Episode 8

*DELAPAN*

HATI

YANG TERLUKA#

Setelah berputar-putar

sebentar, mereka pun menemukan tempat yang cocok untuk makan.

Sambil menunggu pesanan,

Bram mencoba memecah kebisuan dengan mengajak ngobrol Renata, dan Renata pun

menjawab seperlunya saja, seperti biasanya. Tetap saja mata kucing itu masih

menyimpan luka. Kata Bram dalam hati. Bahkan sampai selesai makanpun tidak

banyak obrolan diantara mereka.

“Kok ngelamun Ren...”

tiba-tiba suara Bram mengagetkan Renata.

“Ah... eemm... gak kok.

Mas tanya apa tadi..?” tanya Renata dengan gugup

“Tuuuuhh... kan bener....

apa sih yang dipikirin kalau boleh aku tau..?”

“Gak papa mas....  aku agak capek aja, tadi banyak kerjaan...” Renata

bohong. Ahhh... kenapa sih aku jadi gugup begini ya. Mata mas Bram begitu

teduh, dan dia juga sangat perhatian akhir-akhir ini. Tapiii... gaaak... aku

gak boleh lemah... .aku gak boleh hanyut... Laki-laki dimana saja sama.... Teriak

Renata dalam hati

“Rena.....”

“Eh.... mas udah selesai

makannya? Yuk kita balik aja udah malem....” Renata memotong ucapan Bram, dan Bram

pun menghela nafas berat, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa dan menuruti

Renata. Setelah menyelesaikan bill, mereka berjalan ke arah parkir mobil.

Banyak hal yang berkecamuk dalam pikiran masing-masing. Bram dengan keinginan

besarnya untuk mengungkapkan rasa cintanya kepada Renata, sedangkan Renata

dengan kehadiran Bram yang begitu baik membuat dia ingat perlakuan laki-laki lain

yang telah menyakitinya.

“Renn... kenapa diam

aja...?” tiba-tiba Bram mengajak bicara sambil tetap melangkah menuju parkiran.

Renata menoleh dan

tersenyum kecil “Gak papa mas.. emang kenapa?” Renata ganti bertanya.

“Yaaa.... aneh aja. Jalan

berdua tapi kayak.... eemm.... apa..... ya... kayak jalan sama patung... heee...

soryy...” kata Bram sambil nyengir.

Renata melotot sambil

manyun bibirnya

“Eeiittss... jangan marah

donk. Jelek tau.... ntar kesambet lhooo...” Bram menggoda

“Kesambet cowok ganteng

gak papa...” Jawab Renata cuek.

“Atau direktur ganteng...?”

“Masss....!!!! Ketularan

Tia ya...” kata Renata dengan tetap merengut. Rupanya dia tidak sadar lantai yang

dipijak tingginya tidak sama dan.....

“Auuu.......!!!”

tiba-tiba Renata berteriak karena kakinya keseleo dan untung Bram masih sempat

meraih tangannya sehingga tidak sempat jatuh tergeletak di lantai. Kebetulan

saat itu Renata memakai hills tapi tidak terlalu tinggi.

“Aduhhhh.....!!!” Renata

mengaduh sambil duduk di lantai memegangi kakinya yang terkilir dan tidak sadar

air matanya keluar karena menahan sakit. Bram ikutan jongkok sambil mengelus

mata kaki Renata dengan bingung.

“Reennn... mana yang sakit.

Coba aku urut pelan ya..” Bram kebingungan

Tiba-tiba Renata

berteriak saat Bram memijit kakinya, dan tanpa sengaja tangannya memukul lengan

Bram.

“Aduh... Ren..., sakit ya...

maaf...”Bram masih bingung, sementara orang-orang yang lewat di sekitarnya menoleh,

melihat apa yang terjadi.

“Oke.. ayo bangun

pelan-pelan. Kita duduk dulu di situ, kebetulan ada kursi...” kata Bram sambil

mengulurkan tangannya. Renata diam sejenak, memejamkan matanya karena menahan

sakit di kakinya. Tak lama mencoba bangkit pelan-pelan dengan kedua tangannya

dipegangi tangan kekar Bram.

