya
saja, sedangkan pikirannya melayang entah kemana.
“Dan mas Bram, Renata ini
sahabatku yang paling....eeemmm..paling apa yah...paling smuanya dech...Yang
jelas paling baik...tapi paling bawel juga....`”
Sampai dengan pesanan
datang, mereka masih ngobrol seru .
“Yuk dimakan, dah laper
nih. Sengaja tadi kosongin perut biar muat banyak..” Kata Arya
“Lho kok Rena cuma makan
itu..” Tanya Bram setelah melihat piring Rena cuma berisi salad buah.
“Rena beda mas..kalau
makan ikan aja dia paling doyan. Cuma di sini ikannya kurang enak, jadi dia gak
mau pesen.” Jawab Tia karena Rena cuma diam.
“Ini sudah cukup kok..”
Rena menjawab pendek sambil terus mengunyah makanannya.
“ Ajak donk kita makan
ikan di tempat langganannya mas Bram itu.., di mana mas aku lupa. Yang dulu
kita pernah makan itu. Enak lhooo ikannya. Segar-segar lagi..”
“ Kamu aja kalo soal
makanan paling inget, gak ada yang boleh lewat.” Tiba-tiba Arya menyahut omongan
Tia.
“Lhooo iya kan mas, ikan
di situ enak. Mas Arya aja cuma makan ikan gak pake nasi, mana ambil yang porsi
gede lagi”
“Oke..oke..kapan kalian
mau. Ada lagi tempat yang lebih enak dan bagus. Cuma agak jauh lokasinya..”Bram
memotong perdebatan Tia dan Arya.
“Gak sejauh hatimu padaku
kan mas...ya gak Ren” Kata Tia tertawa sambil melirik Renata dan menyikut
pinggangnya, karena Renata makan sambil menunduk terus memandangi piringnya
“Uuupss...ke... kenapa?” Tanya
Rena yang dari tadi makan salad tanpa ikut komentar menjawab sedikit gugup
dengan pertanyaan Tia. Tia tertawa melihat muka Renata terlihat bengong.
“Laaahhh...makan sambil
ngelamun. Mikirin apa sih non? Direktur baru yang ganteng mah gak usah
dipikirin. Dia juga udah ada yang mikirin makan siangnya kok, ada sekretarisnya
tuhhh.... Jauuuhhh... mikir yang deket aja..”
“Apaan sih...ngaco aja..”
Jawab Rena sedikit sewot sambil mulutnya manyun
Dalam hati Bram, lucu
juga nih cewek kalo lagi sewot. Wajahnya kelihatan sangat imut dan lucu. Tanpa
sadar bibirnya tersenyum sambil matanya tetap memandang Renata. Hal ini membuat
Renata merasa grogi dan pengen lari dari hadapan Bram.
“Heeiii...ngapain loe
senyum-senyum sendiri. Kesambet ya....?”Ttiba-tiba Arya menyodok pinggang Bram
di sebelahnya. Bram malu karena ketahuan lagi dari tadi melihat ke arah Renata
terus yang duduk persis di depannya. Dan tanpa sadar Renata melihat ke arah Bram,
yang kebetulan juga sedang memandang wajahya sehingga tatapan mata keduanya
bertemu. Ada desiran halus di hati Bram. Mata itu..., seperti mata kucing. Tapi
kucing yang sedang terluka, dan luka itu tidak dapat disembunyikan sehingga
terpancar di matanya. Kata Bram dalam hati.
Renata salah tingkah,
kemudian langsung memalingkan wajahnya. Menghindar dari tatapan Bram.
“Wooiii... gimana nih
urusan makan ikan? Kok jadi malah pandang-pandangan gitu sih? Kapan mas Bram?” Tiba-tiba
Tia menyadarkan Bram dan Renata, yang membuat keduanya salah tingkah.
“Heiii... ada apa?” Tanya
Bram sambil heran.
