Hari Sabtu merupakan hari
yang menyenangkan buat siapapun, termasuk Renata. Dia bisa bangun siangan dan
bermalas-malasan di tempat tidur. Tidak ada acara apapun di hari Sabtu ini.
Tiba-tiba ketika masih tergolek di tempat tidur, ponselnya berbunyi. Dia lihat
di layar masih jam 7.15 pagi. Ternyata dari Tia.
“Wooiiii.... ngapain
pagi-pagi gangguin orang tidur sih?”
“Eeeiittss... pagi-pagi
main gas pool aja neng. Udah siang nih, molor aja. Pamali anak gadis bangun
siang-siang. Susah jodoh tauuu...”
“Bodo!!! Aku tutup nih kalo
cuman mau merepet pagi-pagi!!!”
“Eeee... tunggu... Kamu
gak ada acara kan hari ini. Jalan yuk daripada bengong di rumah.”
“Kemana lagiiii... males
ah.”
“Ntar gue jemput. Loe gak
usah repot-repot naik taxi.”
“Iyaaaa... mau kemana onengggg...?
Aku ngantuk.... pengen istirahat!!!” jawab Renata ogah-ogahan
“Iya loe tidur aja lagi.
Ntar agak siangan jemputnya kok. Yang jelas tempatnya enak. Loe pasti seneng.
Oke neng...?’
“Iye.... jam berapa loe
jemput. Terus kita mau kemana? Aku gak mau kalau gak jelas!!!”
“Memang pernah aku ngajak
kamu gak jelas...? Enggak kan....?”
“Iya.... tapi bilang dulu
mau kemana....!!!!”
“Issshhhh.... bawel amat
sih Ren.... udah siap-aiap saja...!!!!”
“Jam berapa kamu
jemput...?” Akhirnya Renata menyerah.
“Jam sepuluhan lewat
ya... Oke? Gua tutup nih, mau nerusin beres-beres kamar dulu. Yang jelas.... pasti
gua ngajak ke tempat yang enak. Daaaggg”
Setelah nada terputus,
Renata melempar ponselnya ke kasur, Matanya terpejam, ingin melanjutkan kembali
tidurnya, tapi tidak lama kemudian dia bangun, membereskan tempat tidurnya dan
keluar kamar. Masih cukup waktu untuk bermalas-malasan. Pikir Renata.
“Pagi jeng, sudah bangun
nih. Mau sarapan apa?” tanya mbok Jum begitu melihat Renata masuk ke dapur
mengambil air putih segelas, kemudian meminumnya sampai habis. Ini memang
kebiasaan Renata, bangun tidur langsung minum air putih.
“Kayaknya males sarapan
mbok. Minum kopi aja... gak papa ya.....” jawab Renata sambil duduk di kursi
makan dan memainkan ponselnya.
“Eee.... harus sarapan. Mbok
bikinin nasi goreng pedes ya sama telor ceplok atau sama abon juga ada kok.
Atau kalau jeng Rena mau makan yang lain juga gak papa, biar simbok siapkan”
Renata memang susah untuk
sarapan, tapi dengan berbagai rayuan, mbok Jum selalu berhasil memaksa Renata
sarapan. Dan tiap kali mbok Jum merayu untuk makan, Renata pasti tidak bisa
mengelak. Meskipun sedikit, yang penting ada yang masuk. Itu kata-kata mutiara
mbok Jum. Ini salah satu alasan yang membuat ibunya memaksa mbok Jum harus ikut
kalau Renata mau ke Jakarta.
“Oke dech mbok, pake abon
saja. Tapi gak usah banyak-banyak ya. Rena mandi dulu.” Jawab Renata. Dia
memang tidak tega juga untuk menolak tawaran mbok Jum, dan mbok Jum senang
dengan usahanya yang selalu berhasil untuk membujuk Renata mau sarapan.
“Naaahhh... begitu.... nanti
siang mau dimasakin apa lagi jeng”
“Kayaknya siang Rena gak
makan di rumah mbok. Tia ntar jemput mau ngajak jalan. Terserah mbok Jum aja mau
masak apa. Ehhh duit belanja masih ada gak mbok..?”
“Masih ada kok. Masih cukup
buat seminggu malah. Besok saja kalau sudah habis, simbok minta lagi. Di kulkas juga masih banyak kok sayuran“
“Yo wis tak mandi dulu
mbok.” Kata Renata sambil melangkah ke kamarnya lagi untuk mandi.