“Kita duduk di kursi itu

sebentar ya...” Bram menuntun tangan Renata yang berjalan terpincang-pincang

menuju kursi panjang.

“Coba naikkan kakimu yang

satu...” Bram mengangkat satu kaki Renata dan meletakkan di pangkuannya,

kemudian melihat mata kaki Renata yang sudah mulai membengkak dan mencoba

memijit pelan-pelan, tiba-tiba....

“Aauuuu.... stop mas.... sakiiittt....!!”.

Renata menolak tangan Bram dari kakinya. Terlihar keringat mengucur di dahinya

karena menahan sakit. Bram mengeluarkan sapu tangan dari sakunya dan mengelap

dahi Renata. Dia merasa kasihan melihat Renata yang sangat kesakitan.

“Gimana Renn...?” tanya

Bram bingung, karena melihat Renata masih memejamkan matanya sambil memegangi

kakinya. Bram menarik napas, tidak tau apa yang harus dilakukan. Setelah

sejenak terdiam, kemudian Renata bicara

“Kita pulang mas....”

“Tapi... kakimu... Aku

minta maaf Ren gara-gara aku ngajak kamu jadinya begini...” Kata Bram dengan

penuh sesal.

“Gak papa mas, lagi apes

aja..”

“Aku gendong ke mobil ya,

kebetulan sudah dekat tempat parkir..”Bram berdiri mau mengendong Renata.

“Gak usah.... aku jalan

aja pelan-pelan..”

“Tapi kakimu...??”

Renata menggelengkan

kepalanya “Aku coba...” Renata bangkit dan mencoba melangkah.

“Aduuuhhh....” matanya

terpejam lagi sambil meringis karena kesakitan, kemudian duduk lagi.

“Tuuuhhh... kan... Ayo

gendong aja sebentar...”

“Gak mas... pelan-pelan

saja jalan...” Renata berkeras tidak mau digendong. Dia bangkit berdiri sambil

menggigit bibir bawahnya dengan mata terpejam.

“Ayok mas... gak papa..”

“Bener...??”. Renata

mengangguk, Bram kembali menghela napasnya.

“Ayuk... lebih baik sepatumu

lepas aja semua, biar aku yang bawa. Yuk aku pegangin lenganmu. Maaf ya...”

kata Bram meminta ijin sambil mengulurkan tangannya untuk memegang Renata. Ada

getaran halus di dada Bram ketika dia setengah memeluk Renata dengan lengannya

yang kekar sambil berjalan. Renata sendiri merasa gugup, sedih, dan entah apalagi

dengan perlakuan Bram yang lembut dan sabar ini. Dia merasa kesal dengan

dirinya sendiri.

“Oke tunggu di sini dulu

ya... aku ambil mobil. Gak papa kan..???”kata Bram sambil melepaskan tangannya

dari bahu Renata

“Iii.. iiiya...” Renata

menjawab dengan gugup

Tak lama kemudian Bram

sudah datang, dia turun dari mobil dan memapah Renata untuk masuk ke mobil.

“Awas... pelan-pelan..”

Bram mendudukkan Renata di jok dan menutup pintu mobil.

“Kita mampir apotik

sebentar ya... cari perban elastis.”  kata Bram sambil menghentikan mobilnya ketika lewat depan apotik.

“Ren... maaf ya.... kamu

jadi sakit begini...” Kembali Bram meminta maaf

“Udah ah mas... gak usah

dipikirin. Besok juga baik lagi..”

Kemudian suasanya sepi di

dalam mobil. Keduanya diam dengan pikiran masing-masing. Rena tidak tahu kenapa

tiba-tiba air matanya meluncur dengan deras. Hatinya merasa sangat sakit, dan

dengan keras dia menahan isaknya dengan menggigigt bibir bawahnya, tidak mau

Bram sampai tau kalau dia menangis. Kepalanya menoleh kekiri, ke arah jendela

agar Bram tidak dapat melihat air matanya. Tapi ternyata dia tak dapat menahan

isaknya sehingga Bram mendengar. Kebetulan jalanan yang mereka lewati daerah

yang agak sepi, sehingga Bram meminggirkan mobilnya dan berhenti ketika tanpa

sengaja mendengar isak kecil Renata.

