Renata sangat kikuk
mendengar dan mendapat perlakuan seperti itu oleh Erwin. Dia merasa serba
salah. Dia tidak ingin memberi harapan pada Erwin. Apalagi tatapan mata Erwin
begitu lembut pada Renata, juga perlakuannya. Menjadikan Renata sangat tidak
enak.
“Ayooo... jangan diliatin
aja. Atau kamu gak cocok dengan lauknya..?”
‘Eeee... iya pak. Gak
kok,saya termasuk pemakan segala. Gak pilih-pilih...” jawab Renata.
“Silakan bapak ambil
duluan...”
“Lhooo... kan saya tuan
rumah, tamu dulu dong... atau perlu saya yang ambilkan..?’
“Gaaak... gak usah pak ,
biar saya ambil sendiri.” Kata Renata sambil mengambil piring dan mengisi
sedikit nasi.
“Kok cuma sedikit nasinya...
Lagi diit..?”
“Ntar tambah lagi
pak...takut gak habis... Sayang makanan” Renata kemudian mengambil lauk dan
sayur secukupnya, yang selanjutnya Erwin juga mengambil nasi beserta lauknya..
Berdua makan dalam diam.
Sesekali Erwin melihat ke wajah Renata yang makan sambil menunduk. Dalam hati
dia sangat mengagumi Renata dengan kecantikannya yang alami dan matanya yang
sendu. Erwin memang diam-diam menaruh hati pada Renata, tapi sepertinya Renata
selalu menghindar, sehingga membuat Erwin makin penasaran.
“Buahnya Ren...”kata
Erwin setelah melihat piring Renata kosong dan tidak mau tambah lagi. “Iya
pak... sudah cukup. Gak muat tempatnya...”
Setelah dirasa cukup,
Renata pamit untuk kembali ke ruangannya. Dia tidak mau ber lama-lama di
ruangan Erwin. Renata merasa tidak enak, apalagi tadi waktu mau masuk ke
ruangan Erwin, banyak staf di divisi Erwin yang memandang penuh keheranan ke
arah Renata.
“Pak saya pamit,
terimakasih banyak makan siangnya,” kata Renata sambil berdiri, yang diikuti
oleh Erwin.
“Kok buru-buru. Santai
aja, kita ngobrol-ngobrol dulu, saya sudah ijin bos kamu kok kalo mau makan
siang...”
“Maaf pak masih ada
kerjaan yang harus saya selesaikan...”
“Oke dech... kapan-kapan
makan bareng lagi ya...”
Renata tidak menjawab,
dia hanya tersenyum, Tidak tahu harus menjawab apa, karena dia tidak mau
memberi harapan pada Erwin.
“Mari.... pak, saya ijin
keluar..” kata Renata sambil melangkah keluar, kearah pintu kaca..
Sampai di ruangannya, Renata
belum melihat keberadaan Tia, mungkin masih makan di kantin. Kata Renata dalam
hati. Dia merenung dengan apa yang barusan dia alami, makan dengan Erwin, yang
memang tidak bisa dia hindari. Renata membuka laptopnya untuk melanjutkan
pekerjaannya, sambil sesekali menghela nafas. Tak lama kemudian, terlihat Tia
masuk ruangan setelah selesai keluar makan siang dengan teman-temannya yang lain.
Tia berjalan mendekati Renata.
“Hei.... gimana acara
maksinya sama si ganteng..?”
“Diihhhh.... Kok tau
kalau aku maksi..?”
“Ada deeechhh... eh.... gue
serius Ren, kenapa tiba-tiba ada acara maksi begitu...?” Tia masih penasaran.
“Yaaa... mana gua tau... Katanya
sih karena aku pasti gak mungkin jalan keluar nyari makan, gara-gara kakiku masih
sakit, jadi ngundang makan.” jawab Renata dengan muka datar.
“Cieee... so sweet.....
Kayaknya mulai nih gerilya....”
“Ih... apaan sih...?”
“Gue cuma ngingetin Ren,
ada mas Bram yang sangat serius sama kamu lho...”
“Lhooo... emang aku ngapain..?
Orang gak ngapain juga...”
“Yeeee... siapa tau
khilaf dengan kegantengan si bos. Padahal kalo dipikir-pikir, mas Bram kan
ganteng juga. 11/12 lah sama si bos sebelah, heeee... Juga sama-sama tajir”
Renata melotot mendengar
candaan Tia. Dia tau Tia cuma menggoda saja
“Ren loe harus siap-siap.
Pasti ntar lagi jadi viral... he..... he...”
“Maksudnya....????” tanya
Renata heran
“Yaaa.... apalagi kalau
bukan acara maksi bareng direktur ganteng.... hee.....”
Renata tidak mau
menanggapi candaan Tia. Dia acuh dan lebih memilih menyelesaikan pekerjaannya.
Ketika jam pulang tiba.
Renata dan Tia sedang berkemas, beres-beres dokumen yang masih berserakan di
atas mejanya. Renata rencana mau pulang naik taksi kembali.
“Ren kamu pulang bareng
aku ya. Mas Arya mau jemput.”
“Kok tumben mas Arya bisa
pulang cepet lagi.”
“Lagi gak banyak kerjaan,
lagian papinya mas Bram juga sedang ke luar negri. Dia kan orang kepercayaan
papinya mas Bram”
“Arah kita kan beda, aku
turun di jalan aja ya, biar lanjut naik taksi....”