“Loe dari tadi ngapain
aja Bram.... gak dengerin orang ngomong...” Arya meledek Bram yang membuat Bram
garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Waaahhh... mas Arya
rupanya kita salah ajak orang nih makan di sini. Yang satu ngelamun, eh yang
satunya bengon mikirin anak orang. Nyesel dah gua....” Kata Tia sambil geleng-geleng
kepala, sedangkan Arya cuma nyengir denger ocehan pacarnya.
“Ada apa lagi calon
nyonya Arya.... kok sewot mulu perasaan dari tadi. Gak dapat jatah dari Arya.?”
Tanya Bram lagi
“Laaahhh ini si Rena
mikirin direktur ganteng, eh mas Bram gak tau mikirin siapa. Diajak ngobrol
pada gak konek... eehhh.. gak tauya malah padang-pandangan berdua. Atau
jangan-jangan kalian pada saling mikirin ya.....?” Tia berkata sambil mencolek
pipi Renata. Mendengar ocehan Tia, muka Renata memerah menahan malu, tapi juga
kesal dengan sahabatnya yang bawel itu.
“Isshh... ngapain sih...
udah selesai kan makannya?. Kita mesti cepet-cepet balik Tia, keburu bos
dateng...” Rena menjawab sambil mengalihkan topik bahasan, karena ingin buru-buru
pergi dari tempat itu, apalagi dari hadapan Bram, yang membuat Tia dan Arya
makin gencar meledeknya karena salah tingkahnya.
“Eeeiitts... tunggu sayang.....
Udah gak sabar ya pengen cepet ketemu direktur ganteng. Kita belum ada
kesepakatan nih sama mas Bram..” Jawab Tia.
“Loe ngapain sih
nyebut-nyebut direktur mulu... kurang kerjaan..!” Renata mulai sewot dengan
omongan sahabatnya. Memang Tia orangnya baik, tapi kadang mulutnya sedikit
bocor dan blong. Apa yang ada di pikirannya kadang langsung keluar dari
mulutnya. Untung saja Renata sudah paham dengan tabiat Tia. Jadi biasanya
omongan Tia cuma masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Gak usah dimasukin ke
hati, meskipun kadang ngeselin dan bikin malu. Seperti saat ini, omongannya
lebih ngaco, apalagi soal direktur ganteng dan soal pandang-pandangan dengan
Bram, yang membuat Renata gemes. Karena dia memang tidak ada apa-apa dengan
direktur ganteng. Renata selalu menghindar tiap kali direktur itu mendekatinya
dengan berbagai alasan. Dan Tia sangat paham dengan hal itu. Bahkan sering
membantu menghindar dengan segala akal bulusnya.
“Gimana mas, kapan mau
ngajak makan ikan. Mumpung Rena masih punya hobby makan ikan lho. Repot ntar
kalo dia ganti hobby makan orang.. haa....”
Rena diam saja sambil
menghela napas panjang denger omongan Tia, dan Tia paham kalau Rena sedikit
kesal dengan omongannya. Tapi sebenernya maksud Tia untuk mencairkan kekakuan antara
Bram dan Renata. Selain itu juga biar ada momen lagi pertemuan antara Bram
dengan Rena, makanya dia terus mendesak Bram.
“Oke... sekarang juga
boleh. Ayuukkk...” Jawab Bram
“Itu mah kelihatan gak
iklas mas. Udah tau abis makan, nawarin makan lagi. Lagian ini masih jam
kantor. Emang mas Bram yang punya kantor sediri....?” Jawab Tia cemberut
“Oke kamu yang atur waktunya.
Aku sama Arya tinggal ngikut aja. Gimana Ar..?”
Arya hanya mengangkat ke
dua bahunya tanda setuju
“Rena kamu maunya kapan?”