“Ren... kamu kenapa...?”

Bram menoleh ke arah Renata sambil mendekatkan kepalanya dan memegang bahu

Renata. Renata tidak menjawab, dia hanya menggelengkan kepalanya,sambil masih

tetap terisak pelan.

“Kakimu...?”

“Gak mas... aku gak papa.

Jalan aja lagi...”

“Renata....” Bram

melepaskan seatbeltnya kemudian mengulurkan tangannya dan meraih pelan bahu  Renata dengan tangan kirinya ke dalam

pelukannya. Renata membiarkan saja perlakuan Bram.

“Ren.. bicaralah..... jangan

diam begini...” Bram merasa sakit melihat Renata menangis

Renata makin terisak. Dia

sendiri tidak tahu kenapa tiba-tiba air matanya keluar.

“Oke aku tunggu kalau

memang kamu merasa lega dengan menangis..”kata Bram lagi dengan lembut dan

masih tetap memeluk bahu Renata. Berkali-kali dia menghela nafasnya. Andaikata

dia tahu apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan kesedihan Renata,

andaikan dia tahu isi hati Renata... andaikan.... bermacam-macam andai

berkecamuk dalam pikiran Bram.

Pelan-pelan isak Renata

berhenti, kemudian dia melepaskan dirinya dari pelukan Bram.

“Maaf... mas.... ayuk

kita jalan, sudah malam..”

“Oke...” Bram kemudian

menjalankan mobilnya. Dia tidak mau mendesak Renata dengan pertanyaan-pertanyaan

yang mungkin membuat Renata makin sedih. Dibiarkannya Renata diam, sampai tiba

di depan rumahnya.

“Ayuk sudah sampai...”Bram

turun dari mobil dan memutar untuk membuka pintu di sisi Renata. Pelan-pelan

membantu Renata keluar dari mobil dan menuntun masuk rumah. Mbok Jum yang

melihat Renata dipapah Bram menjadi heran.

“Lhooo... jeng Rena

kenapa..?”’

“Tadi keseleo mbok. Kakinya

agak bengkak..”Bram yang menjawab sambil menuntun Renata ke kursi panjang yang

ada di ruang tengah.

“Coba selonjorkan kakimu...”

Bram menaikkan kaki Renata, dan terlihat mata kaki sudah membengkak lebih besar

dari yang tadi.

“Aduuuhhh.. jeng... kok

jadi begini sih... Simbok panggilkan tukang urut yang di gang belakang ya.

Mumpung masih baru. Takutnya kalau besok sudah kasep tambah sakit...”mbok Jum

kebingungan.

“Gak usah mbok, biar aja

besok juga kempes” Renata menolak

“Eeee... gak bisa begitu

to jeng... takutnya ada yang retak atau gimana. Sudah simbok sekarang panggil

dulu mumpung belum malam banget. Mudah-mudahan dia di rumah. Den Bram tolong tunggu

sebentar ya...” kata mbok Jum lalu keluar rumah

“Iya mbok, saya tungguin

Rena.”

“Kamu perlu apa Ren biar

aku ambilin. Mau minum..?”

“Tolong air putih mas,

tapi jangan yang dingin..”

“Oke aku ambilin..” kata

Bram lalu menuju dapur

“Ni aku tambahin air termos

ya biar anget..” Bram menyodorkan gelas

“Makasih mas..”

Tak lama kemudian mbok

Jum datang diikuti ibu-ibu setengah baya, yang rupanya seorang tukang urut.

“Mana neng kakinya yang

sakit? Ya ampuun.. sudah bengkak begini, untung masih baru, sini bibi urut.

Sakit sedikit ditahan ya...”

Ketika kaki Renata mulai

diurut, dia langsung berteriak kesakitan sampai air matanya keluar.