Jam 10.30 terdengar bunyi
klakson mobil di depan rumah. Tia sudah datang. Renata sudah siap dengan
memakai jeans dan blus kembang-kembang putih serta sneaker dengan warna senada
plus tas selempang. Wajahnya terlihat cerah, tapi tetap saja matanya tidak
secerah wajahnya. Mata kucing yang terluka. Seperti Bram menyebutnya.
“Weeeiiitssss.... seger
amat si eneng. Abis mandi ya....? Gak sewot lagi kan.....???” sapa Tia begitu
Renata muncul.
“Lhooo.. kirain
sendirian, ehhh... sama mas Arya juga to... Tumben mas ikut, gak lagi sibuk ni?”
kata Renata sambil masuk ke mobil, kemudian mobil mulai jalan.
“Iya sekalian ada perlu, mumpung
arahnya sama...” jawab Tia
“Sekali-sekali Ren.
Refreshing... mumpung libur, pengen santai sejenak...” jawab Arya
“Emang kita mau jalan
kemana sih, pake rahasia segala... Atau.... jangan-jangan aku cuma mau dijadiin
obat nyamuk..???” tanya Renata penasaran
“Halaaahhh.... udah gak
usah protes mulu...!!!”
“Sudah Ren.... nurut saja...
Emang susah nih kalau Tia sudah punya mau... gak boleh orang protes..” kata
Arya lagi.
“Bawaan orok mas.... Mas
Arya udah apal kan...????” tanya Renata
“Bagaimana gak apal
Ren.... udah bertahun-tahun....” kata Arya lagi sambil garuk-garuk kepala.
Sementara Tia cuma ketawa mendengar dialog Renata dengan Arya.
Setelah perjalanan
memakan waktu satu jam lebih sedikit karena macet, mereka sampai di areal rumah
makan yang cukup luas. Renata heran, mau makan aja nyari yang jauh-jauh, pake
macet lagi. Emang gak ada yang dekat apa. Tanyanya dalam hati, sambil mengedarkan pandangannya ke sekiling rumah makan.
“Gak usah bengong neng.
Di sinilah tempat makan ikan yang enak. Loe pasti balik kesini lagi kalau dah ngrasain masakan
ikan di sini.” Kata Tia karena melihat temannya bengong setelah turun dari
mobil, dan Tia tahu Renata paling hoby makan ikan. Bahkan sepiring pun sanggup
dia habiskan kalau hanya ikan bakar. Wajah Renata pun berbinar begitu akan ketemu
dengan makan favoritnya
“Gak ada yang lebih jauh
lagi..? Biar pingsan duluan.....” tanya Renata iseng.
“Udah ..... protes mulu dari
tadi.... Loe rasain aja ntar. Yuk masuk, cari tempat yang enak.” Ajak Tia
sambil melangkah masuk ke areal rumah makan.
Kebetulan tempat makan
ini model saung-saung dengan tempat duduk model lesehan, dan masih banyak yang
kosong, karena memang belum jam makan. Tapi kalau terlambat, pasti tidak
kebagian posisi yang enak, karena rumah makan ini selalu ramai. Apalagi hari
Sabtu dan Minggu. Mereka sudah mendapat saung yang agak ke belakang, di dekat
pohon besar, sehingga tempatnya sangat teduh.
“Mas Arya mau pesan apa?”
tanya Tia pada Arya sambil menyodorkan daftar menu.
“Ikan bakar aja yang
polos. Boleh juga tambah yang kuah asam buat rame-rame. Terus otak-otaknya
jangan lupa, buat iseng nunggu...” kata Arya.
“Kamu apa Ren?”
“Apa aja. Gak tau juga
yang recomended apa di sini. Tapi ikan bakar boleh juga tuh... kayaknya enak”
Sambil menunggu pesanan,
mereka asyik ngobrol sambil bercanda. Renata dapat mengimbangi candaan Tia dan
Arya meskipun tidak seheboh Tia. Tak lama pesanan otak-otak datang.
“Ayo Ren dicobain,
otak-otaknya juga enak lho. Kerasa ikannya...” kata Tia.
“Enak juga ya tempatnya.
Untung dapat di sini, gak terlalu panas..” kata Renata sambil mengedarkan
pandangannya lagi ke sekeliling area rumah makan yang disekitarnya banyak
pepohonan. Kemudian menikmati otak-otak yang ada di depannya.
Tiba-tiba ponsel Arya bunyi,
ada panggilan masuk.
“Loe sudah sampai? Oke
kita di saung belakang, deket pohon yang gede, lurus dari depan. Langsung aja
ke sini!!.”
Jawab Arya saat terima
telepon. Renata mengerutkan dahinya meskipun masih tetap asyik melihat
pemandangan di sekitarnya.
