Ting ... Tong ...
Bel pintu milik apartemen Radi kembali berbunyi. Hasna terkejut, Ia pun segera mendekat ke pintu dan melihat ke monitor. Hasna menghembuskan nafasnya penuh kelegaan, ternyata di depan pintu adalah Radi sang dosen.
" Sebentar Pak."
Hasna kembali berlari ke kamar dan mengganti bajunya. Tidak mungkin ia akan menemui Radit dengan menggunakan pakaian seperti itu.
Ceklek ...
Hasna membuka pintu apartemen dan Radi masuk melewati gadis itu sambil menyerahkan sebuah bungkusan kepada Hasna.
" Tumben Pak Radi kok pakai bunyiin bel segala."
" Saya tidak mau Ketika saya masuk kamu berpenampilan yang tidak benar."
Glek ...
Hasna menelan saliva nya dengan kasar. Ia mengingat kejadian kemarin saat Radi datang dia hanya menggunakan kemeja putih milik Radi. Wajah Hasna pun bersemu merah.
" Itu saya bawakan kue."
" Wuih ada angin apa bapak membelikan saya kue."
" Bukan saya yang beli, itu pemberian orang."
" Hehehehe jangan jangan fans ya pak?"
Hasna memicingkan matanya tidak mungkin dosen killernya capek-capek ke sini hanya untuk mengantarkan kue.
Melihat tatapan Hasna yang seperti itu tadi pun akhirnya membuat alasan lain.
" Jangan Ge-Er, saya ke sini hanya ingin mengecek bab 1 mu apakah sudah selesai direvisi atau belum."
Huft ... sudah kuduga dosen killer ini tidak mungkin tiba-tiba menjadi baik dan bagus aku lupa merevisi bab 1 nya, batin Hasna.
Hasna menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia pun duduk lalu menyerahkan bab 2 miliknya.
" lho ... Kan saya minta bab 1 nya di revisi kok malah ngasih Bab 2?"
" Hehehe maaf pak, saya lupa dan keasikan mengerjakan Bab 2 nya."
" saya tudak menerima alasan. Kerjakan revisi an Bab 1 sekarang saya tunggu di sini."
Glek ... Hasna menelan saliva nya dengan susah payah. Pria di depannya ini sedang mode singa bangun tidur gara gara di ganggu. Hasna hanya bisa mengangguk lalu menjalankan perintah sang dosen.
" Gila, kurang keren gimana gue ini. Mahasiswa ditungguin dospem nya ngerevisi skripsi. Eksklusif nggak tuh."
*
*
*
" Mah ... Mamah."
Renita berteriak kencang saat pulang dari sekolah. Ia bahkan melempar tas dan sepatunya secara sembarangan.
" Kenapa sih Ren teriak teriak gitu. Bisa tidak bicara pelan."
" Tck ... Lama lama mamah bawel deh."
Priska membuang nafasnya kasar. Lama kelamaan putrinya semakin susah diatur.
" Kamu kok kalau dibilangin mamah selalu ngelawan sih. Mau mama kirim ke rumah nenek kamu di kampung, biar kamu hidup susah seperti hidup kita dulu."
Renita menggeleng cepat. Ia sungguh tidak mau kembali kampung. Sebelum di rumah ini Priska dan Renita hidup si kampung sang ibu. Di sana mereka memang hidup susah. Sebenarnya bukan susah dalma kategori kekurangan materi tapi lebih ke tidak bisa kemana mana dan seperti terisolasi.
" Jangan mah, maaf. Reni menyesal."
" Bagus, memang harus seperti itu. Sekarang katakan ada apa."
Reni mengambil nafasnya dalam dalam dan membuangnya perlahan. Sebenarnya ia ingin sekali marah kepada sang mama karena sepertinya mama nya lupa akan sesuatu hal. Namun Reni sudah terlalu takut dengan ancaman mama nya.
" Tuh kan, mamah pasti lupa kan kalau akhir pekan ini adalah ulang tahun Reni."
Priska menepuk keningnya dengan telapak tangan. Ia melupakan hal penting itu. Biasanya setiap tahunnya seminggu sebelum acara Reni sudah heboh mempersiapkan acara ulang tahunnya. Sedangkan ini hanya kurang 2 hari saja menuju ulang tahun Reni dan mereka belum melakukan apa apa.
" Astaga ... Sayang maaf mama benar benar lupa. Ini gara gara si Hasna sialan itu. Tapi sayang, sepertinya tahun ini kita tidak akan bisa mengadakan pesta jika gadis sialan itu belum juga pulang."