“Biiii... sakiittt... aduuhhh...

stop...” Bram mendekat dan menggenggam  telapak tangan Renata dengan erat, sementara air mata Renata keluar

karena kesakitan.

“Tahan bentar neng... sakit

sedikit... Nih uratnya yang kena.. kan kakinya jadi panas nih, tapi ntar kalau

sudah diurut adem lagi..”

“Sudah... sudah... sakiittt...

ampuun.. biii...” Teriak Renata sambil menarik kakinya.

“Sabar Ren, cuma bentar

kok.. ditahan dulu ya...” Kata Bram sambil mengelus pundak Renata

“Sakiitt mass.... Aduuhhh....!!!”

Renata teriak lagi ketika kakinya kembali diurut. Tapi si bibi tetap aja

mengurut kakinya. Setelah sekitar 30 menit si bibi berhenti.

“Coba sekarang digerakin,

sudah mulai lemes belum..”

Renata mengikuti arahan

si bibi, sambil meringis karena merasa masih sakit.

“Gimana neng..? sudah

berkurang kan sakitnya? Bibi urut lagi yang di bagian atas ya..”

“Pelan-pelan bi.. rasanya

panas..”

“Iya pasti panas karena

memang yang kena uratnya, untung aja masih baru, kalo besok baru diurut  waahhhh... tambah sakit banget, pasti si

eneng gak tahan. Ntar dua hari lagi diurut ya neng, biar tambah lemes.”

Sementara Renata diurut.

Mbok Jum membuat ramuan beras kencur di dapur.

“Naaahhh.. selesai sudah.

Nanti dibalur pake beras kencur ya neng kalo ada. Kalo gak ada ya pake parem

aja beli di toko. Mudah-mudahan cepet baik ya neng..”

Sebelum si bibi pamit,

Bram memberikan uang dan mengucapkan terima kasih.

“Jeng ini mbok buatin

beras kencur, tapi sebaiknya mandi aja dulu, Klo sudah bersih baru diborehin

ya. Mbok sudah siapin air panas. Mandi di kamar tamu saja ya, biar gak

naik-naik.”

“Tolong siapin baju ganti

sama anduk ya mbok, mandi di bawah aja.”

“Inggih jeng... oya

sampai lupa belum bikin kopi buat den Bram. Maaf ya... mbok buatin kopi

dulu...”

“Gak papa mbok... siapin

buat Rena mandi aja dulu. Kopinya nanti aja, soalnya sudah malem.”

Mbok Jum ke atas untuk

mengambil perlengkapan mandi Renata dan membawa ke kamar tamu di bawah. Setelah

semuanya siap, Bram memapah Renata masuk ke kamar mandi, sementara mbok Jum ke

dapur membuat kopi untuk Bram. Dia sudah hapal, Bram minum kopi tanpa gula, dan

membuatkan coklat hangat untuk Renata.

Tak lama kemudian..

“Mboookk... minta

tolong...”Renata memanggil mbok Jum

“Yaaa... jeng perlu apa?

Sudah selesai?”

Renata hendak keluat dari

kamar mandi. Bram masuki kamar untuk membantu Renata keluar dari kamar mandi,

kemudian duduk di sofa kembali.

“Coba angkat kakimu biar

dibalur pake beras kencur yang dibuat mbok Jum.”

“Sini jeng biar mbok balurin...”

mbok Jum mengolesi beras kencur dengan telaten sambil diurut pelan pelan. Rena meringis

menahan sakit. “Nah... biar anget. Kan enak ntar kalo tidur..”

 

 

“Udah mbok..? Biar saya pakein perban, ntar kalo gerak-gerak kan aman..”

Bram kemudian meletakkan

kaki Renata di pangkuannya, dengan telaten dan pelan-pelan membungkus pergelangan

kaki dengan perban coklat. Mbok Jum memandangi Bram dengan kagum. Begitu

perhatiannya Bram kepada momongannya. Ah... semoga....

“Nah sudah selesai.

