Tiba-tiba Bram menarik tangan
kanan Renata dan menciumnya. “Aku mencintaimu Ren... aku ingin selamanya bersamamu...”
Setelah agak tenang,
Renata mencoba bicara pelan.
“Mas... maaf... aku tidak
tahu mesti jawab apa. Ini semua terlalu tiba-tiba mas...”
“Jangan dijawab sekarang
Ren, aku akan menunggu....” Renata diam, kemudian menghela nafasnya. Hatinya
benar-benar merasa bimbang. Bram memang baik, bahkan terlalu baik. Dia
memperlakukan dirinya dengan lembut, tapi...kenapa hatinya belum bisa menerima
kehadirannya. Apalagi membalas cintanya. Ah...Aditya... kenapa luka yang kamu
tinggalkan begitu dalam? Air mata Renata kembali menetes. Renata buru-buru
menghapusnya.
“Ren maaf kalau omonganku
membuatmu mengingat luka lama...”
“Gak mas... aku aja yang
terlalu cengeng... beri aku waktu mas...” Kata Renata pelan.
“Itu pasti Ren... berapa
lama kamu butuh waktu..? Tapi selama itu aku mohon, ijinkan aku untuk tetap
dekat denganmu, dan kamu jangan menghindar dariku seperti yang sudah-sudah kamu
lakukan terhadap orang lain.”
Rupanya Bram pun sudah
tahu, kalau Renata akan terus menghindar kalau ada laki-laki yang mulai menunjukkan
perasaannya.
“Please Renn... ijinkan
aku terus mengungkapkan dan menunjukkan rasa cintaku” Bram mengatupkan kedua
tangannya di dadanya, sebagai tanda permohonan yang sungguh-sungguh. Renata
kembali menghela nafas panjang.
“Its okey, kamu diam berarti
kamu mengijinkan...”
Renata memandang wajah
Bram. “Terserah mas Bram.....”
“Terimakasih Ren... Aku
akan menunjukkan kalau aku benar-benar serius..” kembali Bram menarik kedua
tangan Renata dan menciumnya lembut. Renata terkejut dengan perlakuan Bram yang
terus menerus seperti itu, dan buru-buru menarik tangannya. Keduanya kembali
diam. Bram sudah lega karena sudah mengungkapkan perasaannya. Dia akan terus
berjuang untuk merebut hati Renata, karena dia merasa tidak bisa berpisah
dengan Renata. Dia ingin terus bersama Renata, dengan atau tanpa cinta dari Renata.
Mencintai Renata, itu sudah cukup bagi Bram. Suasana di sekitar hening dengan
disertai semilir angin malam, yang membuat udara makin dingin. Masing-masing
hati berbicara sendiri-sendiri.
“Ren sudah malam, kamu mau
pesan makan apa lagi, ini kan baru makanan ringan..” Bram memecah kesunyian.
“Aku gak makan mas, ini
sudah cukup. Mas Bram aja kalau mau pesan..”
“Tapi kamu belum makan
Ren...”
“Gak mas... aku gak
pengen makan...”
“Tapi kamu belum makan
Ren... ntar sakit. Atau gara-gara omonganku jadi kamu gak selera makan.? Atau
pesen steak aja yang gak terlalu berat..?”
Renata diam sejenak. “Terserah mas Bram.”
“Oke kita pesen steak
aja. Minum mau tambah lagi yang panas?’
“Kopi hitam aja gak pake
gula.”
Kemudian Bram memencet bel
untuk memanggil petugas dan memesan makanan. Setelah selesai makan, mereka
meninggalkan tempat itu, karena waktu juga sudah malam.
“Besok mau check out jam
berapa Ren..?” Tanya Bram di perjalanan menuju hotel
“Terserah Tia aja mau jam
berapa.”
“Kita jalan dulu ya, gak
usah langsung pulang. Kan Arya juga malam ini datang. Kita extend semalam aja.
Minggu sore balik. Gimana? Kamu gak ada acara kan...?”
“Terserah mas... gimana
aja. Mas Bram nginep dimana..?”
“Kita di hotel yang sama.
Aku dapat di lantai 7.”
Tak terasa mereka sudah sampai
parkiran hotel, kemudian masuk ke lobby, menuju ke lift.
“Aku antar kamu dulu
sampai depan kamar ya. Takut ada yang ganti nyulik lagi...”
“Diiihhh.. apaan sih..”
“Itu direktur kamu yang
katanya ganteng, siapa namanya..? Siapa tahu dia mau nyulik kamu..heee...” Bram
sengaja bercanda.
“Ngaco aja...” Renata
cemberut..
“Eeee... sory... bercanda.
serius amat...”
*Ting*
Sampailah di lantai yang
dituju. Bram mengantar sampai depan kamar Renata.
“Oke selamat tidur ya. Mimpi
yang indah. Sampai ketemu besok pagi ya.”
“Makasih mas....” Renata
membuka pintu dan Bram pun pergi ke kamarnya sendiri.
Rupanya sampai kamar, Tia
sudah tidur, dan Renata pun tidak mau mengganggu Tia. Dia ganti baju, cuci muka
kemudian naik ke tempat tidur. Tapi sampai larut malam dia tidak bisa tidur.
Cuma membolak balikkan badan. Teringat kembali ucapan Bram tadi. Dan lagi-lagi
ada kesedihan di hatinya. Aku mesti jawab apa? Kata Renata dalam hati. Terus
terang sampai dengan saat ini, hanya rasa nyaman yang ada di hatinya saat dekat
dengan Bram. Tidak ada rasa cinta.
Tak terasa air matanya
meleleh lagi. Renata teringat saat kebersamaannya dengan Aditya. Tapi cintanya
dikhianati, yaaa... cinta pertamanya. Tanpa kabar, tiba-tiba ada berita Aditya
menikah di luar negeri, dan ini sangat menyakitkan. Dia yang berharap cinta pertamanya
adalah juga cinta terakhirnya dengan Aditya, ternyata kandas di tengah jalan
dengan meninggalkan luka yang sangat menyakitkan dan meninggalkan trauma
tersendiri. Dan kini, ada laki-laki lain yang datang dengan perasaan cintanya,
dengan kesungguhannya, dengan harapan besarnya..... Bahkan tidak hanya Bram
yang saat ini mendekatinya, tapi Erwin yang juga memberikan perhatian dan
perlakuan yang lembut.
Karena lelah, akhirnya Renata
tertidur walau waktu telah lewat tengah malam, bahkan menjelang pagi.
Pagi hari Renata
terbangun sambil menyipitkan matanya karena silau sinar matahari yang masuk
lewat jendela kamar. Setelah beberapa saat, barulah matanya terbuka dengan normal.
Dia kaget karena sudah terang benderang. Ditoleh ke sebelah, ternyata Tia sudah
rapi dengan pakaian santainya.
“Kok gak bangunin aku
sih, jam berapa sekarang...?” Tanya Renata dengan cemberut
“Oiiii.... itu bunyi
alarm buat apa... dari tadi berisik terus. Loenya gak bergerak. Tidur atau pingsan
sih...? Udah jam tujuh lewat nih...”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Amarantha Chitoz
lambaaatttt....lebay
2024-08-18
0
Puspita Sari
renata lebay ...masa iya putus cinta bertahun tahun ga kelar kelar...
2021-10-06
2