Akhirnya Erwin pun mengarahkan
ke cafe langganannya seperti yang dimaksudkan. Erwin memarkirkan mobilnya di
dekat pintu masuk, yang kebetulan masih kosong. Erwin turun dari mobil dan
memutari untuk membukakan pintu bagi Renata. Renata merasa tidak enak diperlakukan Erwin yang
notabene bos di kantor seperti itu.
“Awas... hati-hati Ren,
gak usah buru-buru...” kata Erwin penuh perhatian.
“Makasih pak... ee... mas...”
jawab Renata gugup.
Merekapun memasuki cafe
dan mencari tempat duduk yang dirasa nyaman. Suasana di cafe juga belum begitu
ramai.
“Makan apa Ren...?” tanya
Erwin setelah menerima daftar menu.
“Saya minum kopi saja,
sama roti bakar.”
“Gak makan...?”
“Gak usah.... masih sore.
Cukup itu saja.”
“Oke kalau begitu samain
saja ya. Tapi kopinya tanpa gula....”
Tak lama, merekapun menikmati
minuman sambil diselingi ngobrol... yang
tak jauh dari urusan pekerjaan. Renata juga lama-lama tidak merasa canggung dengan
Erwin, karena di luar kantor ternyata Erwin orangnya enjoy dan senang ngobrol,
bahkan sepertinya senang bercanda juga.
Setelah menyelesaikan makan
dan minumnya, merekapun melanjutkan perjalanan untuk pulang.
“Trims ya Ren sudah mau nemenin ngopi. Sebenernya
ada lagi tempat makan langganan yang enak, cuma harus pakai jalan agak jauh. Ntar
saja kapan-kapan kalau kakimu sudah sehat, kita kesana.” Kata Erwin sambil menjalankan
mobilnya keluar arena cafe.
“Terus dimana alamat rumahmu Ren?” tanya Erwin
di jalan.
Renata menyebutkan alamat
rumahnya. Dan rupanya memang searah dengan rumah Erwin, meskipun tidak
berdekatan . Erwin merasa senang, berarti ada alasan, yaitu rumahnya satu arah.
“Ngomong-ngomong kamu
tinggal dengan siapa Ren..?” Erwin mencoba memecah suasana sepi, karena Renata
tidak bicara kalau tidak ditanya.
“Dengan pembantu, karena
kakak saya dan keluarganya pindah tugas ke Kalimantan.”
“Sudah lama tinggal di
situ.?”
“Yaaa... sejak saya
kerja.”
“Tidak mencari tempat
kost yang lebih deket ke kantor.?”
“Gak mas, saya lebih
nyaman tinggal di rumah sendiri dari pada di kos-kosan. Lagian pasti tidak diijinkan
oleh orang tua dan kakak saya kalau saya kost.”
“Waaahhhh... rupanya anak
mami ya....” Erwin mencoba bercanda.
“Yaaa... begitulah.
Pembantu aja pengasuh saya sejak kecil. Sudah ikut orang tua lebih dua puluh tahun.”
“Hhhmmm..... enak juga
ya...”
Kemudian sunyi, tidak ada
obrolan lagi.
Perjalanan kira-kira
memakan waktu hampir 45 menit karena sedikit macet. Setelah masuk ke komplek
perumahan yang ditunjukkan Renata, Erwin kembali bertanya.
“Arah mana rumahmu..?”
“Lurus aja, pagar hitam
depan sebelah kiri mas...”
Tak lama kemudian..
“Yaak depan dikit ..”
“Di sini..?” Erwin
menghentikan mobilnya di depan rumah dengan pagar hitam.
“Ya mas stop. Makasih mas
sudah repot-repot mengantar.” Kata Renata tanpa basa basi mengajak Erwin mampir
ke rumahnya.
“Oke sama-sama. Saya lanjut
ya...”
Rena turun dari mobil
kemudian menutup pintunya. Setelah Erwin berlalu dari hadapannya, Renata
membuka pagar dan masuk ke dalam rumah sambil menarik nafas panjang.
Kira-kira jam delapan malam
saat Renata tiduran di kamarnya, tiba-tiba ponsel berbunyi ada chat masuk. Rupanya
dari Bram.
“Malam. Apa kabar Ren?
Bagaimana dengan kakinya, mudah-mudahan sudah baik ya.” Isi chat dari Bram. Renata
malas untuk membalas. Dia taruh kembali ponselnya di kasur. Tak lama kemudian,
kembali ada chat masuk. Rupanya dari Bram lagi.
“Kok cuma di read doank. Sudah
tidur Ren..?” Karena merasa tidak enak, maka Renata membalas chatingan Bram.
“Pagi mas. Kabar baik.
Udah lumayan, tadi juga udah mulai ngantor. Mas Bram sehat kan?”
“Puji Tuhan, sehat Ren.
Trus tadi naik apa ke kantor?”
“Taksi, pulang dianter
temen.” Renata tidak mau bilang kalau diantar Erwin. Bukannya mau berbohong,
tapi Renata merasa tidak enak dan tidak perlu untuk cerita pada Bram.
“Kalau begitu besok biar
diantar jemput sopir ya..?”