Skarang lebih baik istirahat. Mau tidur dimana? Aku bantu ke atas..?”

“Gak usah mas.., biar aja

aku sendiri pelan-pelan ke atas. Mas pulang aja sudah malem. Trims banyak..”

“Kalau kamu mau tidur di kamar

atas gimana jalannya? Susah sendirian naik tangga. Ayoo... sekarang aku bantu,

baru aku pulang. Oke..?”

Renata menghela napas,

sambil mencoba bangkit dari sofa. Dia tidak mau berdebat dengan Bram, karena

pasti kalah. Akhirnya Bram memapah Renata ke kamarnya di lantai dua diikuti mbok

Jum..

 “Mbok siapin air minum ya jeng, ntar malem kalo

haus. “ Kata mbok Jum sambil menyelimuti Renata.

“Met istirahat ya Ren. Aku

balik dulu. Kalo ada apa-apa phone ya...” kata Bram sambil memandang Rena

dengan lembut.

“Makasih mas, ati-ati di

jalan..”

“Oke.. thaks..” kemudiam

Bram keluar kamar.

“Mbok nganter den Bram

dulu jeng, skalian kunci pintu..”

Setelah mengantar Bram sampai

di depan dan mengunci pintu, mbok Jum kembali masuk ke kamar Renata, kemudian

duduk di pinggir tempat tidur sambil memijit-mijit kaki Renata yang tertutup

selimut. Itu kebiasaan sudah dari dulu, dan Renata sangat suka dipijit oleh

mbok Jum, karena memang pijatan mbok Jum sangat enak dan dapat menghilangkan

rasa capeknya.

“Jeng... mbok seneng lho

lihat den Bram...”

“Emang kenapa mbok..?”

“Sabar dan telaten ngurus

jeng Rena tadi. Mudah-mudahan  ya jeng

jodoh sama jeng Rena. Mbok doain. Mana orangnya sopan lagi sama siapa saja..”

kata mbok Jum sambil memijit lengan Renata.

“Gak tau lah mbok. Rena

gak mikirin...”

“Tapi jeng.. mbok perhatiin

den Bram sepertinya cinta sama jeng Rena. Matanya itu lhoo... kalau lihat jeng Rena..

kayaknya gimanaaaa... gitu. Mbok perhatiin sejak pertama datang ke sini..”

“Maaf ya jeng...apa

sebaiknya jeng Rena gak mencoba dulu... jangan begini terus... mbok juga ikut

sedih kalo jeng Rena begini terus....”

Tak terasa air mata

Renata keluar dari sudut matanya. Mbok Jum sangat perhatian dengan Renata.

Kesedihan Renata juga kesedihan mbok Jum.

“Sudah jeng... gak usah

dipikir yang sudah lalu. Kasihan juga bapak sama ibu kalau jeng Rena begini

terus. Mbok gak tega kalau ibu pas telpon mbok Jum nanyain jeng Rena gimana.”

“Mbok udah cerita soal mas

Bram ke ibu..?” tanya Renata

“Belum jeng. Biar saja

nanti jeng Rena sendiri yang cerita sama ibu ya...”

“Udah mbok... Rena mau

tidur. Mbok Jum tidur aja..”

“Jeng Rena perlu apa

lagi, biar mbok siapin di sini..?”

“Udah gak usah. Air putih

kan sudah ada..”

“Ya sudah.. mbok tinggal

ya... selamat tidur..” Mbok Jum keluar dan menutup pintu kamar pelan-pelan.

Kembali Renata sendirian di

kamar. Dia kembali mengingat kejadian tadi di mall. Bram begitu khawatir dengan

kondisi dirinya. Begitu lembut dan perhatian. Bahkan untuk memegang tangannya

dan membantu berdiripun dia meminta maaf dulu. Begitu sopannya. Apalagi dengan

telaten memijit dan memasang perban di kakinya.

Tapi kenapa aku belum

bisa membuka diri untuk dia...” Dia begitu baik dan matanya begitu teduh. Ahhh....

