*DELAPAN*
HATI
YANG TERLUKA#
Setelah berputar-putar
sebentar, mereka pun menemukan tempat yang cocok untuk makan.
Sambil menunggu pesanan,
Bram mencoba memecah kebisuan dengan mengajak ngobrol Renata, dan Renata pun
menjawab seperlunya saja, seperti biasanya. Tetap saja mata kucing itu masih
menyimpan luka. Kata Bram dalam hati. Bahkan sampai selesai makanpun tidak
banyak obrolan diantara mereka.
“Kok ngelamun Ren...”
tiba-tiba suara Bram mengagetkan Renata.
“Ah... eemm... gak kok.
Mas tanya apa tadi..?” tanya Renata dengan gugup
“Tuuuuhh... kan bener....
apa sih yang dipikirin kalau boleh aku tau..?”
“Gak papa mas.... aku agak capek aja, tadi banyak kerjaan...” Renata
bohong. Ahhh... kenapa sih aku jadi gugup begini ya. Mata mas Bram begitu
teduh, dan dia juga sangat perhatian akhir-akhir ini. Tapiii... gaaak... aku
gak boleh lemah... .aku gak boleh hanyut... Laki-laki dimana saja sama.... Teriak
Renata dalam hati
“Rena.....”
“Eh.... mas udah selesai
makannya? Yuk kita balik aja udah malem....” Renata memotong ucapan Bram, dan Bram
pun menghela nafas berat, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa dan menuruti
Renata. Setelah menyelesaikan bill, mereka berjalan ke arah parkir mobil.
Banyak hal yang berkecamuk dalam pikiran masing-masing. Bram dengan keinginan
besarnya untuk mengungkapkan rasa cintanya kepada Renata, sedangkan Renata
dengan kehadiran Bram yang begitu baik membuat dia ingat perlakuan laki-laki lain
yang telah menyakitinya.
“Renn... kenapa diam
aja...?” tiba-tiba Bram mengajak bicara sambil tetap melangkah menuju parkiran.
Renata menoleh dan
tersenyum kecil “Gak papa mas.. emang kenapa?” Renata ganti bertanya.
“Yaaa.... aneh aja. Jalan
berdua tapi kayak.... eemm.... apa..... ya... kayak jalan sama patung... heee...
soryy...” kata Bram sambil nyengir.
Renata melotot sambil
manyun bibirnya
“Eeiittss... jangan marah
donk. Jelek tau.... ntar kesambet lhooo...” Bram menggoda
“Kesambet cowok ganteng
gak papa...” Jawab Renata cuek.
“Atau direktur ganteng...?”
“Masss....!!!! Ketularan
Tia ya...” kata Renata dengan tetap merengut. Rupanya dia tidak sadar lantai yang
dipijak tingginya tidak sama dan.....
“Auuu.......!!!”
tiba-tiba Renata berteriak karena kakinya keseleo dan untung Bram masih sempat
meraih tangannya sehingga tidak sempat jatuh tergeletak di lantai. Kebetulan
saat itu Renata memakai hills tapi tidak terlalu tinggi.
“Aduhhhh.....!!!” Renata
mengaduh sambil duduk di lantai memegangi kakinya yang terkilir dan tidak sadar
air matanya keluar karena menahan sakit. Bram ikutan jongkok sambil mengelus
mata kaki Renata dengan bingung.
“Reennn... mana yang sakit.
Coba aku urut pelan ya..” Bram kebingungan
Tiba-tiba Renata
berteriak saat Bram memijit kakinya, dan tanpa sengaja tangannya memukul lengan
Bram.
“Aduh... Ren..., sakit ya...
maaf...”Bram masih bingung, sementara orang-orang yang lewat di sekitarnya menoleh,
melihat apa yang terjadi.
“Oke.. ayo bangun
pelan-pelan. Kita duduk dulu di situ, kebetulan ada kursi...” kata Bram sambil
mengulurkan tangannya. Renata diam sejenak, memejamkan matanya karena menahan
sakit di kakinya. Tak lama mencoba bangkit pelan-pelan dengan kedua tangannya
dipegangi tangan kekar Bram.
“Kita duduk di kursi itu
sebentar ya...” Bram menuntun tangan Renata yang berjalan terpincang-pincang
menuju kursi panjang.