Tanya Tia sambil menoleh ke arah Renata
“Haa... knapa aku...?” Jawab
Rena bengong tapi cuek
“Yaaahhh... percuma
ngajak ngobrol orang oon...” Kata Tia sambil menowel hidung Rena yang dibalas
dengan cubitan di pinggang Tia.
“Oke kalau begitu atur
aja waktunya. Begitu fix info ke aku ya..” Kata Bram akhirnya. Dia tidak tega
kalau Renata di bully terus oleh Tia.
“Asshiiaaappp boss..”Jawab
Tia.
Setelah ngobrol-ngobrol
sejenak, mereka memutuskan pulang ke kantor masing-masing lagi, karena jam istirahat
hampir selesai.
“Ayo aku antar dulu
kalian ke kantor biar cepet,” Kata Bram.
Berempat menuju tempat
parkir dan masuk ke mobil Bram, menuju ke kantor Rena dan Tia.
“Makasih mas udah
ditraktir.” Kata Tia pada Bram setelah turun dari mobil di depan lobby kantor.
Bram menoleh ke arah Renata
sambil tersenyum. Rena juga membalas senyum sambil berkata pelan. “ Makasih mas
Bram. Yuk mas Arya, trims juga ya.” Kemudian keduanya memasuki lobby kantor.
“Gimana Bram...?” Tanya
Arya setelah keluar dari arena kantor Rena dan Tia
“Apanya yang gimana?”
“Kesan dan pesan loe ke
Renata...haaa....” Kata Arya sambil tertawa
“Si mata kucing yang
terluka. Yaaa....loe liat aja ntar endingnya gimana. Yang jelas gua mau
perjuangkan Renata” jawan Bram sambil menghela nafas.
“Teruss....lanjutannya.???
Kamu berniat serius kan, gak main-main.???’ Tanya Arya lagi.
“Emang aku ada tampang
tukang mainin cewek..???”
“Lhooo...siapa tahu,
sekarang loe udah tambah pinter.”
“Gak...aku niat serius.
Rasanya baru kali ini aku bener-bener gak bisa berkutik. Loe mau kan bantuain...???”
“Oke....ntar sama Tia aku
pasti bantuin perjuangan loe.”
“Aku sebenernya kasihan
juga sama Renata. Orangnya baik dan gak macem-macem, dasar lakinya saja yang
kurang ajar. Ke luar negri bukannya bener, eeehhhh....tahu-tahu nikah di sana. Mana gak ada omongannya lagi....gimana
coba gak shock...” Kata Arya dengan muka kesal.
“Yaaaa....siapa tahu ada
alasan yang kita sama-sama gak tahu Ar...”Jjawab Bram.
“Yaaa...alasannya memang
dia gak setia..”
“Memang dia nikah sama
siapa...?” Tanya Bram penasaran.
“Katanya sih sama mantan
pacarnya yang sama-sama kuliah di sana. Aku juga gak begitu jelas. Tahu-tahu
ada yang kirim foto nikahan mereka. Hanya itu yang sampai ke Renata. Padahal
rencananya, setelah pulang dari luar negri, mereka mau tunangan, dan beberapa bulan
kemudian, dua atau tiga bulan, mereka mau nikah. Kamu pernah merasakan kan,
dulu bagaimana rasanya...?” Cerita Arya panjang lebar.
Bram mejadi sedikit lebih
tahu latar belakang Renata.
“Ya.....kalau kita
laki-laki mungkin bisa lebih rasional, tapi kalau cewek? Kamu saja yang
ngalamin, butuh waktu sekian lama, baru sekarang ketemu Renata, mulai terbuka
lagi...”
“Rasa-rasanya aku bisa
lebih memahami kalau ceritanya begitu. Sepertinya hampir sama jalan ceritanya.
Mirip-mirip, semoga saja....” kata Bram pelan sambil membayangkan kembali wajah
Renata dengan mata sendunya.
****
“Ren gimana kesan loe
dengan mas Bram?” Tanya Tia setelah duduk di ruang kerjanya
“Heeemm...biasa aja”Jawab
Rena cuek sambil tetap membaca berkas-berkas yang ada di mejanya, dan sekali-kali
melihat di layar laptopnya.