“Gak usah mas. Gak papa
naik taksi kok. Minggu depan juga udah bisa naik bis lagi”
“Ya kan minggu depan,
biar minggu ini diantar jemput dulu, sambil biar pulih dulu kakinya.”
“Mas... tolong dech gak
usah dibahas lagi...”
“Oke... oke. Aku cuma
kuatir karena kakimu belum sembuh bener. Masih perlu diurut lagi gak?’
“Kayaknya gak perlu mas.
Bengkak juga dah berkurang kok.”
“Syukurlah klo begitu. Oke
ya... aku mau siap-siap kerja. Di sini pagi nih. Selamat tidur ya... Miss you”
“Ya mas, trims”
“Daa.....”
Kemudian Renata
meletakkan ponselnya di kasur, tidak membalas lagi. Bram masih saja sangat
perhatian. Dan lagi-lagi setiap Renata mengingat Bram, yang ada hatinya menjadi
nyeri, karena selain bayangan Bram yang muncul, juga bayangan Aditya. Ahhh... kenapa bayangan dua laki-laki itu selalu
muncul bersamaan? Kenapa waktu tidak mau membuang bayangan Aditya dan kenapa waktu
juga tidak mau menutup hati yang terluka? Mau sampai kapan?
Lama-lama Renata terdidur
dengan membawa luka hatinya
Pagi hari ketika Renata
sedang minum coklat hangatnya sebelum berangkat ke kantor, mbok Jum yang sedang bersih-bersih ruang tamu,
tiba-tiba muncul.
“Jeng ada tamu laki-laki,
katanya teman kantor, mau jemput jeng Rena..”
“Siapa ya mbok,
sepertinya gak ada janjian tuh..” Renata heran
“Orangnya ganteng juga
jeng, masih nunggu di teras, gak mau masuk.”
Pagi hari ketika Renata
sedang minum coklat hangatnya sebelum berangkat ke kantor, mbok Jum yang sedang bersih-bersih ruang tamu,
tiba-tiba muncul.
“Jeng ada tamu laki-laki,
katanya teman kantor, mau jemput jeng Rena..”
“Siapa ya mbok, sepertinya
gak ada janjian tuh..” Renata heran
“Orangnya ganteng juga
jeng, masih nunggu di teras, gak mau masuk.”
Karena penasaran, Renata
keluar, ternyata Erwin yang duduk di kursi teras depan. Renata terkejut, kenapa
pagi-pagi Erwin sudah muncul di depan rumahnya.
“Pagi pak... kok sudah
sampai di sisni..?” Renata tidak tahu apa yang mesti diucapkan dengan kemunculan
laki-laki itu.
“Eh... pagi Renata, sory
gak kasih tahu, sengaja jemput kamu, karena kita searah. Gak papa kan..?”
“Mestinya bapak gak usah
repot-repot, saya kan bisa naik taksi pak..” Renata merasa tidak enak dengan
kedatangaan Erwin. Belum selesai dengan Bram, sekarang ada satu lagi laki-laki
yang mesti dihadapi.
“Kan gak tiap hari Ren,
lagian kakimu juga belum sembuh benar. Jam berapa kita berangkat?”
Renata kehabisan akal
menolak Erwin. Yaaa... biarlah sekali ini gak papa. Kata Renata dalam hati.
“Sebentar pak saya ambil
tas dulu. Atau bapak mau ngopi dulu..?” kata Renata basa basi.
“Gak usah, trims tadi
sudah ngopi di rumah..”
Renata melangkah ke dalam
untuk mengambil tas dan pamit dengan mbok Jum
“Hati-hati jeng, jangan
lupa bekal makan siangnya..” Renata sengaja membawa bekal makan karena dia tidak
mau lagi diajak makan Erwin, jadi punya alasan kalau dia sudah membawa bekal.
“Ya mbok trimakasih ya...
Rena jalan dulu..”
Mbok Jum mengikuti di
belakang Renata. Setelah Renata masuk mobil Erwin dan mobil berjalan
meninggalkan halaman rumah dengan mbok Jum yang masih terheran-heran. Kemaren-kemaren
den Bram, sekarang siapa lagi ya laki-laki ganteng ini? Ahhh... entahlah, siapapun
pilihan jeng Rena, yang penting orangnya baik dan jeng Rena bahagia. Kata mbok
Jum dalam hati.
“Itu tadi pembantu kamu
ya...” Tanya Erwin setelah di jalan.
“Iya pak. Kenapa...?”
Renata balik tanya.
“Gak papa. Enak kalau ada
teman, apalagi sudah usia seperti itu. Jadi serasa sama orang tua..”
“Iya pak. Mbok Jum sejak
muda sudah ikut ibu saya...”
Kemudian suasana sepi.
Keduanya saling diam dengan pikiran masing-masing. Erwin merasa, dengan kondisi
kaki Renata yang sakit, menjadi jalan untuk lebih dekat dengan Renata. Dan dia
akan terus berjuang agar lebih dekat lagi dengan Renata.
Sampai di kantor, untung
Tia belum datang, jadi Renata selamat dari pertanyaan-pertanyaan Tia yang kadang
menyebalkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Amarantha Chitoz
lanjut ajaaaa
2024-08-18
0
Taurus girl
lanjut trs....
2021-06-06
0