“Coba naikkan kakimu yang
satu...” Bram mengangkat satu kaki Renata dan meletakkan di pangkuannya,
kemudian melihat mata kaki Renata yang sudah mulai membengkak dan mencoba
memijit pelan-pelan, tiba-tiba....
“Aauuuu.... stop mas.... sakiiittt....!!”.
Renata menolak tangan Bram dari kakinya. Terlihar keringat mengucur di dahinya
karena menahan sakit. Bram mengeluarkan sapu tangan dari sakunya dan mengelap
dahi Renata. Dia merasa kasihan melihat Renata yang sangat kesakitan.
“Gimana Renn...?” tanya
Bram bingung, karena melihat Renata masih memejamkan matanya sambil memegangi
kakinya. Bram menarik napas, tidak tau apa yang harus dilakukan. Setelah
sejenak terdiam, kemudian Renata bicara
“Kita pulang mas....”
“Tapi... kakimu... Aku
minta maaf Ren gara-gara aku ngajak kamu jadinya begini...” Kata Bram dengan
penuh sesal.
“Gak papa mas, lagi apes
aja..”
“Aku gendong ke mobil ya,
kebetulan sudah dekat tempat parkir..”Bram berdiri mau mengendong Renata.
“Gak usah.... aku jalan
aja pelan-pelan..”
“Tapi kakimu...??”
Renata menggelengkan
kepalanya “Aku coba...” Renata bangkit dan mencoba melangkah.
“Aduuuhhh....” matanya
terpejam lagi sambil meringis karena kesakitan, kemudian duduk lagi.
“Tuuuhhh... kan... Ayo
gendong aja sebentar...”
“Gak mas... pelan-pelan
saja jalan...” Renata berkeras tidak mau digendong. Dia bangkit berdiri sambil
menggigit bibir bawahnya dengan mata terpejam.
“Ayok mas... gak papa..”
“Bener...??”. Renata
mengangguk, Bram kembali menghela napasnya.
“Ayuk... lebih baik sepatumu
lepas aja semua, biar aku yang bawa. Yuk aku pegangin lenganmu. Maaf ya...”
kata Bram meminta ijin sambil mengulurkan tangannya untuk memegang Renata. Ada
getaran halus di dada Bram ketika dia setengah memeluk Renata dengan lengannya
yang kekar sambil berjalan. Renata sendiri merasa gugup, sedih, dan entah apalagi
dengan perlakuan Bram yang lembut dan sabar ini. Dia merasa kesal dengan
dirinya sendiri.
“Oke tunggu di sini dulu
ya... aku ambil mobil. Gak papa kan..???”kata Bram sambil melepaskan tangannya
dari bahu Renata
“Iii.. iiiya...” Renata
menjawab dengan gugup
Tak lama kemudian Bram
sudah datang, dia turun dari mobil dan memapah Renata untuk masuk ke mobil.
“Awas... pelan-pelan..”
Bram mendudukkan Renata di jok dan menutup pintu mobil.
“Kita mampir apotik
sebentar ya... cari perban elastis.” kata Bram sambil menghentikan mobilnya ketika lewat depan apotik.
“Ren... maaf ya.... kamu
jadi sakit begini...” Kembali Bram meminta maaf
“Udah ah mas... gak usah
dipikirin. Besok juga baik lagi..”
Kemudian suasanya sepi di
dalam mobil. Keduanya diam dengan pikiran masing-masing. Rena tidak tahu kenapa
tiba-tiba air matanya meluncur dengan deras. Hatinya merasa sangat sakit, dan
dengan keras dia menahan isaknya dengan menggigigt bibir bawahnya, tidak mau
Bram sampai tau kalau dia menangis. Kepalanya menoleh kekiri, ke arah jendela
agar Bram tidak dapat melihat air matanya. Tapi ternyata dia tak dapat menahan
isaknya sehingga Bram mendengar. Kebetulan jalanan yang mereka lewati daerah
yang agak sepi, sehingga Bram meminggirkan mobilnya dan berhenti ketika tanpa
sengaja mendengar isak kecil Renata.
“Ren... kamu kenapa...?”
Bram menoleh ke arah Renata sambil mendekatkan kepalanya dan memegang bahu
Renata. Renata tidak menjawab, dia hanya menggelengkan kepalanya,sambil masih
tetap terisak pelan.