Renata menjadi kesal dengan dirinya sendiri. Ingatannya akan Bram juga mengingatkan

akan Aditya. Laki-laki yang telah menorehkan luka yang dalam.

Kenapa hati ini sangat

sakit kalau mengingat kebaikan Bram? Bram memang belum menyatakan cintanya, tapi

sikapnya, perhatiannya, sorot matanya pada Renata, siapapun tahu, ada cinta di

hatinya.

Tak sadar, kembali air mata

Renata mengalir. Dia benar-benar sedih... Mas Bram maafkan aku... Aku belum

bisa membuka hatiku... Aku belum bisa menerima cintamu, kalau memang kamu

mencintaiku... Aku sebenarnya letih dengan keadaan ini... tapi... rasa sakit

itu belum bisa hilang dari hatiku. Bayangan dirimu sama kuatnya dengan bayangan

Aditya meskipun dengan rasa yang berbeda. Aku memang belum bisa menghapus

bayangan Aditya, meskipun dia telah pergi dengan meninggalkan luka. Aku....

Renata menangis dengan suara yang pelan. Air matanya terus bercucuran. Dan

akhirnya dia tertidur dengan sendirinya karena kelelahan menangis

Terpopuler

Comments

Amarantha Chitoz

Amarantha Chitoz

kudu sabar ya...

2024-08-13

0

SitiNur20969975

SitiNur20969975

😢😢😢😢😢😢😢😢

2021-10-16

1

Ayu

Ayu

Lm x skit htny gx kbuka"gx sbr pgn lht jdian nya hehe

2021-04-27

1

lihat semua
Episodes
1 *SATU*
2 Episode 2
3 Episode 3
4 Episode 4
5 Episode 5
6 Episode 6
7 Episode 7
8 Episode 8
9 Episode 9
10 Episode 10
11 Episode 11
12 Episode 12
13 Episode 13
14 Episode 14
15 Episode 15
16 Episode 16
17 Episode 17
18 Episode 18
19 Episode 19
20 Episode 20
21 Episode 21
22 Episode 22
23 Episode 23
24 Episode 24
25 Episode 25
26 Episode 26
27 Episode 27
28 Episode 28
29 Episode 29
30 Episode 30
31 Episode 31
32 Episode 32
33 Episode 33
34 Episode 34
35 Episode 35
36 Episode 36
37 Episode 37
38 Episode 38
39 Episode 39
40 Episode 40
41 Episode 41
42 Episode 42
43 Episode 43
44 Episode 44
45 Episode 45
46 Episode 46
47 Episode 47
48 Episode 48
49 Episode 49
50 Episode 50
51 Episode 51
52 Episode 52
53 Episode 53
54 Episode 54
55 Episode 55
56 Episode 56
57 Episode 57
58 Episode 58
59 Episode 59
60 Episode 60
61 Episode 61
62 Episode 62
63 Episode 63
64 Episode 64
65 Episode 65
66 Episode 66
67 Episode 67
68 Episode 68
69 Episode 69
70 Episode 70
71 Episode 71
72 Episode 72
73 Episode 73
74 Episode 74
75 Episode 75
76 Episode 76
77 Episode 77
78 Episode 78
79 Episode 79
80 Episode 80
81 Episode 81
82 Episode 82
83 Episode 83
84 Episode 84
85 Episode 85
86 Episode 86
87 Episode 87
88 Episode 88
89 Episode 89
90 Episode 90
91 Episode 91
92 Episode 92
93 Episode 93
94 Episode 94
95 Episode 95
96 Episode 96
97 Episode 97
98 Episode 98
99 Episode 99
100 Episode 100
101 Episode 101
102 Episode 102
103 Episode 103
104 Episode 104
105 Episode 105
106 Episode 106
107 Episode 107
108 Episode 108
109 Episode 109
110 Episode 110
111 Episode 111
112 Episode 112
113 Episode 113
114 Episode 114
115 Episode 115
116 Episode 116
117 Episode 117
118 Episode 118
119 Episode 119
120 Episode 120
121 Episode 121
122 Episode 122
123 Episode 123
124 Episode 124
125 Episode 125
126 Episode 126
127 Episode 127
128 Episode 128
129 Episode 129
130 Episode 130
131 Episode 131
132 Episode 132
133 Episode 133
134 Episode 134
135 Episode 135
136 Episode 136
137 Episode 137
138 Episode 138
139 Episode 139
140 Episode 140
141 Episode 141
142 Episode 142
143 Episode 143
144 Episode 144
145 Episode 145
146 Episode 146
147 Episode 147
148 Episode 148
149 Episode 149
150 Episode 150
151 Episode 151
152 Episode 152
153 Episode 153
154 Episode 154
155 Episode 155
156 Episode 156
157 Episode 157
158 Episode 158
159 Episode 159
160 Episode 160
161 Episode 161
Episodes