“Maksud gue gimana gitu,
orangnya...., penampilannya... atau apanyalah gitu....” Desak Tia lagi
“Sssstttt... udah jangan
berisik. Gua lagi repot nih. Dokumen besok pagi harus sudah siap.” Jawab Renata
tanpa menolehkan kepalanya.
“Tapi......”
“Udah dech Tia... please.....
jangan sekarang....” Jawab Renata dengan muka memelas.
“Oke... oke.... next kita
omongin lagi ya...’ Jawab Tia sambil ngeloyor pergi
Setiap kali Tia menanyakan
tentang Bram pada Renata, selalu tidak dijawab dan Renata menghindar dari
pertanyaan-pertanyaan Tia dengan cara menyibukkan diri dengan dokumen-dokumen
yang menumpuk di mejanya. Akhirnya Tia pun menyerah, tidak lagi menanyakan pada
Renata, karena dia berpikir, toh mereka baru bertemu sekali, itupun hanya sekedar
makan siang. Tia menghibur diri sendiri. Maka Tia akan berusaha terus untuk
mempertemukan kembali Bram dengan Renata di hari-hari berikutnya dengan
berbagai alasan. Dan upaya ini didukung oleh Arya, yang memang sangat senang
kalau Bram bisa menjadi pacar Renata, bahkan sukur-sukur berlanjut sampai menjadi
suami istri.
Dan sore itu Tia masih
mengejar pertanyaan tadi siang yang belum putus, karena dia masih penasaran.
Kebelulan pekerjaan sudah selesai dan tinggal tunggu jam pulang.
“Ren... masih nyambung pertanyaanku
yang tadi siang, kamu belum jawab...”
“Pertanyaan yang mana
lagi Tia....????”
“Jangan pura-pura lupa
ya.... tentang mas Bram...”
“Apanya yang mau kamu
tanyain bawel...!!!”
“Soal mas Bram... menurut
kamu gimana..???”
“Apanya yang gimana? Kan
ketemu juga baru sekali, itupun cuma sebentar, terus pendapat yang gimana
lagi?”
“Berarti perlu ketemu
lagi ya, biar kamu punya pendapat...???” Ledek Tia, yang membuat Renata sedikit
sewot.
“Udah ah.... ngaco aja
kamu kalau ngomong...!!”
“Tapi ini aku serius... Kalau
misalnya mas Bram ternyata naksir kamu... terus kamu gimana, mau terima
gak...?”
“Ah.... udah... gak usah
ngomongin itu lagi...!!!”
“Ren... aku serius... kalau
mas Bram bener-bener jatuh cinta sama kamu, kamu mau mencoba kan...??”
Renata diam tidak menjawab.
Dia hanya menghela nafas panjang.
“Gak usah berandai-andai
Tia. Aku gak mu mikirin dulu....”
“Ren... mas Bram orangnya
baik. Aku kenal betul sama dia. Jadi terus terang... aku berharap kamu mau
mencoba membuka diri sedikiiiitttt..... aja untuk dia”
“Jangan terlalu berharap
Tia, karena akupun juga tidak berani berharap lagi...” kata Renata dengan wajah
sendu.
“Rennn... please... jangan
putus asa. Everything to be allright. Oke...???” kata Tia sambil mencium pipi
Renata untuk menguatkan sahabatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Amarantha Chitoz
hhhhmmmmm...
2024-08-13
0
Sis Fauzi
lima likes 👍👍👍👍👍 dan lima bintang 🌟🌟🌟🌟🌟 buat kamu Thor ❤️
Feedback DIBALIK EMOTICON CINTA dan RICH PRANAJA PEWARIS TIRTANALA ❤️ 👍🙏
2021-03-31
1
Sis Fauzi
likes and comment
2021-03-31
1