“Kakimu...?”
“Gak mas... aku gak papa.
Jalan aja lagi...”
“Renata....” Bram
melepaskan seatbeltnya kemudian mengulurkan tangannya dan meraih pelan bahu Renata dengan tangan kirinya ke dalam
pelukannya. Renata membiarkan saja perlakuan Bram.
“Ren.. bicaralah..... jangan
diam begini...” Bram merasa sakit melihat Renata menangis
Renata makin terisak. Dia
sendiri tidak tahu kenapa tiba-tiba air matanya keluar.
“Oke aku tunggu kalau
memang kamu merasa lega dengan menangis..”kata Bram lagi dengan lembut dan
masih tetap memeluk bahu Renata. Berkali-kali dia menghela nafasnya. Andaikata
dia tahu apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan kesedihan Renata,
andaikan dia tahu isi hati Renata... andaikan.... bermacam-macam andai
berkecamuk dalam pikiran Bram.
Pelan-pelan isak Renata
berhenti, kemudian dia melepaskan dirinya dari pelukan Bram.
“Maaf... mas.... ayuk
kita jalan, sudah malam..”
“Oke...” Bram kemudian
menjalankan mobilnya. Dia tidak mau mendesak Renata dengan pertanyaan-pertanyaan
yang mungkin membuat Renata makin sedih. Dibiarkannya Renata diam, sampai tiba
di depan rumahnya.
“Ayuk sudah sampai...”Bram
turun dari mobil dan memutar untuk membuka pintu di sisi Renata. Pelan-pelan
membantu Renata keluar dari mobil dan menuntun masuk rumah. Mbok Jum yang
melihat Renata dipapah Bram menjadi heran.
“Lhooo... jeng Rena
kenapa..?”’
“Tadi keseleo mbok. Kakinya
agak bengkak..”Bram yang menjawab sambil menuntun Renata ke kursi panjang yang
ada di ruang tengah.
“Coba selonjorkan kakimu...”
Bram menaikkan kaki Renata, dan terlihat mata kaki sudah membengkak lebih besar
dari yang tadi.
“Aduuuhhh.. jeng... kok
jadi begini sih... Simbok panggilkan tukang urut yang di gang belakang ya.
Mumpung masih baru. Takutnya kalau besok sudah kasep tambah sakit...”mbok Jum
kebingungan.
“Gak usah mbok, biar aja
besok juga kempes” Renata menolak
“Eeee... gak bisa begitu
to jeng... takutnya ada yang retak atau gimana. Sudah simbok sekarang panggil
dulu mumpung belum malam banget. Mudah-mudahan dia di rumah. Den Bram tolong tunggu
sebentar ya...” kata mbok Jum lalu keluar rumah
“Iya mbok, saya tungguin
Rena.”
“Kamu perlu apa Ren biar
aku ambilin. Mau minum..?”
“Tolong air putih mas,
tapi jangan yang dingin..”
“Oke aku ambilin..” kata
Bram lalu menuju dapur
“Ni aku tambahin air termos
ya biar anget..” Bram menyodorkan gelas
“Makasih mas..”
Tak lama kemudian mbok
Jum datang diikuti ibu-ibu setengah baya, yang rupanya seorang tukang urut.
“Mana neng kakinya yang
sakit? Ya ampuun.. sudah bengkak begini, untung masih baru, sini bibi urut.
Sakit sedikit ditahan ya...”
Ketika kaki Renata mulai
diurut, dia langsung berteriak kesakitan sampai air matanya keluar.
“Biiii... sakiittt... aduuhhh...
stop...” Bram mendekat dan menggenggam telapak tangan Renata dengan erat, sementara air mata Renata keluar
karena kesakitan.
“Tahan bentar neng... sakit
sedikit... Nih uratnya yang kena.. kan kakinya jadi panas nih, tapi ntar kalau
sudah diurut adem lagi..”
“Sudah... sudah... sakiittt...
ampuun.. biii...” Teriak Renata sambil menarik kakinya.
“Sabar Ren, cuma bentar
kok.. ditahan dulu ya...” Kata Bram sambil mengelus pundak Renata
“Sakiitt mass.... Aduuhhh....!!!”
Renata teriak lagi ketika kakinya kembali diurut. Tapi si bibi tetap aja
mengurut kakinya. Setelah sekitar 30 menit si bibi berhenti.