Updated 161 Episodes

1
*SATU*
2
Episode 2
3
Episode 3
4
Episode 4
5
Episode 5
6
Episode 6
7
Episode 7
8
Episode 8
9
Episode 9
10
Episode 10
11
Episode 11
12
Episode 12
13
Episode 13
14
Episode 14
15
Episode 15
16
Episode 16
17
Episode 17
18
Episode 18
19
Episode 19
20
Episode 20
21
Episode 21
22
Episode 22
23
Episode 23
24
Episode 24
25
Episode 25
26
Episode 26
27
Episode 27
28
Episode 28
29
Episode 29
30
Episode 30
31
Episode 31
32
Episode 32
33
Episode 33
34
Episode 34
35
Episode 35
36
Episode 36
37
Episode 37
38
Episode 38
39
Episode 39
40
Episode 40
41
Episode 41
42
Episode 42
43
Episode 43
44
Episode 44
45
Episode 45
46
Episode 46
47
Episode 47
48
Episode 48
49
Episode 49
50
Episode 50
51
Episode 51
52
Episode 52
53
Episode 53
54
Episode 54
55
Episode 55
56
Episode 56
57
Episode 57
58
Episode 58
59
Episode 59
60
Episode 60
61
Episode 61
62
Episode 62
63
Episode 63
64
Episode 64
65
Episode 65
66
Episode 66
67
Episode 67
68
Episode 68
69
Episode 69
70
Episode 70
71
Episode 71
72
Episode 72
73
Episode 73
74
Episode 74
75
Episode 75
76
Episode 76
77
Episode 77
78
Episode 78
79
Episode 79
80
Episode 80
81
Episode 81
82
Episode 82
83
Episode 83
84
Episode 84
85
Episode 85
86
Episode 86
87
Episode 87
88
Episode 88
89
Episode 89
90
Episode 90
91
Episode 91
92
Episode 92
93
Episode 93
94
Episode 94
95
Episode 95
96
Episode 96
97
Episode 97
98
Episode 98
99
Episode 99
100
Episode 100
101
Episode 101
102
Episode 102
103
Episode 103
104
Episode 104
105
Episode 105
106
Episode 106
107
Episode 107
108
Episode 108
109
Episode 109
110
Episode 110
111
Episode 111
112
Episode 112
113
Episode 113
114
Episode 114
115
Episode 115
116
Episode 116
117
Episode 117
118
Episode 118
119
Episode 119
120
Episode 120
121
Episode 121
122
Episode 122
123
Episode 123
124
Episode 124
125
Episode 125
126
Episode 126
127
Episode 127
128
Episode 128
129
Episode 129
130
Episode 130
131
Episode 131
132
Episode 132
133
Episode 133
134
Episode 134
135
Episode 135
136
Episode 136
137
Episode 137
138
Episode 138
139
Episode 139
140
Episode 140
141
Episode 141
142
Episode 142
143
Episode 143
144
Episode 144
145
Episode 145
146
Episode 146
147
Episode 147
148
Episode 148
149
Episode 149
150
Episode 150
151
Episode 151
152
Episode 152
153
Episode 153
154
Episode 154
155
Episode 155
156
Episode 156
157
Episode 157
158
Episode 158
159
Episode 159
160
Episode 160
161
Episode 161

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!