Tidak lama muncul Bram di
depan mereka dengan kacamata hitam. . Wajahnya terlihat tampan dengan memakai
kaos putih lengan pendek pas di badan dan celana jeans, menambah makin gagah penampilannya.
Dan ini semakin menarik gadis-gadis menoleh ke arahnya apabila berpapasan.
“Upss... sory telat.
Siang Ren...” kata Bram sambil duduk di dekat Arya dengan mengatupkan ke dua
tangannya di dada, seperti meminta maaf atas keterlambatannya.
“Eeee... kita bertiga lho.
Masak Rena doang yang disapa...”protes Tia sambil manyun bibirnya.
“Selamat siang ibu Tia
dan bapak Arya. Apa kabarnya? Sehat kan anda berdua....?”jawab Bram sambil
ketawa.
“Diihhh... basi.... Tahu
gak Ren... susah kalau janjian ma atlet tenis yang orang penting. Sibuk terus
kalo hari Sabtu” balas Tia lagi.
“Heee.... heee...... sory....
jadwal gak bisa cancel Tia, lagian kamu bilang mendadak. Aku sudah terlanjur
janji, gak enak batalinnya. Gak telat lama kan...?” jawab Bram sambil tersenyum
manis. Dia terpesona dengan penampilan Renata yang sederhana tapi terlihat
sangat cantik. Bedak tipis, dengan lipstik yang tipis pula, tidak terlalu
mencolok, sangat sederhana Tapi justru dengan kesederhanaan itulah makin
menampilkan kecantikannya yang alami. Bibir tipis dan hidung yang sedikit
mancung, wajah oval, serta rambut hitam panjang yang sedikit bergelombang,
benar-benar kombinasi yang sangat indah di mata Bram. Meskipun mata kucingnya
terlihat sendu.
“Iyaaaa... tapi jangan
bikin mood ilang donk. Kalo gak bisa on time mestinya jangan janji... Kasian
tuh Rena nunggu kelamaan...” kata Tia pura-pura kesal sambil menoleh ke arah
Renata, sementara Renata bengong-bengong mendengar omongan Tia sambil matanya
melotot ke arah Tia, karena dia memang tidak paham dengan acara mereka. Sembarangan
saja Tia ngomong.
“Ar cewek loe kenapa sih
sewot mulu... datang bulan ya....? Atau jatah loe kurang...?” Bram meledek Tia yang
makin membuat Tia cemberut yang membuat Bram tambah ngakak.
“Soryyyy....Tia...becanda,
begitu saja ngambek..... Ngomong-ngomong...
udah pesen makan...???” tanya Bram lagi.
“Udah. Tinggal mas Bram
pesen minum apa., kalau makan, aku pesen ikan bakar sama kuah asam. Ini Ren
tempat makan yang dijanjiin mas Bram. Ntar kalo gak enak, dia yang
tanggungjawab. Tapi kalo loe cocok, besok-besok bisa minta mas Bram buat ngajak
kesini lagi.... heee..” kata Tia sambil mengedipkan matanya ke arah Bram.
“Siaaaappp... dengan
senang hati tuan putri...” jawab Bram sambil membungkukkan badannya
“Tuhhh... Ren tinggal
buat jadwal kapan loe mau....” Tia mengedipkan matanya kembali ke Renata, yang
dijawab dengan pelototan mata lagi. Renata tidak bisa menjawab apa-apa. Takut
salah ngomong, bisa berabe kalau di depan Tia.
“Heeehhhh... kenapa sih
mata loe sekarang hoby melotot terus, ntar copot lhooo...” Tia geli melihat
Renata yang dari tadi melototin dia terus, sambil mulutnya manyun tanda-tanda
kesal dengan ulah Tia. Renata memang sudah paham kalau mulut temannya ini kadang
bocor juga. Jadi percumah juga meladeni omongannya.
Setelah semua pesanan datang,
mereka makan dengan diselingi obrolan-obrolan ringan. Dan lagi-lagi Renata
lebih banyak menjadi pendengar, meskipun sekali-kali menjawab dan menimpali
obrolan temannya.
Renata makan dengan asyik,
bahkan sangat menikmati ikan bakar yang penuh di piringnya. Sangat pelan dia
meresapi cita rasa ikan yang menurut dia memang benar-benar enak. Pikirnya, gak
rugi jauh-jauh datang, karena memang ikan bakarnya enak dan masih segar. Kondisi
ini tidak lepas dari tatapan ke tiga temannya. Bahkan Bram sering melirik Rena
dengan senyum di bibirnya. Dia tertarik dengan penampilan Renata yang sangat
tenang menikmati makanannya, seolah-olah tidak peduli dengan sekelilingnya. Bram,
Arya dan Tia pun yang kadang saling pandang memperhatikan dirinya, tidak
dihiraukan. Cuek bebek.