“Coba sekarang digerakin,
sudah mulai lemes belum..”
Renata mengikuti arahan
si bibi, sambil meringis karena merasa masih sakit.
“Gimana neng..? sudah
berkurang kan sakitnya? Bibi urut lagi yang di bagian atas ya..”
“Pelan-pelan bi.. rasanya
panas..”
“Iya pasti panas karena
memang yang kena uratnya, untung aja masih baru, kalo besok baru diurut waahhhh... tambah sakit banget, pasti si
eneng gak tahan. Ntar dua hari lagi diurut ya neng, biar tambah lemes.”
Sementara Renata diurut.
Mbok Jum membuat ramuan beras kencur di dapur.
“Naaahhh.. selesai sudah.
Nanti dibalur pake beras kencur ya neng kalo ada. Kalo gak ada ya pake parem
aja beli di toko. Mudah-mudahan cepet baik ya neng..”
Sebelum si bibi pamit,
Bram memberikan uang dan mengucapkan terima kasih.
“Jeng ini mbok buatin
beras kencur, tapi sebaiknya mandi aja dulu, Klo sudah bersih baru diborehin
ya. Mbok sudah siapin air panas. Mandi di kamar tamu saja ya, biar gak
naik-naik.”
“Tolong siapin baju ganti
sama anduk ya mbok, mandi di bawah aja.”
“Inggih jeng... oya
sampai lupa belum bikin kopi buat den Bram. Maaf ya... mbok buatin kopi
dulu...”
“Gak papa mbok... siapin
buat Rena mandi aja dulu. Kopinya nanti aja, soalnya sudah malem.”
Mbok Jum ke atas untuk
mengambil perlengkapan mandi Renata dan membawa ke kamar tamu di bawah. Setelah
semuanya siap, Bram memapah Renata masuk ke kamar mandi, sementara mbok Jum ke
dapur membuat kopi untuk Bram. Dia sudah hapal, Bram minum kopi tanpa gula, dan
membuatkan coklat hangat untuk Renata.
Tak lama kemudian..
“Mboookk... minta
tolong...”Renata memanggil mbok Jum
“Yaaa... jeng perlu apa?
Sudah selesai?”
Renata hendak keluat dari
kamar mandi. Bram masuki kamar untuk membantu Renata keluar dari kamar mandi,
kemudian duduk di sofa kembali.
“Coba angkat kakimu biar
dibalur pake beras kencur yang dibuat mbok Jum.”
“Sini jeng biar mbok balurin...”
mbok Jum mengolesi beras kencur dengan telaten sambil diurut pelan pelan. Rena meringis
menahan sakit. “Nah... biar anget. Kan enak ntar kalo tidur..”
“Udah mbok..? Biar saya pakein perban, ntar kalo gerak-gerak kan aman..”
Bram kemudian meletakkan
kaki Renata di pangkuannya, dengan telaten dan pelan-pelan membungkus pergelangan
kaki dengan perban coklat. Mbok Jum memandangi Bram dengan kagum. Begitu
perhatiannya Bram kepada momongannya. Ah... semoga....
“Nah sudah selesai.
Skarang lebih baik istirahat. Mau tidur dimana? Aku bantu ke atas..?”
“Gak usah mas.., biar aja
aku sendiri pelan-pelan ke atas. Mas pulang aja sudah malem. Trims banyak..”
“Kalau kamu mau tidur di kamar
atas gimana jalannya? Susah sendirian naik tangga. Ayoo... sekarang aku bantu,
baru aku pulang. Oke..?”
Renata menghela napas,
sambil mencoba bangkit dari sofa. Dia tidak mau berdebat dengan Bram, karena
pasti kalah. Akhirnya Bram memapah Renata ke kamarnya di lantai dua diikuti mbok
Jum..
“Mbok siapin air minum ya jeng, ntar malem kalo
haus. “ Kata mbok Jum sambil menyelimuti Renata.
“Met istirahat ya Ren. Aku
balik dulu. Kalo ada apa-apa phone ya...” kata Bram sambil memandang Rena
dengan lembut.
“Makasih mas, ati-ati di
jalan..”
“Oke.. thaks..” kemudiam
Bram keluar kamar.
“Mbok nganter den Bram
dulu jeng, skalian kunci pintu..”