“Yaelahhh... kayak sama
siapa aja, udah... aku drop di rumah aja.”
“Renata kita pulang
bareng ya, saya antar ke rumah...” tiba-tiba suara berat yang sudah sangat dikenal
muncul dari belakang tempat duduk Renata. Erwin dengan senyuman yang menawan
sudah berdiri di situ. Renata heran, dari mana ni orang tiba-tiba nongol, bikin
kaget saja, gak kedengaran langkahnya. Katanya dalam hati.
‘Eeee... pak Erwin... Gak
usah pak, terimakasih. Saya bareng Tia saja...”
“Lhooo... tadi saya
denger katanya tidak searah dengan Tia dan kamu mau turun di jalan...”
Tia diam saja, tidak
berani ikutan menjawab. Renata jadi serba salah, dan sebenarnya mengharap Tia
mau membantu menjawab, tapi ternyata Tia malah cuek. Sialan kamu Tia. Kata Renata
dalam hati. Bantuin jawab napa.....
“Ayolah Ren.... sebentar lagi
juga sepertinya mau hujan lho, keburu macet.”
“Tapi pak...” Jawab
Renata lagi.
“Please... aku antar
pulang. Oke..?” suara tegas dan dalam Erwin terdengar. Ini nih mulai dengan
sifat aslinya seorang bos yang suka printah. Dalam hati Renata. Dia pun menoleh
ke arah Tia, diikuti Erwin yang juga menoleh ke arah Tia.
“Gak apa-apa kan Tia,
saya yang mengantar Renata pulang..?” tiba-tiba Erwin bicara ke arah Tia.
“Eeee... silakan saja pak
kalau tidak merepotkan bapak.” Tia tidak dapat mengelak
“Gak repot kok. Lagian
saya juga gak ada keperluan lain lagi.” Erwin meyakinkan Tia dan
Renata.
“Gimana Ren... ayo kita
pulang sekarang..” suara Erwin lagi dengan nada seperti memerintah, tapi halus.
“Iii... iya pak sebentar
saya kunci laci dulu..”jawab Renata sedikit gugup. Kemudian berdiri dari tempat
duduknya.
“Tia yuk duluan... salam buat
mas Arya ya...” kata Renata dengan malas.
“Oke... ati-ati ya. Pak
titip Renata ya, sampai rumah tetap utuh...” Tia mencoba memecah suasana karena
melihat Renata cemberut ke arah dia. Erwin tersenyum sedangkan Renata mendelikkan
matanya ke arah Tia.
“Heee.... jangan kuatir.
Pasti aman. Yuk saya duluan...” jawab Erwin.
“Silakan pak...” jawab
Tia sambil mengedipkan sebelah matanya pada Renata.
Kemudian berdua melangkah
keluar ruangan menuju ke arah lift. Keluar dari lift, berdua menuju depan lobby
untuk menunggu mobil Erwin yang sedang disiapkan oleh asistennya. Tak lama muncul
mobil di depan mereka. Erwin membuka pintu mobil sebelah depan kiri dan
mempersilakan Renata masuk, sementara asisten Erwin turun dan mempersilakan Erwin.
“Bapak tidak pakai sopir.?
Bukanya tiap direktur disiapkan sopir pak” Renata heran. Erwin tidak menjawab,
tapi kemudian melajukan mobilnya meninggalkan lobby kantor.
“Ren tolong kalau tidak
di kantor jangan panggil bapak ya. Kayaknya aku sudah tua gitu kalau kamu
panggil bapak. Atau aku memang pantas jadi bapakmu ya.....” Erwin bercanda.
“Aku lebih suka bawa
mobil sendiri, kecuali sedang malas atau capek.” Sambung Erwin lagi.
“Tapi pak... ini kan
masih di lingkungan kantor ” Renata masih bertahan.
“Maksudku di dalam
ruangan kantor atau urusan pekerjaan. Oke..??”
Mobil mulai menelusuri jalan raya yang mulai
macet karena jam pulang kantor. Erwin pun dengan santai mengendarai mobilnya.
Menikmati kemacetan, katanya.
“Kita makan dulu ya...”
Erwin membuka suara.
“Gak usah pak, langsung
pulang aja. Sepertinya kaki saya kerasa sakit lagi..”
“Pak lagi....??” tanya
Erwin
“Eee... gak usah ee... mas...,
kaki rasanya sudah nyut-nyutan” Renata grogi ketika menyebut mas pada Erwin.
Dan Erwinpun tersenyum mendengar Renata memanggilnya mas.
“Good girl. Panggilan
yang enak...” Kata Erwin, yang makin membuat Renata salah tingkah dan wajahnya
memerah. Erwin tertawa.
“Kenapa tertawa pak... eee..
mas...???”
“Aku suka panggilan itu..”
Renatapun diam sambil matanya menoleh ke luar jendela.
“Kenapa kakimu? Apa perlu
ke dokter..?” tanya Erwin dengan kuatir.
“Gak papa kok. Mungkin
kaget aja buat jalan dan duduk seharian. Lagian udah diurut dua kali.”
“Oke kalau begitu kita cari
tempat makan yang gak usah pake jalan jauh, kebetulan ada cafe langganan yang
dekat dan makanannya enak. Bagaimana Ren.... setuju...?”. tanya Erwin dengan penuh berharap. Renata
kehabisan alasan untuk menolak. Akhirnya setuju.
“Terserah aja...”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Amarantha Chitoz
lanjuuuttt
2024-08-18
0