Mereka ber empat makan
dengan serius, sangat menikmati sajian ikan bakar yang memang benar-benar enak
dan pas di lidah.
Terlihat Tia dan Arya
sudah menyelesaikan makannya, yang dilanjutkan dengan makan buah potong, sedangkan
Renata dan Bram masih asyik dengan ikan bakarnya.
“Tambah lagi Ren ikannya...”
kata Bram tiba-tiba.
“Eeee... udah mas... cukup”
jawab Renata dengan sedikit gugup karena kaget.
Tidak lama, ponsel Tia
berbunyi nada panggilan masuk. Tia melirik ke arah Arya dan berdiri sedikit menjauh
untuk menerima telephon.
“.........”
“Oke... oke.., gak papa
kok....” jawab Tia
“............”
“Harus sekarang ya.... Oke
aku balik.... tunggu ya......” jawab Tia lagi.
“Soryyyy.... ada perlu
mendadak yang gak bisa ditinggal. Aku sama mas Arya pamit duluan ya... Rena
lanjutin aja makannya. Ntar loe pulang sama mas Bram. Mas tolong ya ntar Rena
dianter pulang. Aku balik dulu ada perlu....” tiba-tiba Tia bicara panjang
lebar tanpa jeda sambil mengemasi tasnya, kemudian menghabiskan minumnya.
Renata terlihat bingung,
menoleh ke arah Tia dan Arya bergantian.
“Aku ikut....” kata Rena
sambil akan bangkit berdiri dari duduknya, sementara makannya belum selesai.
“Eeeiittss... gak usah Ren...
ini aku bener-bener perlu. Kamu terusin dech. Sayang kan kalo gak abis. Lagian
mas Bram juga belum selesai tuh. Nikmati aja.... Soryyy... aku bener-bener ada
perlu” jawab Tia sambil menahan Renata yang mau berdiri.
“Tapi.....” Renata
memotong omongan Tia, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.
“Sudah.... kamu lanjut aja....
Aku tinggal dulu ya.....” kata Tia lagi, buru-buru.
“Tapi Tia......” kembali
Renata bicara, tapi lagi-lagi Tia memotong.
“Udah gak ada
tapi-tapian.... Dah ya balik dulu.. yuk mas kita udah ditunggu, ntar kelamaan....
ini urusan keluarga kok. Mas Bram bener ya... tolong anterin Rena sampai
rumah.... jangan sampe ilang. Barang langka, sory kalau ngrepotin... daa......”
jawab Tia sambil menarik tangan Arya. Dia kuatir kalau Renata nekat ikut
pulang. Bisa-bisa rencana yang sudah dia susun dengan Arya batal. Dan ini memang
tak tik Tia dan Arya yang akan membiarkan Renata berdua dengan Bram. Arya
sengaja mengirimkan nada panggil ke ponsel Tia dan Tia pun pura-pura menerima
telephoen, seolah-olah ada yang menyuruh pulang. Mereka berupaya agar Bram bisa
lebih dekat lagi mengenal Renata, dan mudah-mudahan upaya itu berhasil, apalagi
dengan momen langka dan sulit mengajak Renata seperti ini
“Uuupppsss... untung Rena
gak ngotot minta ikut balik. Kacau dah kalo gagal...” kata Tia setelah di dalam
mobil meninggalkan rumah makan.
“Tapiiii... kasihan juga
lho kalo liat muka Rena tadi... dia pasti kaget kita tinggalin berdua dengan Bram . Kamu kejem amat sih yang...”
kata Arya.
“Abisss... gimana lagi.
Soalnya susah banget tuh anak. Paling dia ngomel-ngomel ntar hari Senin. Biar
aja, dua hari ini aku gak kontak dia dulu, dari pada ntar kena semprot....”
“Aku gak bisa bayangin,
mereka ngobrol apa ya..... apalagi dengan Rena yang cuek begitu...” kata Arya
lagi.
“Yaaa... kita lihat
respon Rena hari Senin saja, bagaimana komen dia.... paling ngambek... gak mau
negur....”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Amarantha Chitoz
msh ngikutin
2024-08-13
0
Inn
smpe sini suka critax,,,
2022-05-12
1
SitiNur20969975
🤗🤗🤗🤗🤗🤗🤗😘😘😘😘😘😘😜
2021-10-12
0