Setelah mengantar Bram sampai
di depan dan mengunci pintu, mbok Jum kembali masuk ke kamar Renata, kemudian
duduk di pinggir tempat tidur sambil memijit-mijit kaki Renata yang tertutup
selimut. Itu kebiasaan sudah dari dulu, dan Renata sangat suka dipijit oleh
mbok Jum, karena memang pijatan mbok Jum sangat enak dan dapat menghilangkan
rasa capeknya.
“Jeng... mbok seneng lho
lihat den Bram...”
“Emang kenapa mbok..?”
“Sabar dan telaten ngurus
jeng Rena tadi. Mudah-mudahan ya jeng
jodoh sama jeng Rena. Mbok doain. Mana orangnya sopan lagi sama siapa saja..”
kata mbok Jum sambil memijit lengan Renata.
“Gak tau lah mbok. Rena
gak mikirin...”
“Tapi jeng.. mbok perhatiin
den Bram sepertinya cinta sama jeng Rena. Matanya itu lhoo... kalau lihat jeng Rena..
kayaknya gimanaaaa... gitu. Mbok perhatiin sejak pertama datang ke sini..”
“Maaf ya jeng...apa
sebaiknya jeng Rena gak mencoba dulu... jangan begini terus... mbok juga ikut
sedih kalo jeng Rena begini terus....”
Tak terasa air mata
Renata keluar dari sudut matanya. Mbok Jum sangat perhatian dengan Renata.
Kesedihan Renata juga kesedihan mbok Jum.
“Sudah jeng... gak usah
dipikir yang sudah lalu. Kasihan juga bapak sama ibu kalau jeng Rena begini
terus. Mbok gak tega kalau ibu pas telpon mbok Jum nanyain jeng Rena gimana.”
“Mbok udah cerita soal mas
Bram ke ibu..?” tanya Renata
“Belum jeng. Biar saja
nanti jeng Rena sendiri yang cerita sama ibu ya...”
“Udah mbok... Rena mau
tidur. Mbok Jum tidur aja..”
“Jeng Rena perlu apa
lagi, biar mbok siapin di sini..?”
“Udah gak usah. Air putih
kan sudah ada..”
“Ya sudah.. mbok tinggal
ya... selamat tidur..” Mbok Jum keluar dan menutup pintu kamar pelan-pelan.
Kembali Renata sendirian di
kamar. Dia kembali mengingat kejadian tadi di mall. Bram begitu khawatir dengan
kondisi dirinya. Begitu lembut dan perhatian. Bahkan untuk memegang tangannya
dan membantu berdiripun dia meminta maaf dulu. Begitu sopannya. Apalagi dengan
telaten memijit dan memasang perban di kakinya.
Tapi kenapa aku belum
bisa membuka diri untuk dia...” Dia begitu baik dan matanya begitu teduh. Ahhh....
Renata menjadi kesal dengan dirinya sendiri. Ingatannya akan Bram juga mengingatkan
akan Aditya. Laki-laki yang telah menorehkan luka yang dalam.
Kenapa hati ini sangat
sakit kalau mengingat kebaikan Bram? Bram memang belum menyatakan cintanya, tapi
sikapnya, perhatiannya, sorot matanya pada Renata, siapapun tahu, ada cinta di
hatinya.
Tak sadar, kembali air mata
Renata mengalir. Dia benar-benar sedih... Mas Bram maafkan aku... Aku belum
bisa membuka hatiku... Aku belum bisa menerima cintamu, kalau memang kamu
mencintaiku... Aku sebenarnya letih dengan keadaan ini... tapi... rasa sakit
itu belum bisa hilang dari hatiku. Bayangan dirimu sama kuatnya dengan bayangan
Aditya meskipun dengan rasa yang berbeda. Aku memang belum bisa menghapus
bayangan Aditya, meskipun dia telah pergi dengan meninggalkan luka. Aku....
Renata menangis dengan suara yang pelan. Air matanya terus bercucuran. Dan
akhirnya dia tertidur dengan sendirinya karena kelelahan menangis
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Amarantha Chitoz
kudu sabar ya...
2024-08-13
0
SitiNur20969975
😢😢😢😢😢😢😢😢
2021-10-16
1
Ayu
Lm x skit htny gx kbuka"gx sbr pgn lht jdian nya hehe
2021-04-27
1