" Tuuh kaaan, padahal aku udah bilang ke temen temen kalau aku bakalan bikin pesta yang meriah. Gimana dong mah. Huh ... Semua gara gara cewek itu. Kenapa sih dia nggak ikut ibu nya saja. Nyusahin kan jadinya."
Reni menghentak hentakkan kedua kaki nya. Ia sungguh kesal. Rasanya ia ingin meluapkan kekesalannya kepada Hasna.
Reni pun berdiri dari duduknya dan berlari ke atas. Dia membuka pintu kamar Hasna lalu membuka lemari milik kakak tirinya itu.
Reni mengambil semua baju Hasna kemudian mengambil gunting. Gadis remaja itu merusak baju baju milik Hasna menggunakan gunting.
" Huh ... Rasakan. Kau benar benar penghalang buatku. Kau perusak rencana ku. Bahkan mungkin aku tidak akan pernah mendapatkan apapun dari papa ku sendiri. Sial ... Brengsek ... Sialaaan kau Hasna. Akan kupastikan kamu tidak akan pernah hidup tenang. Huh ... Rasakan ... Rasakan.!!!"
Priska yang tahu sang putri tengah marah segera menyusul Reni. Betapa terkejutnya Priska saat melihat baju baju Hasna sudah di rusak oleh Reni.
" Reni ... Apa apa an kamu."
Reni tidak mengindahkan suara Priska. Ia tetap terus merusak baju Hasna, bahkan sekarang Reni memberantaki kamar sang kakak.
" Reni cukup!!!"
" Biarin ma, biarin aku puas puasin ngancurin kamar milik gadis sialan itu."
Plak ....
Sebuah tamparan melayang ke pipi Reni. Gadis remaja itu sungguh terkejut.
" Ma ... Kenapa mama nampar Reni."
Priska mencengkeram erat kedua lengan Reni. Gadis itu sudah menangis sesenggukan.
" Hentikan semua yang kamu lakukan. Jika papa mu tahu maka kamu akan di hukum. Sabar lah untuk sesaat Ren. Dengarkan mama, kita sudah berjalan sejauh ini. Jadi jangan bersikap di luar batas atau kita tidak akan pernah mendapatkan apapun. Ren, mamah sudah berbuat banyak. Jadi please, bersikaplah dewasa. Untuk soal ulang tahun, mama akan pikirkan cara lain."
Reni mengangguk, Priska pun memeluk sang putri dan mengusap rambut Renj dengan lembut.
" Maaf sayang, maafkan mama ya."
" Iya ma, maafin Reni juga."
Priska menepuk pelan punggung putrinya. Ia memejamkan matanya dan membuang nafasnya kasar.
" Bersabarlah sayang, mama janji ini tidak akan lama. Mama janji ini semua akan menjadi milikmu saat mama berhasil menyingkirkan gadis sialan itu."
Reni mengurai pelukan sang mama. Ia kemudian melihat hasil perbuatannya.
" Ma ... Terus ini bagaimana?"
" Nanti suruh pembantu bereskan."
" Lalu baju baju nya?"
" Masukin ke kantong dan buang."
Reni mengangguk mengerti, ia memang harus bersabar untuk saat ini. Namun Reni sebenarnya merasa sedih. Selama 4 tahun tinggal bersama sang papa, Reni tidak pernah merasakan kasih sayang sang papa. Beda saat ia di kampung, Yudi selalu bersikap baik dan terlihat begitu menyayangi Reni.
" Kenapa papa sekarang seperti tidak sayang lagi kepadaku. Kenapa selalu Hasna yang jadi prioritas. Padahal kan aku juga anaknya papa."
Reni bermonolog dalam hati saat menuju ke kamar nya.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Memyr 67
ow, yudi dijebak gadis kampung untuk nikahin dia? tapi sudah terjebak sama tu cewek kampung, kenapa dibela mati matian tu cewek?
2024-12-07
0
Yunerty Blessa
seperti nya Reni bukan anaknya Yudi.... pasti rencana mereka akan merebut kekayaan Yudi...
2024-12-07
0
Ibnu Rizqi
maaf ya thor...kl saudara se ayah atau seibu namanya bukan saudara tiri , tapi anak bawaan ayah& bawaan ibu itu yg di sebut saudara tiri ,karena saya punya saudara seayah lain ibu ,alhamdulillah rukun ,semangat thor...
2025-01-12
3